Jika ada cara untuk kembali, aku kira jalan satu-satunya adalah duduk dan membaca ulang komentar mereka yang terukir di dinding rumahku. Tak perlu ada lagi penyesalan. Cukup menerima aku yang lawas berwarna gejolak api hingga musim hujan menjadikannya arang dan abu.
Aku ingin menjelma segayung air yang bertugas menyiram semua yang telah berlalu itu sambil berharap tiap tetesnya bisa menggantikan bensin yang harganya dipermainkan pemerintah dan membawaku pulang dari antah berantah.
Kalau hidup tadinya hanya untuk hari ini dan besok sebab masa depan masih berwujud barang rongsok, setidaknya izinkan aku menghapus kekosongan kemarin dengan menambahkan lusa atau bahkan minggu depan sebagai harapan. Walaupun mungkin hidup sejahtera masih berbentuk kapan-kapan.
Seperti katamu, kekayaan mirip barang yang sedang dibawa kurir pada tanggal-tanggal promo. Ditunggu-tunggu hari ini, besok, ataupun lusa, ia tetap tak kunjung datang. Barangkali kurirnya sedang mogok kerja karena tarif per paket semakin murah.
Nilai manusia kelas bawah semakin tak ada harganya, ujarmu spontan kala sedang membaca berita, padahal seharusnya kelas-kelas cukup ada di sekolah/kuliah. Tak perlu berlanjut lagi setelah lulus.
Sebagai orang yang beberapa tahun lalu gagal menjadi sarjana, aku cuma bisa tertawa. Aku sedang malas beropini. Tapi andaikan gelar memang sepenting itu di mata masyarakat ataupun untuk memperoleh pekerjaan yang layak dengan gaji di atas UMR, aku sempat berpikir menjadi orang suku pedalaman yang tak pernah duduk di bangku sekolah. Tak punya uang. Makan dan minum hanya mengambil dari alam. Jauh dari teknologi. Mungkin aku tak tahu apa-apa tentang dunia luar, tapi sepertinya hidup bakalan asyik dan bahagia.
Di paragraf ini akhirnya aku menemukan cara lain untuk kembali. Sebagaimana suku pedalaman yang tak perlu tahu dunia luar, aku mungkin cuma perlu mengecat ulang dinding yang tertulis aneka komentar dengan warna puisi sekalipun nanti mereka (bahkan diriku sendiri) bakal mencoretnya lagi dengan pilox: itu bukan puisi, itu omong kosong!
Namun omong kosong pun ternyata bisa mengisi kekosongan di hati yang lagi capek-capeknya, bukan?
Meski aku tak ingat di mana, kapan, dan mengapa aku membiarkan seseorang di dalam diriku terpuruk dan terpenjara di dalam gua yang bukan berada di gunung tinggi sunyi tempat hukuman para dewa sebab itu lirik lagu Kera Sakti, melainkan gua yang kurancang sendiri di imajinasi kelam, aku malam ini memutuskan ingin bebas.
Seandainya kebebasan ini cuma sementara, sewaktu-waktu aku kembali pasrah dan ingin menyerah, atau merasa gagal buat menyelamatkan diri sendiri sambil meratap dan memutar lagu Drown - Bring Me the Horizon terus-menerus (meyakinkan diri kalau penderitaan hidup yang tak bisa membunuhku malah membuatku ingin segera mati), semoga selalu ada cara untuk kembali—sebelum Dia memintaku untuk benar-benar pulang.
Tadaima!
—
Berbagai racauan sejak Agustus hingga Oktober yang akhirnya berani ditampilkan ketika kondisi diri merasa sedikit lebih baik. Gambar Tsubasa Hanekawa diambil dari komik serial Monogatari buat pemanis tulisan suram ini.
2 Comments
Huft.. cukup melelahkan rasanya karena mengetahui tentang dunia ini dan kita lah bagian dalam peran dunia ini. Bahkan untuk merasa asyik dan bahagia saja butuh usaha dan kerja keras, seperti berusaha melepaskan segala kepenatan pikiran tentang masa lalu, tentang yang masih menempel di benak, tentang yang belum diterima, dan tentang harapan kedepan yang masih belum ada. Entahlah.. Jalani dan menikmati capek-capeknya hidup rasanya cukup untuk menjadikannya asyik. Asyik yang berkecamuk :p
ReplyDeleteMemasuki masa di mana orang2 harus mulai hati2 banget merencanakan sesuatu trutama keuangan 😔. Apalagi yg punya cicilan di bank Yog 😅. Aku ngerasain banget ini 😂. Biasanya masuk bulan nov, aku udh ready Ama macam2 strategi utk target2 di THN depan.
ReplyDeleteTapi skr boro2. Masih ragu bikin target, saking banyak kondisi abu2 kedepannya . Cuma kayak komen di atasku ini, nikmatin aja dulu, ikutin arus, mau separah apapun. Yg penting bertahan survive, baru mikirin buat maju lagi 😊
—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.