Berhenti Menulis

Selain menyenangkan, menulis itu juga menyebalkan. Mungkin gue selalu merasa bahagia setiap kali berhasil curhat lewat tulisan. Sebab hal itu sungguh bikin lega. Namun, sebelum bisa merasa lega begitu, pastinya ada rasa malas dan takut yang menghalanginya.

Kalau boleh jujur, gue kerap malas untuk memulai. Dari mulai membuka laptop, memikirkan kalimat pembuka yang menarik, dan menentukan judul. Kemudian, gue juga takut sama hasil tulisannya; nggak enak dibaca, yang baca sedikit, atau pembaca tidak mendapatkan manfaat dari tulisan itu. 

Kala udah nyalain laptop dan pengin buka aplikasi Microsoft Word, gue malah melirik ke shortcut Warcraft, Plant vs Zombie, atau Sally Salon (kenapa permainan feminin ini belum juga gue uninstall, sih?). Gue jadi berpikir untuk main games dulu supaya nanti nulisnya lebih rileks. Sedihnya, gue malah keterusan main dan batal menulis.

Begitu berhasil menutup games dan Microsoft Word pun sudah terbuka, gue suka bingung harus memulai cerita dari mana. Kalimat pembuka sebetulnya cuma pancingan supaya tulisan dapat mengalir hingga berhasil menuangkan gagasan atau keresahan itu. Masalahnya, kalau pembukaan udah nggak enak dibaca, kalimat-kalimat selanjutnya pun sering gue hapus lagi. Kalau merasa sayang untuk dihapus, palingan gue pindahin ke dokumen baru dengan nama “Sampah”. Berharap suatu hari sampah-sampah itu bisa didaur ulang jadi tulisan lainnya.

Terus, gue ini termasuk orang yang kesusahan menulis kalau harus membuat judul terlebih dahulu. Akhirnya, waktu gue untuk update blog pun tertunda, sebab nggak tahu harus ngasih judul apa untuk tulisan yang sudah selesai itu. Seandainya boleh nggak pakai judul, mungkin draf-draf itu nggak akan terlalu menumpuk karena gue tinggal publikasi. Tapi, kalau nggak ketemu-ketemu judulnya, gue juga takut tulisan gue itu bakalan terlalu acak ketika diedit dan dibaca ulang. Paragraf yang satu dengan paragraf lainnya bisa-bisa sama sekali nggak ada keterkaitan.

Ya, Allah ... kenapa gue ribet amat, sih, mau menulis aja? Kayaknya orang lain nggak begini-begini amatatau malah banyak yang begini juga?



O iya, kalau boleh jujur lagi, gue sebenarnya benci menulis. Sebab menulis bagi gue adalah sebuah kejujuran. Gue sering terlalu jujur di setiap curhatan. Rasanya semua terketik begitu saja di setiap tangan gue menari-nari di atas tuts laptop. Seperti sekarang misalnya, kepala gue mulai terasa penuh akan persoalan dalam menulis.

Mau nggak mau, segala sampah-sampah di kepala ini harus segera gue tuangkan ke sebuah media. Entah itu ke bloknot, post it, Twitter, atau Microsoft Word—yang akhirnya disalin ke blog. Hampir setiap sampah yang menjadi tulisan itu selalu panjang dan lebih dari 700 kata. Mungkin memang beginilah diri gue. Terbiasa dengan tulisan yang panjang-panjang. Gue sudah mencoba untuk menulis pendek, tapi malah terasa aneh.

Gue bahkan merasa malas menghapus beberapa hal yang sepertinya tidak begitu penting untuk ditulis, kemudian dibaca ulang. Apalagi kalau sampai dibaca oleh orang lain. Pasti memalukan. Namun, gue anaknya sering masa bodoh atau apatis. Gue hanya ingin tulisan itu memang benar-benar dibaca dan dinikmati saja. Ya, selayaknya gue sedang bercerita kepada seorang sahabat yang duduk berduaan di mobil. Dia yang menyetir (tentu saja karena gue belum bisa menyetir), sedangkan gue bercerita panjang lebar agar bisa membuatnya tertawa dan tidak bosan dan mengantuk selama perjalanan. Dia tidak punya pilihan lain selain mendengarkan mulut gue yang berbicara sampai cerita itu tuntas.

Terdengar egois memang diri gue ini. Makanya, gue membenci menulis. Menulis seakan-akan menjadikan gue orang yang sok tahu dan sok pintar. Namun, seperti kata beberapa orang, membenci lama-lama bisa menjadi cinta. Ya, maka dari itu gue membenci sekaligus mencintai dunia menulis ini.

Gue benci banget ketika mulai tidak konsisten menulis, sebab beberapa pekerjaan lain sering mengganggu fokus dan bikin kecapekan. Alhasil, gue jadi nggak sempet menulis. Atau itu cuma alasan gue aja? Tanda kalau gue nggak bisa menyusun waktu dengan baik untuk menulis di sela-sela kesibukan akan pekerjaan. Berbicara tentang pekerjaan, rasanya gue mulai bingung dengan pekerjaan yang berhubungan dengan menulis ini. Hobi yang dibayar tentunya memang menyenangkan. Cuma kalau gue menulis bukan lagi karena keinginan, gue seolah merasa terbebani. Ada keterpaksaan di situ.

Gue nggak tahu kenapa kurang suka di setiap kali menulis yang berbau uang. Bukan, bukan gue nggak suka uang. Gue suka. Suka sekali malah, sebab bisa beli ini dan itu. Namun, gue nggak menggilai uang. Tidak menghalalkan segala cara hanya demi uang. Jangan sampai uang mematikan nurani. Gue hanya bersikap realistis akan dunia ini.

Tanpa uang, gue nggak bisa membeli novel-novel bagus. Gue nggak bisa mengenyangkan perut dengan makanan-makanan kesukaan. Tentu saja menulis itu butuh asupan gizi dan nutrisi yang baik. Baik itu dari makanan ataupun sumber bacaan. Kalau gue nggak punya banyak uang, gue nanti makan hanya dengan mi instan lagi dan lagi. Bacaan gue juga palingan cuma Twitter (yang jarang berfaedah), atau Line Today (yang lebih seru baca komentar rusuhnya daripada kontennya itu sendiri).

Gue tiba-tiba mulai merasa kalau banyak peraturan dan tekanan di setiap kali menulis yang mendapatkan bayaran. Entah kenapa suka sebel sama syaratnya yang harus begini-begitu, tapi bayarannya suka rendah dan telat cair. Selain itu, ada perasaan nggak nyaman juga untuk mengambil tawaran kerja sama lagi. Yang menyebabkan gue malas atau belum menuliskan iklan di blog lagi, di antaranya:

1. Tenggat yang keterlaluan mepetnya;
2.  Dianggap keren sama bloger lain karena sering ikut acara, padahal mah biasa aja bagi gue;
3. Ada bloger yang merendahkan nilai bloger itu sendiri dengan menggampangkan tulisan liputan. Akhirnya, tulisan dia itu nggak layak baca. Mirisnya, orang itu nggak sadar diri dan nggak memperbaiki di tulisan-tulisan berikutnya;
4. Banyak bloger yang nggak menulis karena kesadaran sendiri. Update cuma pas dapet tawaran kerja sama;
5. Beberapa bloger lain yang tulisannya jago dalam ngiklan suka menyindir yang tulisannya biasa saja;
6. Emang belum ditawarin kerja sama lagi; 
7. Dan seterusnya, dan seterusnya.

Gue rindu zaman-zaman di mana bloger belum pada matre. Kopdar karena emang mau kumpul, bukan sekalian ketemuan pas ada acara aja. Bukannya gue melarang untuk ikut acara-acara blog. Kalau ada yang nawarin, temanya sesuai dan harga cocok pun pasti langsung gue sikat. Hehe. Namun, gue memang kangen sama masa-masa itu yang bikin gue bergairah untuk menulis. Proses menulisnya begitu gue nikmati. Main ke blog orang lain juga menyenangkan. Tidak seperti sekarang ini.

Sekarang ini, apa-apa jadi Raisa. Serba salah. Gue rajin blogwalking dan sering komentar, tapi malah diledek. Giliran gue nggak komentar di blog orang, gue disangka nggak baca. Gue padahal tetep baca, cuma bingung mau kasih komentar apaan. Nggak semua tulisan kudu dikomentarin juga, kan? 

Selanjutnya, gue seolah-olah tertuntut harus menulis bagus melulu di mata pembaca. Sejujurnya, gue nggak tau tulisan bagus itu sebenarnya yang seperti apa dan bagaimana cara membuatnya. Yang gue tahu, kalau tulisan itu berhasil gue baca sampai habis dengan mengalir, gue anggap tulisan itu bagus. Selain itu, gaya bercerita yang unik juga tentunya gue anggap bagus. Yang bisa bikin ketawa, juga gue anggap bagus.

Namun, gue tetep bingung tulisan-tulisan di blog ini termasuk tulisan bagus atau tulisan jelek? Biarkan pembaca aja deh yang menilainya. Tugas gue cuma berusaha menulis semaksimal mungkin. Sejak tahun 2015, gue ini cuma menulis dan menulis dan menulis tanpa mengikuti tip-tip menulis lagi. Mungkin secara nggak langsung, gue mengikuti dan mempelajari beberapa gaya tulisan-tulisan yang telah gue baca. Terutama tulisan para esais, cerpenis, dan novelis yang bagus.

Meskipun begitu, gue juga nggak pernah benar-benar memakai gaya mereka begitu saja. Semua gaya menulis dari penulis-penulis yang telah gue sukai kala membaca itu, telah gue campur adukkan menjadi gaya sendiri. Jadi, ya beginilah gaya gue sekarang. Yang terlalu nyaman dengan gaya curhatan. Yang sering garing tiap bikin lelucon. Yang nggak bisa terlalu mesum lagi karena beberapa alasan. Yang, keluarin di dalem boleh nggak? (INI APAAN BANGKE?!)

Gue padahal pengin banget menulis fiksi agar bisa tembus ke penerbit mayor. Tapi, setiap kali gue membuat karya fiksi, ada rasa nggak puas saat membaca ulang. Gue belum sejago itu rupanya. Gue juga anaknya sering malu-malu untuk mencoba. Gue pengin hidup sebagai pembaca aja. Nggak usahlah bikin buku. Lagian, gue merasa di dalam fiksi pun harus jujur kalau diri gue sedang resah akan hal itu. Jadi, rasa di dalam tulisan itu bener-bener dapet. Pokoknya, gue mesti lebih banyak belajar lagi kalau mau menulis fiksi. Entahlah. Gue jadi bingung dengan sebuah pilihan yang pengin menjadi penulis ini. Apa pilihan gue waktu pertama kali memutuskan untuk jadi penulis itu nggak salah?

*

Sebenarnya, menurut gue, menulis adalah membohongi diri sendiri. Iya, hampir di setiap merasa kesepian, gue sering kali mengecoh kesepian itu dengan menulis. Juga membaca. Ketika di tempat umum, gue hampir setiap saat menipu orang-orang. Gue memasang earphone ke kedua telinga sambil membaca buku, seakan-akan beginilah cara untuk berbahagia. Padahal bahagia tidak harus demikian. Songong bangetlah bahagia versi gue dengan cuek sama keadaan sekitar. Tololnya lagi, gue sering lupa untuk memutar musiknya. Secara tidak sadar, gue memang suka mengecoh kesepian dengan pura-pura mendengarkan musik agar orang-orang mengira gue begitu menikmati hidup. Apa coba yang bisa dinikmati?

Membaca sambil mendengarkan lagu buat beberapa orang memang agak aneh. Begitu pun menurut gue. Kadang lagu itu malah mengganggu konsentrasi gue dalam membaca. Namun kalau di tempat umum, suara-suara asing yang sangat bising itu lebih mengaduk-aduk isi kepala gue. Makanya, gue lebih baik memutar lagu secara acak dan memaksakan membaca dengan keadaan seperti itu. Setidaknya, itu masih mendingan daripada terganggu suara lainnya.

Oleh karena itu, gue entah kenapa jadi sering membawa tas berisi bloknot, novel, dan earphone atau headphone ketika bepergian. Tentu saja agar gue bisa menikmati asyiknya bertualang dengan dunia gue sendiri.

Di Jakarta, gue hampir nggak memiliki seorang teman akrab. Sahabat gue lagi kuliah di Bandung. Beberapa bloger yang kenal akrab, rumahnya juga jauh-jauh. Teman-teman yang sekadar tahu nama, meskipun cukup sering bertemu di sebuah warkop, tapi mereka tidak bisa membuat gue senang. Apalagi bahagia. Jadi, alangkah baiknya gue menciptakan kebahagiaan gue sendiri.

Berarti, bisa dibilang gue harus bisa mengecoh kesepian yang tercipta dalam keramaian itu. Gue juga nggak mengerti kenapa orang-orang sering merasa sendirian di suatu tempat, padahal dirinya dikelilingi banyak teman. Entah karena memikirkan masalah rumit, merasa tidak nyaman dengan keramaian, atau memang tidak cocok bergaul bersama temannya itu. Hal itu masih belum bisa gue jawab secara pasti. Satu-satunya yang pasti adalah kesepian yang sedang gue alami sekarang.

Gue mendadak merasa kosong akan hidup. Sudah berapa hari ini gue tidak menulis dengan keinginan yang kuat dan hasilnya nanti bisa terpublikasi di blog. Gue pun nggak tau mau menampilkan tulisan yang seperti apa di blog. Draf-draf pada nggak selesai. Mau bikin cerpen, mulai kaku lagi saat menuliskannya. Buat puisi, eh jadinya malah norak.

Nggak enak banget ternyata saat hidup lagi nggak ada kesibukan. Sesibuk-sibuknya akan suatu kesibukan, itu jauh lebih baik daripada nganggur begini. Kalau lagi nggak ada kerjaan kayak sekarang, rasanya emang lebih enak tidur-tiduran aja. Namun, gue juga nggak sembarang tidur-tiduran melulu. Gue tiduran dengan membaca beberapa tulisan dari medium apa pun. Membaca komik daring, novel, blog, dll. Paling nggak, sebagai pekerja lepas yang mulai kehabisan uang, hari gue nggak terasa buruk-buruk amat.

Lucunya, semakin betah sendirian di kamar begini, gue malah semakin ditemani oleh rasa sepi. Dasar kesepian! Dari mana, sih, dia muncul? Bikin gue kesel aja! Ah, mungkin gue memang harus pandai dalam mengecoh kesepian itu. Supaya kesepian itu nggak terus datang dan bertumbuh menjadi kesedihan. Maka itu, gue mulai menuliskan semua yang ada di kepala yang berisik ini. Segala sesuatu yang mengacak-acak kepala gue ini pun berubah menjadi sebuah tulisan. Tulisan yang entah apa isi pesan di dalamnya. Tulisan yang gue benci sekaligus gue cintai. Tulisan yang nggak gue harapkan apa-apa. Pokoknya sesimpel: “Gue cuma pengin nulis.”

Karena tulisan ini membuat gue bingung harus menutupnya dengan kalimat apa. Paling tidak, menulis seperti ini memang satu-satunya cara paling ampuh mengecoh kesepian. Dan, gue pun telah berhasil menipunya. Lalu gue pengin membuat sebuah pengakuan dari lubuk hati yang paling dalam. Kalau gue sebetulnya pengin berhenti menulis. Pengin nggak jadi bloger lagi. Gue pengin hidup normal aja, yang kalau melihat suatu kejadian, nggak perlu mencatatnya menjadi ide. Nggak usah capek-capek balesin komentar di blog. Nggak harus bacain blog-blog temen yang keterlaluan bagus dan malah bikin nggak percaya diri.

Sayangnya, gue udah telanjur menceburkan diri terlalu dalam. Setiap kali gue memutuskan untuk nggak menulis, gue malah stres. Parahnya lagi, dari sekian banyak alasan untuk nggak menulis, selalu ada alasan untuk terus menulis. Terus kapan gue berhentinya kalau gitu?

Ya udahlah, intinya gue nggak mau tertuntut untuk rajin menulis kayak kemarin-kemarin. Jadi, setelah ini gue pengin menulis karena kebutuhan lagi. Menulis untuk membuang racun-racun di kepala dan untuk menyampaikan keresahan ke sebuah media. Gue nggak mau dituntut siapa-siapa. Gue nggak mau dibebani apa-apa. Menulis aja sesantainya seakan-akan nggak ada yang baca tulisan nggak penting ini. Ah, keparat! Gue pengin berhenti menulis, tapi ujung-ujungnya malah nggak tau bagaimana cara untuk berhentinya.

--

Gambar diambil dari Pixabay (yang kemudian ditambahkan teks).

PS: Tulisan ini adalah gabungan beberapa draf dari bulan Februari hingga September 2017 yang akhirnya berhasil dirangkum. Apa pun pendapatmu tentang keluhan ini, gue nggak peduli. Kalau boleh mengingatkan, nggak usah sok menasihati atau menyemangati. Sebab, gue nggak membutuhkannya. Wqwq. Songong betul. Terserah mau komentar apa. Bebas~

75 Comments

  1. gue juga sekarang berpikiran hampir sama kayak gini sih yog. tapi kalau event2 kadang gue ikutin biar bisa kumpul sama temen.

    kalau soal tulisan, gue juga semaunya sih sekarang. ehehe.

    tapi di tulisan ini lu seperti resah bgt ya, boring sama diri sendiri. hmm.. jadi inget film Lost Translation. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ikut acara blog biar bisa ketemu temen. Wah, lu keren sekali, Yan~ Hahaha. Gue belum jadi-jadi mau nontonnya.

      Delete
    2. Saya ingin menulis tanpa ada tekanan. Menulis bebas. Biarin saja kata orang yang katanya artikel saya tidak bermutu. Eh tidak bermutu juga menghasilkan uang lo :)

      Delete
  2. Yang no 3 dan 5 itu paradoks ya Jok!.

    Apapun yang terjadi, plis jangan depresi lagi sampai puasa ngeblog 3 bulan berturut-turut. Nanti banyak yang kehilangan loh. Ayo ceria kembali Jok!.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Apa harus bilang kalau semua nomor itu menyindir diri sendiri, Bang? :)
      Wqwqwq. Ceria atau tidak ceria sama saja.

      Delete
  3. Depresi karna belum memiliki pekerjaan yang pasti, mungkin di satu sisi hidup tanpa kesibukan membuat jiwa menjadi lepas tapi di satu sisi ada beban yang tak bisa dijelaskan.

    Entahlah.

    Iya bener tuh bang, kadang bingung cara bikin tulisan yang enak dibaca itu gimana. Katanya dengan banyakin menulis, membaca, menulis, membaca, menulis entar juga bisa. Tapi nyatanya sulit wehehe.

    Mungkin, harus jadi diri sendiri aja kali ya. Tetap menulis bang!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya, begitulah~ Ada baik dan buruknya. :)
      Kalau menulis itu gampang, saya nggak usah repot-repot nulis beginian. Wqwq.

      Jadi diri sendiri kayak gimana? Kan, pasti setiap orang sudah tercampur-campur referensi dari mana aja. Hehe.

      Nggak, ah. Capek~

      Delete
  4. Merasa digedor. :'D Udah lama nggak nulis fiksi. Kadang kangen nulis cerita cinta2an kaya dulu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku malah susah nulis cinta-cintaan nih. :(

      Delete
    2. rasain aja dulu cintanya, nanti bisa jadi tulisan juga kan hehe

      Delete
    3. Justru itu males. Udah cukup merasakan. Nggak perlu lagi dituliskan. Wqwq.

      Delete
  5. Aku malah rada kesulitan nulis fiksi. Mungkin memang bukan bakatnya, ya? :'( Padahal aku suka nulis, tapi emang sulit nemuin ide cerita

    ReplyDelete
    Replies
    1. Padahal kata orang tinggal mengkhayal aja, ya. Nyatanya, tidak semudah itu~

      Delete
  6. "Terserah mau komentar apa. Bebas" ok ok disini gua cuman mau bilang terimah kasih telah berkunjung ke blog gua yang sangat tidak sempurna dan penuh dengan kekurangan. apa lagi gua nggak hoby membaca

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nggak usah terima kasih, Bang. Santai aja~ Saya sebisa mungkin menghargai orang yang sudah repot-repot main dan baca blog ini. Hehe.

      Konon, hobi membaca penting dalam menulis. :)

      Delete
    2. sebenarnya sih gua suka membaca, tapi membaca di blog atau internet bukan baca novel atau buku buku...

      Delete
  7. “Mengecoh kesepian”—keren istilahnya. Baru tau sekaligus gak nyangka, ternyata Yoga punya keresahan sedalam ini soal penulisan. Kirain blogger yang rajin apdet postingan kayak kamu lancar-lancar aja gitu, tanpa hambatan.

    Eh kok perasaan banyak banget deh yang nyinggung soal ngiklan di blog. Emang lagi ada apa cees? Duh jadi ketinggalan gosip euy semenjak akun twitter gak bisa login. Btw setahuku cuma ada satu postingan yang ngiklannya paling soft, yaitu postingan berjudul “Maskapai Penerbangan Bertarif Rendah di Indonesia”. Orang yang nulis keren banget sumpah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Istilah itu pertama kali gue dapet dari novel Kamu Cerita yang Tidak Perlu Dipercaya, Kang. Nggak semua yang terlihat baik-baik aja dalamnya juga terlihat baik, sih. Mungkin orang itu emang malas menunjukkannya. :)

      Nggak ada apa-apa, sih. Cuma pernah ada keresahan tentang iklan di blog yang malas untuk dibaca, sebab gaya nulisnya gitu-gitu aja (ini lagi ngomongin diri sendiri).

      Wqwqwq. Itu tulisannya setelah ditinggal nikah, ya? :p

      Delete
  8. SALLY SALON??

    One should not be judge by the game he plays.

    Sesungguhnya hanya amal dan kebajikan yg menentukan derajat seseorang dimataNya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ehehe. Lumayan buat ngilangin kebosanan itu permainan.

      Delete
  9. sally salonnya udah nyampe mana mas
    klo lagi males nulis baca aja dulu
    eh ato arisan (apan sih?)
    iya sih aku juga kangan suasana blog yang cuma haha-hihi kayak dulu tapi asyik
    sharing and connecting, duh berat banget
    tapi lha gimana, 2017 harga merica pada naik?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah udah tamat beberapa kali, Mas. Nggak lagi males. Cuma pengin berhenti. Wqwq.

      Apakah merica penting bagi para bloger?

      Delete
  10. Kadang2 seorang penulis perlu apatis juga. Terbebani malah bikin runyam untuk menulis.

    Ps: bukan sebuah nasihat, hanya sebuah curhatan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, kadang-kadang. Kadang butuh kritik, kadang masa bodoh komentar orang. :)

      PS: nggak usah diseriusin PS tulisan gue. Wqwq. XD

      Delete
  11. Gue udah jarang update blog, paling sebulan sekali, malah ada yang lewat sebulan tapi gk da tulisan apa2. gak kyak dulu2 yang sebulan bisa 4-5 post.

    Yang sebulan sekali itu karena gue inget klo gue punya blog. Dari sekian kesibukan reallife yg ada, gw inget gw punya media utk menyalurkan karya. Yaitu blog. Soal diterima ato gak, suka ato gak, itu terserah netizen yg mampir ke blog.

    Skrg gw mah gk mau ambil pusing, suka ya syukur, gk suka ya ora popo.

    Tapi bagi gw lu bloger yg bener2 serius, karena lu konsisten, dan tulisannya bagus n jujur. Sayang kalo berhenti nulis, apalagi klo emang dah passion.

    Kalo masalah uang or ngiklan, manusiawi lahh, bukanya enak tuh hobi bisa jadi duit. Kan banyak org yg jadi fulltime blogger, ya penghasilannya kan dari situ. Tapi klo mang lg gk mood jgn dipaksa jg.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Life happens. :) Iya, Lam. Sebetulnya kalau karya sudah di lempar ke umum, itu terserah orang mau berkomentar apa pun. :D

      Ah, gue nggak serius-serius amat. Konsisten juga udah luntur gitu. Kayaknya emang udah renjana, makanya nggak bisa berhenti, ya. Wqwq.

      Dengan syarat, ketika mengerjakannya betul-betul menikmati, sih, pasti enak. Menurut gue, pas gue dapet duit dari blog yang menang lomba karena iseng, lalu dibandingin karena dapet tawaran kerja sama. Itu sensasinya beda. Yang menang lomba, entah kenapa bahagianya berbeda. Itu yang gue rasain, sih. Ketika hasil yang didapatkan prosesnya bisa gue nikmati, bukan gue keluhkan. Hahaha.

      Delete
  12. Untung aja nggak jadi berhenti nulis walaupun niatan itu sudah kuat. Terus untung juga belum ada yang pernah bikin tutorial berhenti menulis. JADI YOGA MAKIN SUSAH DEH BERHENTI NULISNYA. MHUAHAHAHAHAHAHAHA.

    Sebagian yang kamu tulis di sini rasanya pernah kita bahas di grup ya, Yogs. Huuufh. Sekarang aku juga pengen apatis sih. Dulu aku orangnya nggak enakan banget. Nggak enak buat nggak blogwalking balik, nggak enak buat nggak komen, nggak enak kalau nggak on time balas komen. Lah sekarang jadi semaunya gitu. Blogwalking dan komen sesuka hati, balas komen di blog sendiri sesempatnya dan semood-moodnya. Jadi rada keji gitu sih. Tapi mau gimana. Lebih nyaman begitu, nggak ada beban. Ngelakuinnya juga lebih ikhlas.

    Terus kalau soal tulisan, ya kadang aku ngerasa terasingkan karena nulis review film sementara circle blogku itu pada nulis personal curhat-curhat gitu (termasuk kamu). Kadang aku ngerasa minder dan takut dianggap sok-sokan. Tapi gimana ya, udah nyamannya kayak gitu. Ibaratnya aku nulis curhatan juga, tapi curhat dengan cara lain. Aku cinta film dan aku nulis soal film itu ibarat orang yang lagi kasmaran. Dengan mikir gitu, aku ngerasa enjoy buat nulis. Ya jadi intinya nulis tanpa beban itu nulis yang seenggaknya bikin diri kita sendiri ngerasa itu memang dari hati, dan ngerasa lega. Orang lain mau ngerasa itu juga atau enggak ya belakangan. Ya nggak sih? Hehehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini anak malah seneng betul gue nggak bisa berhenti. :( Ya udah, nanti gue yang nulis tutorialnya biar pada berhenti. Apa lu? :p

      Mungkin kemarin-kemarin gue ngeblognya kurang tulus, Cha. :)

      Bukannya itu jadi alternatif ketika bloger mulai bosen baca curhatan, ya? Misal kalau mau baca fiksi, gue ke blog mana. Baca cerita perjalanan ke mana. Nggak usah tergantung sama satu lingkaran aja. Tapi saran gue, coba sesekali keluar dari zona nyaman, Cha. Seru tau bereksperimen. Atau diperbaharui gayanya sesekali. Menghubungkan buku, film, dan musik favorit jadi sebuah curhatan. Kombinasi tiga hal gitu. Eh, apa udah pernah? Wqwq.

      Ya gitulah, nulis aja dan nggak terlalu mikirin komentar orang lain, baik dan buruknya. Sebab, kata Aan Mansyur, pujian itu cuma ujian yang bersembunyi di belakang huruf "P". Jadi, berhati-hatilah dengan pujian~

      Delete
  13. Tolong ini sama banget dengan masalah yang lagi hinggap di hidup saya! wkwk
    Entah ada berapa banyak draft menggantung atau curhatan nggak kelar di satu folder tersampah di laptop saya ka. tak terhitung! wkwk
    Saat nyoba untuk nulis pendek dan jadinya malah kayak aneh gitu karena udah biasa nulis panjang, sip sama lagi! wkwk
    Ya, curhat pendek-pendek itu aneh kayaknya kak. Kayak niat-gak-niat gitu gak sih? jadi kalo curhat panjang itu ya emang kodratnya. hehehe

    Ada lagi peer pribadi buat nyoba menulis buat blog. apalagi kalau udah lama nggak diasah lagi. asli sih, berat benget. kayak serba salah. padahal belum juga jalan 1 lembar. hem.

    Keep writing, ka Yog! Soal tulisan itu jelek atau bagus, itu tergantung si pembacanya juga kak. ya namanya pembaca kan ga bisa diseragamin buat suka sama apa yang kita suka. *naon si*

    Alasan kenapa blog ini harus tetap nulis walau cuma curhatan atau apapun adalah karena daftar bacaan saya kalau buka blogger dot com tuh sekarang sepi banget dan jarang blogger yang update. Cuma bang Kresnoadi sama blog ka Yoga doang ini pengisi daftar bacaan saya. Hadeh. apa saya main blognya kurang luas? wkwk.

    Salam.
    dari yang mood ngeblognya juga belum terancang kembali.
    wkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jadi tulisan gue ini sudah mewakilkan keresahan lu ya, Nur? Wqwq. :p Kayaknya buat orang yang doyan curhat emang kudu panjang, kalau kependekan jadi aneh, sih. Ehe.

      Iya, seperti pepatah bilang, pisau harus rajin diasah supaya tajam dan tidak tumpul. Betul juga tuh, semua kembali ke selera pembaca. Nanti pembaca akan datang lagi kalau suka. Kalau nggak suka, ya biarkan pergi. Akan selalu ada pembaca-pembaca baru. Datang dan pergi memang sudah menjadi bagian dari kehidupan.

      Anjis, ngetik apa tuh gue barusan?

      Kalau mau cari bacaan, di halaman blogwalking itu mungkin bisa jadi referensi. Salam balik, semoga bisa segera kembali ngeblog. :D

      Delete
  14. Jangan, Yog. Jangan berhenti menulis. Jangan juga terbebani harus bagus atau harus ini itu. Udah, nulis mah nulis aja, gue aja sering typo tapi tetap nulis, gimana gue? gak tahu malu kan.

    Zamannya bloger ketemu karena pengin ngumpul begitu aja emang susah sih, sekarang mah mau ketemuan kalo ada duitnya dong. Susah ya kids jaman now ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, patokan bagus pun gue masih bingung kayak gimana. Tapi untuk sesuatu yang keterlaluan jelek, itu nggak bisa dimaklumi. Wuahaha. Gue pikir salah ketik itu citra yang lu bikin, San. :p Wqwq.

      ((mau ketemuan kalau ada duitnya doang)). Mantap~

      Delete
  15. Ah, parah sih ini. Dalem banget yang dikeluarin. Tapi, apa boleh buat. Sampahnya harus bener-bener dikeluarin. Perihal sampah, gue sekarang nggak terlalu banyak yang mau dikeluarin. Entah karena males atau apa, penginnya naik tingkat lagi buat bikin fiksi. Tapi ya gitu, karena nggak biasa dan nulis fiksi biasanya cuma sekadar kesambet, bentuk cerpen fiksi nggak pernah jadi. Baca cerpen di arsip kompas atau lakon hidup malah tambah minder.

    Baru saja dapat job di blog. Nggak tahu gimana caranya biar tulisan itu bagus. Kadang setelah selesai publish ada rasa nggak puas. Sekali aja sih, yang emang bener-bener dari hati bikin postingan beriklan. Dua kali ngerasa nggak cocok setelahnya. :(

    Berhenti nulisnya kalau udah di-publish aja. Setelahnya nulis lagi kalau punya waktu senggang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau sampah itu dipendam terlalu lama, takut membusuk di dalam kepala. Bahaya~ Gue cuma berharap, semoga tulisan sampah ini tidak membuat pembaca muntah. :) Mungkin perlu diimbangi kegiatan membaca dan menulisnya. Kebanyakan baca cerpen bagus, emang suka bikin minder, sih. Haha.

      Soal iklan di blog, gue nggak mau mikirin dan ngeluhin lagi. Dua tulisan terakhir udah cukup puas. :D

      Delete
  16. kalau buntu aku lebih suka main game gta sa biasanya aku akan mendapatkan sebuah misi entah apa, atau mengacau di kota dengan begitu biasanya aku mendapat inspirasi lalu membuka word.
    ini panjang banget seolah kamu enggak pingin berhenti menulis.
    aku malang enggak pernah ke acara blog-blog gitu sih...
    dan ku malah sudah sangat lama menyepikan diri, mungkin aku jadi kacau kalau berkomuniskasi, jadi maaf juga kalau terkadang komen aneh-aneh di blog ini, aku suka mengunjungi blog ini.
    wah komentarku payah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bermain game begitu kadang bisa jadi inspirasi emang, sih. Haha.

      Mau berhenti nulis, tapi ketahuan nggak mau berhenti, ya? Wqwq. Berarti jauh lebih dalam lagi dari keinginan berhenti menulis, di dalamnya masih mau terus nulis. :)

      Terima kasih sudah mengunjungi blog ini, Man! Komen aneh-aneh nggak apa di blog ini. Bebas~ :D

      Delete
  17. Tulisanmu itu sering mewakili perasaanku Yog!

    Semakin dewasa temanku juga semakin berkurang. Entah aku yang gak cocok atau aku yang tak pantas.

    Aku tak ingin menasehati ataupun memberi semangat. Tapi cuman bisa ingatkan satu hal untuk kebaikanmu sendiri. Lakukan saja apa yang kamu anggap benar. 🙂

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jadi, yang ini mewakili lagi? Mencocokkan diri dengan orang lain kayaknya nggak segampang itu. Namun, ada juga yang baru kenal sebentar langsung klop. Hehe.

      Kalau bingung yang kulakukan benar atau salah gimana dong? Wqwq.

      Delete
  18. baru sadar gue ternyata rata rata postingan terbaru di blog ini di post dengan waktu yang unik

    ReplyDelete
  19. ANJER PANJANG BANGET ASLIK SUMPAH GAK BOHONG! Ahahahaha dan aku gak baca semuanya, maafin, tapi aku udah jujur. Hmm diantara bloger matre yang entah berada dimana dan siapose, coba mampir ke blog ku yang sederhana dan tulisan kerjasamanya hanya 10% saja HAHAHA. Aku nda matre, bang.

    (( bang ))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha. Sebab banyak sampah yang mesti dibuang, akhirnya panjang deh. Nggak apa-apa kalau tidak tuntas membaca. Bukan salahmu. Mungkin tulisanku saat ini nggak cocok dibaca sebagian orang.

      Sudah mampir kok kemarin, Teh~

      Delete
  20. Hebat yak, draft dari berbulan2 bisa didaur ulang jd lengkap bgini. Klo gue mah postingan yg udh jd draft mau dikembangin lg susah, mending dari awal lagi.

    Kirain bneran mau brenti mnulis. Psti ga bkal bisa deh krna msh ada hp sm bloknot :p
    Jgn brenti nuliss dong, bang yog. Ntr dunia perbloggeran gak asyique lg klo ga ada bang yoga. Hiks:'(

    Soal nulis tanpa tuntutan, emg iya sih, nulis paling enak ya curhatan kita sendiri. Mau nulis apakek terserah kita, gausah terbebani. Lebih dapet feel-nya pula. Trs perasaan jd lega. Gitusi. Cuman mikir kalimat pembukanya emg yg paling lama sih. Apalagi klo lg males. Susah ngelawan malesnya. Skrg2 Gue ngapdet blog krna emg niatnya lg ngumpul dan lg rajin aja. Kalo udh males mah buka blog sndiri aja males. :')
    Tp prnah ngerasa gak sih, pas lg nulis (bukan di blog) saking trlalu jujur, bhkan smpe yg ga penting pun dtulis, sampe jd panjaaaang banget. Trs akhir2nya capek sendiri dan males nerusin krna ga kelar2? Wkwk.

    Iya yah, skrg pda seringnya ngumpul pas event ih, envy sih, abisnya event-nya gak pernah ada yg hri minggu :') Ayo dong kpan ngumpul2 lg yg gapake event? Gue ikut ngumpul2 sm kalian tmen2 blogger jbdetabek cuman setaun skali doang klo diitung2 msa. Nah, makanya taun ini nih yg blm. Wakaka.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Cuma tulisan ini banyak yang keluar topik awalnya, Lu. Haha. Iya, masih ada media lain untuk menumpahkan keresahan. Meskipun cuma di notes HP atau bloknot yang nggak dibaca orang lain.

      Ah, masih banyak bloger yang asyik, kok. :p

      Cerita bersambung yang proyekan itu aja nggak kelar-kelar sampai sekarang, Lu. Lalu capek sendiri dan males diterusin. Entah kapan akan ditengok kembali. Wahaha. Jadi, pernah banget. Mungkin sering juga. Ini salah satu draf yang akhirnya berhasil disatukan. Setelah sekian lama dipendam dari Februari dan bulan-bulan setelahnya.

      Coba ajakin anak-anak grup, Lu. Kopdar yang memang pengin kopdar. :)

      Delete
  21. Kujuga sedang berhenti menulis. Entahlah,rasanya sudah tak minat lagi. Sekalinya ngedraft kok malah nyinyirin orang. Wkwkwk. 😂😂😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. Malah jadi tulisan yang bawa efek negatif, ya. Gue juga sering. Ini pun termasuk. :)

      Delete
  22. Jangan berenti nulis lah, Bang.
    Nanti blog ku ngga ada yang ngoment panjang-panjang lagi XD

    Tak kira cuma aku yang takut, misal tulisan yang ada di blog ngga layak baca.
    Takut jelek lah, ngga penting buat orang lain lah..ternyata, ada temennya.
    Secara, aku baru aktif ngeblog baru-baru ini. Nulis pun cuma suka ngasal, belum bener-bener tau cara nulis yang asyik itu gimana. Kadang suka kesusahan buat nulis yang alurnya bener-bener ngalir. Jadi kalau mau bikin blogpost cuma pas bener-bener mau ngepublish aja, belum bisa punya banyak draft di memory laptop macam blogger-blogger lain :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memberikan komentar di blogmu, kan, konteks lain dari gue berhenti menulis. Atau memberikan komentar juga lu anggap menulis? :p

      Mungkin banyak yang takut, tapi mereka nggak pengin menunjukkannya. Gue termasuk yang begitu tadinya, tapi setelah beberapa tulisan tentang menulis terpublikasi. Kayaknya mulai banyak yang tahu ketakutan dan keluhan gue soal menulis atau ngeblog. Wqwq.

      Gue juga nggak punya banyak draf, kok. Nggak serajin bloger lain seperti yang lu bilang.

      Delete
  23. Persoalan-persoalan yang persis gue alamin juga. nulis susah memulainya. Hamparan godaan-godaan (Kalo gw godaannya youtube). Beban saat nulis.

    Sekarang-sekarang ini gw juga mulai agak redup semangat nulisnya. Niat sih masih ada, cuma masalahnya dieksekusinya. Pas buka laptop, langsung mentok. Malah youtube-an -_-

    Tapi bener kata lu. Nulis itu dijadikan kebutuhan. Itu yang jadi bahan bakar gw masih ngeblog sampe sekarang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gue mah buka Youtube kalau ada kuota bonus aja. Sayang kuota sumpah. Mesti berhemat. Wahaha.

      Mantaplah, jadi bahan bakar. Besok-besok kebutuhannya yang Pertamax Plus. Biar makin kenceng. :p

      Delete
  24. Wah kalau yang begini kehitung malas, berarti standar kerajinannya tinggi sekali :)

    BTW, jadi ingat masa SMA dulu. Ada ungkapan populer (yang hanya muncul kalau kami sedang nonton film jenis tertentu) "kelokurin di lokur"—maksudnya kalau mau muntah, keluar rumah dulu, nanti lantainya kotor.. (halaah)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Di atas rajin, masih ada yang lebih rajin. :)

      Hahaha, oke. Gue keluar rumah dulu kalau gitu. Biar blog ini nggak kotor sama sampah-sampah semacam ini lagi.

      Delete
  25. Gpp kalik yog nulis gaya curhats wkkkk,

    Dan masalah selera, lg2 emang ya sah2 aja klo kita lg pengen curcol nulis lg byk mikir jd pingin ditumpahin menjadi semacam pelegas beban...jujur gue jg sering tuh pas lg muales ato ada keresahan ngeblog ya gue curhatin aja gini gini gini, meski kdg di kolom komen ada yg sotoy menasihati mnurut pandangan dia aturan gue ga usa terlalu mikir bla bla bla, trus keesokan harinya psling2 ada yg bikin tulisan seolah2 solusinya berupa tips2...kadang yg gue pingin cuma buat melepaskan beban itu dg mrnulisksnnya, bukan lsntas digurui dg tips2 wkkkk, tau kan klo orang lg curhat diceramahin jatohnya mlh jd sebel hahaaa

    Trus gue juga sebenernya pualiiiing males baca tulisan reportase, even gue suka baca review makan2 ato restoran tp klo di blakangnya ada embel2 bukan pas pengalaman pribadi tp diundang rame2 acara blogger, ngedadak gue jd membisu, trus jd mls komen. Hahaaaa
    Gue lebih suka baca ulasan review tempat wisata, hotel, makanan yg blogger itu atas budget ndiri atau pengalaman ndiri (tapi ya ini masalah selera sih ya)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memang nggak apa-apa. Hahaha. Nggak ada yang larang. :D Gimana caranya, sih, nggak usah terlalu mikir? Susah buat gue. Anaknya gampang kepikiran. Wqwq.

      Iya, kalau ada yang ceramahin itu jelas sebel banget. Mending ketika dia ngalamin aja, baru deh silakan ceramahin diri sendiri. :p

      Sebetulnya tergantung cara dia mengulas, kalau emang menarik mah tetep gue bilang menarik. Nah, tapi kejujurannya cukup dipertanyakan ketika mengulas produk yang dibayar, sih. Seperti ada rasa condong untuk melebih-lebihkan pas baca ulasan itu. Soalnya gue juga pernah agak melebihkan kayak gitu. Hehe.

      Delete
  26. Iya, May. Kenapa dengan Sally?

    Orang yang mau berkomentar di tulisan iklan juga jadi ragu atau bingung gitu, kan? Halah.

    Ya, semua orang punya masalahnya masing-masing. Dan punya jalan keluar masing-masing pula. Wqwq. Belum ketemu lagi sama hal baru, May. Nantilah, bertualang ke mana gitu. Mungkin bisa pulang dengan membawa cerita. Halah.

    Ini mau berhenti aja susah, jangan tambah dilarang-larang segala dong. Nanti makin nggak bisa berhenti. :( Kopdar sama yang satu domisili emang belum kesampaian? Hmm.

    ReplyDelete
  27. bagi saya menulis karena setoran uang yah baik-baik aja sih, tapi saya usahakan dengan gaya sendiri yang tidak keluar dari tema yang sudah ditawari. Contoh soal pariwisata kemarin, saya ditawrin nulis setahun buat listing tempat wisata se sulsel. Diantara teman-teman lain kayaknya cuman saya yang nulis dengan gaya listing tapi ngena. So, artikel yang saya publish pun kerap banyak yang baca.

    Memang sih yang namanya nulis pasti ada titik jenuhnya juga, sama seperti saya sekarang. Tapi di masa titik jenuh itu juga, saya seperti kecanduan lagi. Berhenti dari dunia ngeblog seminggu aja, saya sudah seperti pecandu obat-obatan aja, pengennya nulis aja. Akhirnya kesampean juga nulis di blog dah rasanya itu lega banget.

    Bicara masalah selera, saya paling benci banget nih. Ada masanya saya ketemu dengan blogger pro di kota saya. Mereka selalu ngerendahin newbie yang baru bergabung di komunitas. katanya inilah-itulah, harus gini-gitu, bahkan sampe dinyinyirin. Termasuk saya juga mengalami pas awal-awal gabung. Katanya tulisan blog saya terlalu alay lah, gak sesuai kaedah EYD. What the hell? bagi saya tiap tulisan bakal ada pembacanya kok, mau seperti apapun tulisan itu pasti ada aja yang baca. masalah suka atau tidak suka itu tergantung yang pembaca kan. tapi ayolah, jangan pernah merendahkan karya orang lain, karena belum tentu kita bisa menjadi tulisan orang lain dan sebaliknya. Bukankah punya perbedaan dalam komunitas malah lebih berwarna kan.

    Bener juga, sekarang blogger kalau ngumpul cuman pas acara doang sih. Saya gak memungkiri itu karena saya juga melakukan itu. Dalam pertemuan itu biasanya menjadi ajang perlombaan blog buat ngeriew produk dari acara atau hanya sekedar makan gratis aja. Tapi saya ambil sisi positifnya aja, dengan adanya acara ini adalajh ajang silaturahmi juga baik dengan blogger pro dan newbie. Bukankah mempunyai banyak jaringan itu menyenangkan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebetulnya dibuat listicle juga biar lebih padat, kan? Mantaplah bisa menulis iklan dengan gaya sendiri dan tetap banyak yang baca. Keren deh, Mas Bim~ Hehehe, ya buktinya gue yang pengin berhenti, tapi malah nggak bisa. :(

      Semua yang mahir, dulunya pernah jadi pemula. Kenapa harus sombong begitu? Wqwq. Iya, pasti tetep ada pembacanya masing-masing. Yap, kalau semuanya seragam jelas membosankan. :))

      Yang gue perhatikan, mereka tetap kumpul sama lingkarannya masing-masing. Jadi nggak semuanya berbaur dan menyatu gitu. Halah. Tapi ya, itu tetep ada sisi positifnya. Ikut acara bisa sekalian silaturahmi. Hehe. Meskipun gue betul-betul merindukan kopdar yang buat senang-senang. Bukan untuk cari uang, makanan, tentengan, dan seterusnya.

      Delete
    2. Iya sih, soalnya kita kayak nyeritain semua hal dalam listicle tapi lebih sederhana aja. Nyusun kayak gitu biasanya saya habis nyari informasi sampe 2 hari. Yah cukup menguras pikiran sih. Lanjutin aja yog, kalau itumalah bisa jadi penunjang skil nulis gak masalah.

      Nah iya kan yog. Kalau kita gdah ngerasa pro lebih baiknya ya ajarin yang newbie. Ingetinnya yang baik jangan malah ceribel (cerita belakang). Iya dong, sealay pun tulisan pasti ada aja yang baca kan.

      Saya gak mungkirin ini, kenyataannya emang iya. Kalau dah kopdar biasanya malah buat forum sendiri dengan sesamanya. Tapi balik ke kita aja, kalau bisa berbaur dengan semua, it's OK. Tapi jangan jadi blogger, di dunia nyata ngumpul tapi di dunia maya gak support. Adalah blogger kayak gini, saya sih liatin aja, sudah nge-BW aampe akar postingan malah gak pernah feedback.

      Delete
  28. Tulisan mas Yoga panjang juga ternyata *baru sadar setelah scrolling ke atas pas selesai baca tulisannya -_-

    Tapi saya larut dalam alur ceritanya, karena saya juga mengalami hal yang sama sejak dahulu kala *lama amat kayaknya ya -_-

    Saya pengen nulis, tapi nggak tau mau bikin tulisan apa. Pas saya nggak nulis, eh malah kangen rasanya bikin tulisan. Hidup kadang seaneh itu hahaha -_-

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dari dulu emang kebiasaan panjang, sih. Sayangnya, belum bisa diterapkan buat nulis novel. :( Ya, pas meninggalkan sesuatu yang biasa dikerjakan atau dilakukan pasti kangen. Makanya setiap hal butuh jeda. Halah.

      Delete
  29. emmm.. gue nggak akan menasihati kalau begitu. Cuma, menurut gue sih somehow break atau memutuskan untuk tidak terlalu rajin atau seintens dulu dalam melakukan apa yang kita suka atau bahkan benci adalah solusi yang cukup bijak untuk mengusir kejenuhan. Kalau gue... udah beberapa minggu ini nggak buka socmed apapun sama sekali. Padahal dulu rajin banget mantengin timeline sampe ketergantungan.

    Btw, poin kedua bener tuh. Lo rajin banget yak kalau ada kopdar2 an :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, mengurangi kegiatan yang rutin dilakukan biar ada rasa rindu gitu. Hmm, nggak rajin juga, sih. Emang demen ketemu atau kumpul atau main bareng temen blog. Gue nggak punya temen di deket rumah soalnya. Wqwq.

      Delete
  30. Memulai emang sulit. Mungkin, gue juga salah satu orang yang sulit untuk mulai menulis. Apalagi kalo keinginan menulis dan mood lagi gak sesuai. Pengin doang, tapi gak mood. Yaudah gak jalan. Itu yang paling menyebalkan sih. Lain-lainnya masih banyak lagi.

    Kalo gue pribadi sih lagi suka-sukanya sama dunia blog yang sekarang. Udah mulai kembali secara perlahan. Semoga bisa balik semenyenangkan dulu, sih. Aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sedihnya, masih banyak yang bilang, "Ah, nulis mah gitu doang." Wqwq. Padahal nulis butuh mikir gimana menyusun kalimat yang ada di kepala itu, hingga jadi sebuah tulisan. Berusaha bikin tulisan yang menarik, biar pembaca mau meluangkan waktu untuk membacanya sampai habis. Dan seterusnya~

      Aamiin.

      Delete
  31. yang nomer 3 saya rasa kalau orangnya gak dikasih tau mungkin dia gak bakal sadar, makanya bagi dia, dia merasa oke oke aja nulis kek gitu, yahh yang gak pernah kita sadari malah disadari oleh orang lain kan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, perlu ada yang menegurnya dengan kritik. Sepertinya susah untuk introspeksi. :)

      Delete
  32. Saya sendiri sebenarnya sudah benci menulis. Tapi karena sudah terlanjur itu yang membuatnya malas berhenti.
    Ah jangan semua hal patokannya uang, matre. Ya, menulis saja, jika ada job ya dinikmati saja.
    Jujur sebenarnya saya takut menulis, takut kebablasan yang nanti ujung-ujungnya penjara. Ya, harus pintar-pintar punya remlah. Jangan semua serba dituliskan.
    Justru menulis itu kita jadi tahu letak kesalahan dalam menulis, dan nantinya bisa memperbaiki diri. Tidak ada yang namanya orang pandai menulis tanpa mau menulis.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tercemplung dan sudah basah banget, ya? Wahaha. Wah, itu kalau nulis isu-isu sensitif apalagi berbau SARA emang bahaya, sih.

      Yoi, jam terbang menulis memang berpengaruh. Dan tanpa mau membaca kalau boleh menambahkan.

      Delete
  33. Suka sama tulisannya, panjang dan tidak membosankan. Coba deh buat novel. Semangat ya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oke, nanti saya coba lagi deh buat bikin novel. Hahaha.

      Delete
  34. Gue sempet kaget baca judulnya, Yog. Soalnya dua kata itulah yang membuat hidup gue hambar banget beberapa bulan belakangan ini.

    Paragraf kedua di atas itu sama apa yang gue alamin. Buka laptop aja males, apalagi mesti nuangin kalimat ini itu. Ujung-ujungnya takut sama hasil tulisannya. Dan yang lo alamin juga gue alamin kok, emang nulis itu ribet dan sulit. Haha. Tapi ternyata efek setelahnya itu lho Yog, yang bikin gue mikir, "anjir, kok bisa berasa lega gini abis nulis?" Sayangnya, gue selalu lupa efek itu. Yang diinget malah hambatan dalam mulai menulis. Gila deh itu mah. Kalo hambatannya lebih besar, ya jadinya cuma tumpukan draft.

    "Menulis seakan-akan menjadikan gue orang yang sok tahu dan sok pintar" --> ya, kurang lebih ini juga yang menyebabkan gue vakum berbulan-bulan. Gua terlalu mikirin pendapat orang lain, padahal belum tentu benar adanya. Dan gue sungguh beruntung lo sempet ngingetin gue tentang ini, jadinya sekarang gue nulis ya emang untuk ngeluarin sampah di kepala aja, hehe.

    Gue nulis untuk ngerasain lagi efek "kelegaan" itu, sesuatu yang mungkin ga dirasain sama yang bukan bloger. Sepanjang kita nulis apa yang kita rasa dan pikirin, menurut gue itu bentuk kejujuran yang bertindak sebagai obat penyembuh. Sekarang, gue ngerasa nothing to lose. Toh gue ga terbebani dengan tuntutan ini itu, syarat ini itu. Gue bisa tersenyum lega baca hasil tulisan sendiri.

    Tulisan yang bagus itu relatif kok, masing-masing bloger punya persepsi sendiri. Dari sisi pribadi, gue anggep tulisan lo ini bagus kok. Gaya penulisan lo semakin berkembang. Mengenai keinginan lo berhenti menulis, itu wajar, karena gue sendiri pun pernah demikian. Hampir dua kali gue berencana pengen nutup blog untuk selamanya. But in the end... gue kembali lagi, dengan beragam cara. Akhirnya gue sadar, menulis udah jadi kebutuhan gue, Yog. Kebutuhan, bukan tuntutan. Vakum seolah menjadi fase untuk ngingetin gue bahwa menulis adalah cara untuk menyalurkan passion. Tanpa passion, hidup berasa hampa.

    So, gue berharap teori ini juga berlaku buat lo. Just enjoy your time. Saat lo merasa butuh nulis, lo akan kembali dengan artikel-artikel selanjutnya, tanpa terbebani. I'll be waiting for that, as a commentator, or just a silent reader in your blog :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Entahlah, gue juga bisa-bisanya lupa sama kelegaan setelah menulis itu. Yang sering mampir ke kepala cuma keruwetan kata-kata yang minta disusun, tapi bayangin duduk lama depan laptop 1-2 jam cuma ngetik dan ngetik dan ngetik yang bikin malas memulainya. Apalagi kalau ada beban, kudu bagus dan sempurna tulisannya. Semakin nggak jadi-jadi nulis. Bahaha.

      Bagaimanapun, pasti kembali lagi, ya. Seolah menulis atau ngeblog adalah lautan. Lalu gue ialah salah satu ikannya, yang nggak bisa lama-lama meninggalkan laut itu. Sialan! Pasti mesti balik lagi ke lautan. Gue butuh air untuk terus hidup. XD

      Terima kasih, Bay, sudah rela menunggu tulisan gue. :D

      Delete
  35. persoalannya sama, Yog. ketika berhasil lawan malas, mikirn pembuka yang memantik penasaran, mau dibawa ke arah mana, endingnya kayak gimana, ada yang bisa diambil gak dari tulisan yang kita buat.
    sama kaya postingan gue dulu, yang semakin banyak tau semakin takut
    http://tomiazami.blogspot.com/2016/01/makin-banyak-tahu-makin-takut.html

    alasan nomor 2 itu gue anju wqwq~

    wah sudah sampai fase ada keinginan jadi pembaca aja. mungkinn gue sotoy, tapi lo nyampe fase karena udah icip semua cabang di dunia ini. nulis iklan, dateng ke event, dan mungkin setelah tau seluk beluk dunia literasi dan penerbit. jadi jenuh sendiri. (karena terserah mau komen apa, yha qu sotoy ajha, bg)

    soal ngecoh kesepian, kalau gue sih motoran gak jelas. cari jalan baru, "jalan ini tembusnya mana ya?"
    tiap orang emang beda-beda sih. jadi kalau cara lo mengecoh kesepian dengan menulis yang gak ada tuntutan atau kriteria tertentu ya monggo alias serah lu, bg wqwqw

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semakin banyak tahu, semakin merasa bodoh juga. Makanya, ketika merasa bodoh, bacalah buku. Ketika merasa pintar, bacalah buku lebih banyak. Itu kutipan siapa gue lupa. Haha.

      Iya, hidup untuk pembaca buku aja. Rasanya nggak perlu bikin novel, kumcer, atau apalah itu. Wqwq. Tapi mungkin pemikiran gue bisa berubah seiring waktu bergerak. Gue nggak tahu gimana nantinya, Tom. :)

      Wqwq, tiap orang punya cara menipu kesepiannya masing-masing.

      Delete
  36. sama seperti yang saya alami

    ReplyDelete

—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.