Di Antara Tanda Kurung

Sebulan lalu ada yang sempat bertanya kepada saya tentang buku-buku favorit dengan alasan personal, dan tanpa perlu menyebutkan ulang daftarnya di sini, saya tiba-tiba berusaha menegok kembali jawaban itu sambil merenunginya, sampai-sampai muncul hasrat untuk merevisinya sebab jawaban tersebut mestinya bisa lebih baik lagi. Meski begitu, ada satu buku yang rasanya tetap tidak tergantikan dari kepala saya, yakni Between Parentheses garapan Roberto Bolano.

Buku itu mayoritas berisi jurnal, esai, dan pandangan sang penulis terhadap dunia sastra, khususnya di Amerika Latin. Walaupun banyak nama penulis ataupun judul buku yang tidak saya ketahui dalam tulisannya itu, saya tetap senang sekali membacanya karena ini bagaikan mengintip catatan rahasia. Dengan kata lain: seolah-olah saya baru saja menemukan harta karun. Habisnya saya diberikan banyak banget rekomendasi oleh Bolano, yang rasa-rasanya tak akan habis daftarnya sampai lima tahun ke depan.

Setelah merampungkannya, saya kira beberapa tulisan dalam buku itu sebetulnya tidak diniatkan untuk konsumsi publik lantaran isinya benar-benar teramat personal. Saya pun entah kenapa membayangkan begini: pihak penerbit menggeledah arsip komputer Bolano dan langsung menyalin semuanya, lantas membukukannya tanpa menyortir lagi isinya. Anehnya, catatan pribadi itu bisa-bisanya ditulis dengan sangat menakjubkan. Karena rasa kagum saya terhadap tulisannya begitu meluap-luap, saya pun iseng menerjemahkannya. Ya, hitung-hitung buat melatih kemampuan saya dalam mengalihbahasakan teks. Daripada saya terlalu banyak basa-basi, inilah hasil terjemahan suka-suka saya:



Geng Terbaik

Jika aku harus merampok bank dengan penjagaan paling ketat di Eropa dan aku dapat menentukan mitra jahatku sendiri, aku akan memilih geng berisi lima penyair, tak perlu dipertanyakan lagi. Lima penyair sejati, Apollonian atau Dionysian, tetapi selalu real, siap untuk hidup dan mati seperti penyair. Tak ada seorang pun di dunia ini yang seberani seorang penyair. Tak seorang pun di dunia ini menghadapi kemalangan dengan lebih bermartabat dan pengertian. Mereka mungkin tampak lemah, para pembaca Guido Cavalcanti dan Arnaut Daniel ini, para pembaca dari pembelotan Archilochus yang memilih jalan melintasi tanah tulang-belulang. Mereka bekerja di kehampaan dunia, seperti astronot terasing di planet antah-berantah, di gurun tanpa pembaca dan penerbit, hanya konstruksi tata bahasa atau lagu-lagu tolol yang bukan dinyanyikan oleh manusia melainkan para hantu. Dalam perserikatan penulis, mereka adalah permata terbesar dan paling tidak dicari. Ketika beberapa anak terkecoh memutuskan jadi seorang penyair pada usia enam belas atau tujuh belas tahun, itu dijamin tragedi keluarga. Yahudi homo, separuh kulit hitam, separuh Bolshevik: pengasingan penyair Siberia cenderung membuat malu keluarganya juga. Pembaca Baudelaire tak mudah berada di sekolah menengah, atau dengan teman sekolah mereka, apalagi dengan guru mereka. Tapi kerapuhan mereka menipu. Begitu juga dengan humor mereka dan pernyataan cinta mereka yang berubah-ubah. Di belakang front bayangan ini mungkin merupakan orang-orang paling tangguh di dunia, dan pastinya yang paling berani. Bukan tanpa alasan mereka adalah keturunan dari Orpheus, yang mengatur serangan untuk Argonauts dan yang turun ke neraka dan muncul lagi, kurang bernyawa dibandingkan sebelumnya, tapi tetap hidup. Jika aku harus merampok bank dengan pertahanan terkuat di Amerika, aku akan memilih segerombolan penyair. Upaya tersebut mungkin akan berakhir dengan malapetaka, tapi bakalan indah.


Tentang Sastra, Penghargaan Sastra Nasional, dan Penghiburan Langka dari Kehidupan Menulis 

Pertama-tama, agar tidak ada kesalahan lagi: Enrique Lihn dan Jorge Teillier tidak pernah menerima Penghargaan Sastra Nasional. Lihn dan Teillier sekarang sudah mati.

Lalu, untuk masalah yang sedang dihadapi. Disuruh memilih antara wajan dan api, aku memilih Isabel Allende. Pesona hidupnya sebagai orang Amerika Selatan di California, tiruannya terhadap García Márquez, keberaniannya yang tidak perlu dipertanyakan lagi, cara tulisannya berkisar dari murahan hingga menyedihkan dan mengungkapkannya sebagai semacam versi Amerika Latin dan versi kebenaran politis dari penulis The Valley of the Dolls: semua ini, meskipun mungkin tampak sulit dipercaya, membuat karyanya sangat unggul dari karya pendorong kertas* seperti Skármeta dan Teitelboim.

Dengan kata lain: Karya Allende itu buruk, tapi tetap hidup; penderita anemia, seperti kebanyakan orang Amerika Latin, tapi tetap hidup. Ia tidak akan hidup lama, seperti kebanyakan orang sakit, tapi untuk saat ini ia hidup. Dan selalu ada kemungkinan keajaiban. Siapa yang tahu? Hantu Juana Inés de la Cruz bisa muncul di hadapan Allende pada suatu hari dan memberinya daftar bacaan. Atau hantu Teresa dari Avila. Atau kalau semuanya gagal, hantu Emilia Pardo Bazán. Tidak ada harapan seperti itu untuk karya Skármeta dan Teitelboim. Bahkan Tuhan tidak bisa menyelamatkan mereka. Namun, untuk menulisaku bersumpah aku membacanya di surat kabar Chilibahwa kita perlu bergegas dan memberi Allende Penghargaan Nasional sebelum dia memenangkan Nobel bukan lagi hanya lelucon konyol, tetapi bukti bahwa penulis pengeklaim semacam itu adalah idiot kelas dunia.

Apakah benar ada orang tak berdosa yang berpikir seperti ini? Dan apakah orang-orang yang berpikir seperti ini sebenarnya tidak bersalah atau hanya inkarnasi dari kebodohan yang tidak hanya melanda Chili melainkan juga di seluruh Amerika Latin? Belum lama ini, Nélida Piñonnovelis Brasil yang terkenal dan pembunuh berantai dari para pembaca**—mengatakan bahwa Paulo Coelho, sejenis opera sabun versi dukun Rio dari Barbusse dan Anatole France, harus diterima di Akademi Brasil karena dia telah membuat bahasa Brasil dikenal di seluruh dunia. Seolah-olah “bahasa Brazil” adalah esensi yang dikuduskan, mampu menahan terjemahan apa pun, atau seolah-olah pembaca yang telah lama menderita di metro Tokyo berbicara bahasa Portugis. Omong-omong, apa itu “bahasa Brazil”? Kau mungkin juga berbicara tentang bahasa Kanada, atau bahasa Australia, atau bahasa Bolivia. Benar, ada penulis Bolivia yang tampaknya menulis dalam bahasa “Amerika,” tetapi itu karena mereka tidak tahu cara menulis dalam bahasa Spanyol atau Kastilia dengan baik, meskipunbaik atau burukmereka pada akhirnya memang menulis dalam bahasa Spanyol.

Sampai di manakah kita? Itu benar, Coelho dan Akademi dan kursi kosong yang akhirnya diberikan kepadanya, bentuk terima kasih antara lain untuk memopulerkan “bahasa Brazil” di seluruh dunia. Sejujurnya, membaca yang satu ini mungkin mendapatkan gagasan bahwa Coelho memiliki kosakata (Brasil) yang setara dengan “bahasa Irlandia” Joyce. Salah. Prosa Coelho, dari segi kekayaan leksikal, dari segi kekayaan kosakata, adalah miskin. Apa kelebihannya? Sama seperti Isabel Allende. Dia menjual buku. Dengan kata lain: dia adalah seorang penulis yang sukses. Dan di sini kita sampai pada inti masalahnya. Penghargaan, kursi (di Akademi), meja, tempat tidur, bahkan pot kamar emas, tentu saja, milik mereka yang sukses atau mereka yang berperan sebagai juru tulis yang setia dan penurut.

Anggap saja kekuatan, kekuatan apa pun, baik sayap kiri atau sayap kanan, jika dibiarkan sendiri hanya akan memberi penghargaan kepada juru tulis. Dalam skenario ini, Skármeta sejauh ini menjadi yang favorit. Jika kita berada di Moskow neo-Stalinis, atau Havana, penghargaannya akan diberikan kepada Teitelboim. Itu membuat aku takut (dan membuatku sakit) hanya untuk membayangkannya. Tetapi kesuksesan juga memiliki juara: semua orang bermental kerdil yang mencari perlindungan, yang legiun. Atau semua penulis yang mengharapkan bantuan dari Isabelita A. Pokoknya, terpaksa memilih di antara ketiganya, aku akan mengambil Allende juga. Tapi jika itu terserah aku, aku akan memberikan penghargaan kepada Armando Uribe, atau Claudio Bertoni, atau Diego Maquieira. Sejauh yang aku ketahui, salah satu dari mereka telah menghasilkan karya yang lebih dari layak untuk kehormatan seperti itu. Aku akan diberi tahu bahwa ketiganya adalah penyair dan tahun ini giliran novelisnya. Siapa yang pernah mendengar aturan bodoh semacam itu, tak tertulis atau sebaliknya? Untuk waktu yang lama, Nikaragua menghasilkan penyair hebat, dari Salomón de la Selva tua hingga Beltrán Morales. Novelis dan penulis prosa, di sisi lain, kekurangan pasokan, kebanyakan dari mereka juga sama sekali bisa dilupakan. Menurut logika terbelakang ini, sekelompok penyair yang brilian seharusnya berbagi penghargaan dengan sekelompok penulis prosa dan novelis yang lebih rendah. Inilah hal pertama tentang Penghargaan Sastra Nasional yang harus diubah. Dan mungkin itu satu-satunya hal yang berubah. Penulis muda tanpa keberuntungan dan hanya nama mereka yang membuatnya masih tertinggal dalam kedinginan dan akan terus ditinggalkan dalam kedinginan, di mana orang yang dikuduskan dan berpuas diri memburu mereka. Demi para penulis muda ini, dan demi mereka sendiri, mungkin tidak ada gunanya mengatakan lebih banyak. Berpuas diri cenderung cepat marah, tetapi mereka juga pengecut. Argumen mereka adalah argumen medioker dan ketakutan dan bisa dibongkar dengan tawa. Sastra Chili, yang begitu bergengsi di Chili, hanya dapat membanggakan lima nama yang pantas dikutip: ingat ini sebagai latihan kritis dan mengkritik diri. Ingat juga, bahwa dalam sastra kau selalu kalah, tetapi itu berbeda, perbedaan yang sangat besar, terletak pada kekalahan sambil berdiri tegak, dengan mata terbuka, tidak berlutut di pojokan berdoa kepada Rasul Yudas dengan gigi gemetar.

Mungkin sekarang sudah jelas bahwa sastra tidak ada hubungannya dengan penghargaan nasional dan segala sesuatu yang berhubungan dengan keanehan hujan darah, keringat, air mani, dan air mata. Terutama keringat dan air mata, meski aku yakin Bertoni akan menambahkan air mani. Aku tak bisa mengatakan di mana sastra Chili sesuai. Aku juga tidak peduli. Itu harus dikerjakan oleh penyair, novelis, penulis naskah, kritikus sastra yang bekerja dalam dingin, dalam kegelapan; merekayang saat ini jumlahnya sedikit atau tidak sama sekali berdampingan dengan burung merak yang mengigal***akan menghadapi tantangan untuk membuat sastra Chili menjadi sesuatu yang lebih layak, lebih radikal, lebih bebas dari tipu muslihat. Bersama-sama atau sendirian, mereka adalah orang-orang yang dipanggil untuk membentuk sastra Chili menjadi sesuatu yang masuk akal dan visioner, sebuah latihan kecerdasan, petualangan, dan toleransi. Apa-apaan itu, jika segala tentang sastra tidak ditambah dengan kegembiraan?

--

*) Pendorong kertas yang teks aslinya paper-pushers ini berarti seseorang yang bekerja di kantoran dan melakukan pekerjaan yang tidak dianggap penting. Jadi, mungkin istilah ini diberikan kepada penulis-penulis yang cuma mengisi kertas, tetapi tulisannya tak penting.

**) Saya bingung dengan kalimat serial killer of readers, apakah itu artinya dia betulan pembunuh berantai atau hanya kiasan karena berhasil membunuh pembacanya lewat kata-kata? Saya kira itu yang kedua, sih.

***) Mengigal: membentangkan bulu-bulunya. Sejujurnya, saya masih belum tahu apakah frasa strutting peacocks itu merupakan idiom atau bukan. Saya sudah mencoba berselancar di internet buat mencarinya, tapi tak kunjung menemukan pencerahan. Jadilah saya terjemahkan apa adanya.

--

Jika ada yang membaca bukunya juga, jangan sungkan ya untuk mengoreksi terjemahan ala kadarnya ini.
 
Gambar saya peroleh dari: https://www.dazeddigital.com/tag/roberto-bolano

6 Comments

  1. pas pageant session salah satu Miss Meksiko, dia nyebut nama ini sebagai salah satu inspirasinya
    emang keren banget si Roberto Bolano ini
    keberanian speak upnya berisi bikin ternganga
    tapi memang sastra adalah kritik dan autokritik yang sebenarnya engga bisa lepas.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mas Ikrom tampaknya gemar sekali menonton acara Miss Universe gitu, ya? Atas keberaniannya dalam bersuara dan seakan-akan memberontak itu, kini dia jadi salah satu penulis favorit saya. :D

      Delete
  2. Pilihan buku2mu, udh level atas. Dibandingin Ama aku yg cuma baca thriller suspense ato sebatas buku2 Eka Kurniawan, Tere Liye atopun sastra angkatan 20an, itu jd jomplang kayak langit dan bumi 🤣🤣🤣. Jujur aku ga tau 1 pun pengarang2 di atas Yog 😓😅. Kurang jauh mainku.



    ReplyDelete
    Replies
    1. Mbak, sejujurnya yang disebutkan oleh Bolano itu juga banyak yang enggak saya tahu, kok. Hahaha. Sebatas tahu Garcia Marquez dan Paulo Coelho aja. Apa yang Mbak Fanny baca pun, saya yakin sih banyak yang enggak saya ketahui juga. Bukan berarti beda antara langit dan bumi. XD

      Tapi menyebut nama-nama begini kan semacam kasih rekomendasi, jadi kadang saya cari tahu deh. Itu Kang Eka juga sering menyebut buku dan nama penulis yang cukup asing buat saya di blognya. Nah, dari situlah saya dapat referensi. Ehe.

      Delete
  3. Merasa terpanggil, sepertinya tulisan ini kelewat reading list blog saya. Ha ha ha.

    Untuk tulisan pertama, saya sudah pernah membacanya. Direkomendasikan oleh Eka Kurniawan sebagai kalkmat pembuka esai favoritnya. Tulisan kedua tentu sangat baru untuk saya. Dengan referensi yang seadanya, saya bacanya manggut-manggut aja

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh iya, sama Kang Eka sempat disebut. Saya yang tadinya lagi di halaman awal-awal, langsung loncat ke bagian itu. Hahaha.

      Semoga sih tetap paham maksud Bolano sekalipun enggak tahu nama yang dia sebutkan. XD

      Delete

—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.