Gelap dan Terang

I

Adakah yang lebih puitis dari terbangun pada tengah malam untuk membuang dosa? Kujawab, ada dan banyak, tapi tak sebanyak manusia digital yang mampu membuang ponselnya ke hutan dan memilih tinggal di dalam gua.

Adakah malam yang lebih kelam dari hari ini? Aku tak punya jawaban. Aku belum sanggup menengok masa depan. Sejauh yang kutahu, belum ada kegelapan yang dapat menutupi cahaya. Baru malam ini saja cahaya itu berhenti datang.

Katamu, cahaya telah dibunuh oleh bahaya. Kini ia sedang mengambil alih tugas terang. Ia tak mau lagi menyinari kita, melainkan ingin mengajak berperang.

Aku tak mau ada pertumpahan darah, ujarku, kita masih bisa berunding dan langit akan kembali cerah.

Kala aku sedang mencoba menawarkan perdamaian, saat itulah depresi diam-diam menyerang. Aku spontan melompat mundur, tetapi lengan kiriku terkena sabetan parang.

Saat melihatku terluka, kau segera melayangkan protes, kenapa musuh bisa-bisanya berbuat curang, apalagi sampai menculik senang dan girang.

Kau mengamuk. Hanya sumpah serapah yang terucap. Namun, kesedihan lekas mengeluarkan pistol dan menembak tepat di hatimu, dan peluru nestapa telanjur menancap.

Kau terjatuh, kesakitan, dan mengerang. Dengan tangkas aku langsung menyeret tubuhmu kembali ke dalam sarang. Tak ada yang bisa kita lakukan lagi selain bersembunyi dari realitas. Satu jam segera berlalu dan artinya malam telah tuntas. Begitu pula nyawamu.

Tak ada yang bisa aku perbuat selain meradang. Kata maaf sudah tak berlaku lagi. Aku tak kuasa menahan berang. Mungkin inilah pertama kalinya dalam hidup, aku menghabiskan malam tanpa setitik benderang.




II

Aku ingin kemarahanku menjadi api yang membakar semangatku. Bukan melukai orang lain, bukan pula menghanguskan rumah.

Ada sesosok monster di tubuhku yang selalu lepas kendali ketika amarah itu meninggi. Aku takkan pernah bisa membunuhnya. Tapi aku tahu, aku dapat menjinakkannya.

Jika ditangani dengan benar, dia tidak akan bikin onar. Dia akan memancarkan sinar yang mampu membuatku maupun kau panar.

Konon manusia membutuhkan kegelapan demi menemukan cahaya. Aku juga tak mungkin hidup tanpa bayangan. Aku tidak bisa menutupi seorang pendosa pada waktu silam. Aku berusaha menyembunyikannya dari siapa pun, tapi aku ingin dia tetap ada sebagai pengingat karena masa lalu adalah fondasi. Agar hari ini aku bisa terus membangun gedung yang memiliki banyak fungsi.

--

Gambar dicomot dari Pixabay.

2 Comments

  1. "Jika ditangani dengan benar, dia tidak akan bikin onar. Dia akan memancarkan sinar yang mampu membuatku maupun kau panar."


    Ini kamu bisa banget sih nulis berima hahahahha. Aku sampe cari tau arti kata panar. Tercengang yaaa ternyata. Dapat kosa kata baru lagiiii :D.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ditulis pada zaman-zamannya senang berpuisi dan giat berlatih menciptakan rima, Mbak. Sekarang mungkin kemampuannya merosot jauh karena udah jarang latihan bikin puisi.

      Delete

—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.