Retrofili

—Ya Allah, Tsubasa Honda dan Lisa Blackpink  bisa satu frame. Perpaduan yang sungguh aduhai.

—Bisa ya kamu lagi berduaan sama pacar, tapi masih tetap mainan HP dan memuji cewek lain.

—Kamu apaan, sih? Kamu kan tadi makannya belum kelar, sedangkan aku selesai duluan, makanya aku pilih main HP. Masa aku harus ngajak kamu ngobrol? Kalau nanti kamu keselek, gimana? Lagi pula, cewek lain apa? Dia kan termasuk idola. Jangan bilang, ini kamu lagi cemburu?

—Enggak, siapa yang cemburu?

—Ya, baguslah kalau begitu. Toh, mereka enggak akan bisa diraih.

—Seandainya mereka bisa diraih, kamu bakal pilih mereka, kan?

—Ya Allah, pertanyaanmu ngawur. Enggak penting buat dijawab.

—Enggak penting buat dijawab? Atau karena jawabannya sudah jelas? Kamu pasti pilih mereka yang lebih mulus dan cantik.

—Kayaknya ketika kamu lagi memuji idolamu, khususnya oppa-oppa Korea, aku enggak pernah mempermasalahkan mereka sama sekali.

—Alah, bullshit, buktinya kamu pernah tuh meledek si Firsa.

—Tapi aku enggak mempermasalahkan fisik dia, aku cuma mengkritik suara dia yang fals dan tulisannya kurang asyik dibaca.

—Kamu sendiri memangnya bisa nyanyi? Apa tulisanmu sudah cukup bagus?

—Apa aku harus jadi penyanyi dulu untuk membedakan antara suara yang enak didengar dan yang fals? Soal tulisan, kamu sendiri yang pernah memuji begitu.

—Kapan aku pernah memuji tulisanmu lebih baik ketimbang dia?

—Waktu aku pertama kali main ke rumahmu. Aku iseng ambil salah satu buku dia di rak, terus pengin coba baca karena penasaran kenapa kamu bisa sesuka itu sama dia. Ingat?

—Aku rada lupa. Aku bilang apa waktu itu?

—Awalnya aku bilang tulisan dia itu enggak bercerita. Gaya bertuturnya jelek banget. Diksinya maksa untuk puitis. Daripada disebut novel, buku dia lebih cocok dianggap kumpulan kutipan. Saat itu, entah betulan memuji atau khilaf, kamu sempat bilang bahwa tulisanku di blog lebih enak dibaca.

—Mungkin aku khilaf. [suara tawa] Itu yang kamu baca buku pertamanya dia, bukan?

—Aku enggak tahu itu buku keberapa, bahkan enggak peduli. Intinya mah tulisan dia jelek.

—Seingatku memang buku debutnya yang kamu baca waktu itu. Menurut aku wajar sih, namanya juga karya pertama. Pasti banyak kekurangannya. Sebelum menyimpulkan tulisan dia jelek, coba kamu baca buku dia yang lain dulu.

—Ogah.

—Ya, terserah kamu. Seenggaknya sih di mataku dia masih jauh lebih baik ketimbang kamu yang merasa tulisannya oke, tapi nyatanya belum punya karya satu pun.



Pemuda A tiba-tiba terkenang percakapan dua tahun silam bersama mantan pacarnya. Kalimat terakhir dari mantannya itu langsung membuatnya bungkam dan tak mampu berdebat lagi. Kalimat itu pun masih terasa menusuknya hingga saat ini. Sayangnya, dia benar-benar sudah lupa apa kejadian yang terjadi selanjutnya. Apakah dalam perjalanan pulang mereka saling membisu? Apakah mantan pacarnya sempat meminta maaf atas ucapan getirnya tersebut?

Yang masih terekam jelas di memorinya ialah dua bulan setelah percakapan itu: mereka putus. Tentu karena persoalan lain dan tak ada sangkut pautnya dengan pembicaraan hari itu.

Sampai hari ini pemuda A tak pernah menyesali keputusannya untuk mengakhiri hubungan mereka. Namun, malam ini dia justru membayangkan satu hal dan menuliskannya di catatan:

“Jika kita masih bersama, aku pasti sedang mengejek selera bacaanmu yang buruk, sebab bisa-bisanya betah membaca semua buku Firsa Bahari; sedangkan kamu akan gantian membalas bahwa aku pembual paling berisik dan sok asyik yang tak punya keberanian menerbitkan tulisan-tulisannya menjadi sebuah buku.”

--

Gambar diambil dari Pixabay.

30 Comments

  1. Saya baru tau kalo arti dari Retrofili ini adalah orang yang sangat senang mengingat masa lalu. Mungkin salah salah satunya. Hahaha.

    Membaca ini saya jadi ingat seseorang, saya memanggilnya Mas Jogja, yang juga suka menjelekkan Firsa Bahari dari segi lagunya. Saya ingat dia bilang, "Aku nggak mau ya kalo kamu ajak nonton konsernya dia." Padahal saya juga gak ada niatan sama sekali buat ngajak karena saya tau dia nggak akan mau.

    Tapi anehnya, saya malah dengan sengaja ngasih dia bukunya Firsa Bahari pas dia ulang tahun. Entah buku itu dia baca atau enggak, saya nggak tau. Karena udah nggak bisa nanya apa-apa lagi ke dia. Wkwk. Betapa saya rindu ngobrol sama dia. Obrolan kecil yang menyenangkan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gue tahunya belum lama juga, sih. Awal tahun apa ya.

      Itu sebutan Mas Jogja karena dia domisili sana, kah? Hahaha.

      Itu enggak bisa nanya gara-gara diblokir atau gimana dah? Kalau dinilai dari keterusterangan dia yang enggak suka musiknya Firsa, terus malah lu kasih kado buku, mungkin aja buku itu enggak dibaca. Biasanya kalau udah enggak sreg sama karya seseorang, ketidaksukaannya bakalan sepaket.

      Delete
    2. Iya, sempat berdomisili di Jogja. Sekarang mah di Jakarta, tapi gue gak mau mengganti panggilan itu buat dia. Wkwk.

      Iya, diblokir, Yog. Karena ada suatu masalah dengan kehidupan percintaannya. Ya gapapa juga sih kalau nggak dibaca. Toh ketika gue udah ngasihin, ya itu hak dia mau dikemanain juga bukunya. Haha.

      Delete
    3. Betul, itu hak si penerima. Gue pun pernah menjual buku pemberian teman, ini malah orangnya yang nyuruh juga karena ternyata gue udah punya koleksi sebagian buku yang dia jadikan kado itu. Dijual buat beli buku lain. Haha.

      Delete
  2. ah, sayang sekali saya nggak ngalami kayak begitu. yang ada malah kami sama sama rebutan mengatai bukunya Fiersa Besari.

    btw, memangnya masih ada orang yang mau baca buku ala novel yang bercerita panjang dan runut dan mengharuskan pembaca ikut alurnya? prasaan semua buku yang diterbitkan karna faktor penulisnya terkenal itu dirancang berisi quote deh. jadi pas baca sejak lembar pertama, pembacanya langsung tersentak dan update di media sosial. sekalian mention penulisnya buat dinotice udah ikutan beli. nggak perlu lama2 nunggu selesai bukunya dibaca buat ngepromoin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. ((rebutan)) Terlalu kompak sampai segitunya.

      Setahu saya mah masih ada, Haw. Lagian kita ini termasuk penikmat cerita, kan?

      Jadi, sikap buat mention penulisnya entah untuk pamer atau dapat retwit tuh seakan-akan udah jadi kewajiban?

      Tulisan-tulisan saya enggak ada yang bisa dikutip pembaca kayaknya nih. Apalagi udah memutuskan berhenti merangkai sajak. Hahaha.

      Delete
    2. Nggak perlu diperjelas wahai trisniarti yang bumbu pecel buatan ibuknya gurih.


      Iya, masih ada kalo penulisnya emang penulis buku sebelumnya, tapi, untuk penulis yang berangkat dari miniblog (twitter), atau bidang lain, namun banyak pengikutnya, apa menulis seperti itu juga? kita tunggu bukunya Prilly latuconsina, quotable-an atau bercerita lepas ala-ala personal literatur/fiksi.

      Delete
    3. Mayang: teknik promosi yang bagus ya. Itu secara enggak langsung menjual nama atau tampang penulisnya dibanding isi tulisan. Biasanya berlaku buat yang selebritas.

      Haw: Hmm, fokus komentarmu memang ke arah sana ya. Sejauh ini sih memang ala-ala kutipan gitu yang saya perhatikan, Haw. Tapi kalau enggak salah ingat, buku sebagian komika dan Cindy Gula dulu jenisnya termasuk personal literatur, kan? Ya, meskipun ada bab lain yang enggak penting sebagaimana buku Radit, lelucon one liner, bahkan twitnya masuk ke buku. Tolong koreksi kalau salah, karena ingatan saya mulai memudar saking lamanya enggak mengonsumsi buku para pesohor.

      Delete
  3. Halooooooooooooooo............
    Kapan terakhir aku main ke sini? Haha.
    Aku seorang retrofili, haha, abis ingat-ingat masa lalu terus nangis sendiri. Tipikal orang yg sulit move on. Perlu waktu berbulan-bulan bahkan hitungan tahun. How pathetic 😔

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo! Saya kurang tahu, Ran. Bisa aja awal tahun, bisa juga tahun lalu. Saya enggak pernah tahu siapa aja pembaca di sini jika mereka termasuk silent reader. Apa kamu tiap main ke sini selalu komentar?

      Saya kayaknya belum pernah sampai nangis kalau perihal romansa dalam beberapa tahun terakhir. Ya, paling terasa sesak aja ketika mengenang. Move on dalam konteks punya pacar baru, atau sudah ikhlas dengan masa lalunya? Kalau yang pertama, saya termasuk lama juga, butuh lebih dari satu semester. Haha.

      Delete
  4. saya kira retrofili itu apa, ternyata cerita yang mengingat masa lalu toh wkwk agak nyesek ya percakapan terakhirnya, tapi jadi cambuk semangat juga mas biar segera membuat karya. semangat :)

    ReplyDelete
  5. Pokok percapakannya kok membuatku terasa mak deg gitu. Soalnya pengen banget nerbitin tulisan jadi buku tapi belum selesai-selesai draftnya. Semoga dalam dua bulan ini bisa dikit-dikit selesai. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga dalam dua bulan bisa kelar kabeh, Mas.

      Delete
    2. Aamiin. Ku berusaha nih ya hehehe 🙏👍

      Delete
  6. Orang tuh bisa jahat gitu ya mulutnya kalo udah gak suka. Wahahaha. *kabur

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mulut karakternya atau penulisnya yang jahat nih? Tapi kayaknya sama aja.

      Setahu gue sih sebagian orang suka mengekspresikan ketidaksukaannya. Ada yang terang-terangan di publik, ada yang cuma sama orang tertentu, ada yang disimpan sendiri.

      Gue cuma melihat fenomena yang terjadi di medsos kalau banyak yang menghujat dia, sekalipun penggemarnya masih jauh lebih banyak.

      Delete
  7. Dialog awal2 menggambarkan masalah kontemporer ketika punya pasangan ga saling ngerti konsep fanboying/fangirling.

    Jadi kebawa retrofilia juga nih, inget dulu ga pernah argumen sama selera bacaan (karena emang sefrekuensi), malah saling ngerekomendasiin. Yg paling diinget tentu saja "doujin hentai terbaik One Piece", sampai dianalisis detail haha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kasus semacam itu memang suka terjadi di sekitar.

      Gokil euy sampai menganalisis One Piece. Hampir semua mantan saya enggak ada yang suka manga dan anime sih. Jadi enggak mungkin kejadian hal kayak gitu. Haha.

      Delete
  8. Sekalipun coba baca benar judulnya, kepala saya tetap bacanya Rectoverso.

    Kalo diibaratkan kategori manusia, saya cukup Retrofilia sih. Dengan membuat cerita pendek "Minggu Pagi dan Sebuah Album di Galeri Foto" cukup jelas saya termasuk golongan orang-orang pengagum masa lalu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kenapa jadi rectoverso? Karena unsur buku itu melekat di kepalamu?

      Sebagian pencerita tentu gemar menggali masa lalunya untuk bikin tulisan.

      Delete
    2. Iya kali yak, keseringan dengar..

      Delete
  9. Anjing banget.

    Gue rasa sih meski tidak ada sangkut pautnya, tetap aja perdebatan itu jadi pemicu terbesar kenapa mereka putus. Ini sih perasaan gue aja. Gue emang gemar pake perasaan. Oke maap.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya, sah-sah aja pakai perasaan dan menebak percakapan itu pemicu putusnya hubungan. Cuma kalau ada yang anggap percakapan ini dari pengalaman penulisnya, palingan dia tertawa.

      Delete
  10. Ini awalnya dari muji cewe lain, trus berantemnya rembet kemana-mana ya Yog hahahahah...

    Jadi keinget aku pernah ngalamin hal yg sama, ribut karena muji cewe, tapi bedanya, abis ribut aku blak blakan ngomong aku ga suka kalo dia muji cewe lain, siapapun itu Krn aku cemburu. Jd ku minta dia ga lakuin begitu, dan aku bakal lakuin yg sama. Dan sampe skr, syukurnya kesepakatan itu msh kami pegang :D.

    Hihihi aku tipe yg terlalu straight to the point' kali yaa :p. Kalo ga suka, ya bilang aja ga sukanya di mana, dan tawarin perjanjian bersama :p. Kalo ga bisa nepatin, baru deh putus :p.

    Btw, nambah kosakata baru nih aku, retrofili :D. Ini lah enaknya baca blogmu, suka pake kata2 yg ga biasa, dan itu bikin penasaran utk cari tau artinya apa :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Blak-blakan banget Mbak Fanny. Bagus sih berterus terang. Tapi di kasus cerita ini ceweknya enggak mengakui kalau lagi cemburu. Ya, meskipun kelihatan jelas. Terus cowoknya entah enggak peka atau suka meledek. Konteks memuji idola mestinya sih berbeda, karena mereka sama-sama menggemari. Lain cerita kalau cowoknya doang.

      Delete
  11. Yoga, setelah gw mengamati model fiksimu lumayan juga ya yang judulnya menggunakan istilah yang masih asing di telinga, kali ini retrofili, lain waktu ingat juga fiksimu yang judulnya manik depresi dan disforia pengusik kenangan. Jadi nambah khazanah perdiksian baru deh gw ahaha, thengkyuu thengkyu

    Btw firsa bahari teh siapa yak, gw kok ga tau ya, apa cuma plesetan nama #lirik komennya haw hahahahhaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Habisnya bingung pilih judul yang keren. Berhubung diksi itu cocok, ya saya pakai aja.

      Kalau mau mengacu ke komentarnya Haw boleh-boleh aja. Haha.

      Delete
  12. Yoga ini ya, selalu aja nemu kata yang saya anggap sebagai hal baru.

    Soal bukunya firsa bahari, saya coba beli sih satu, tapi baru 3 halaman, rasanya udsah pengen jual murah aja bukunya, atau dijadiin kado buat yang ultah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kok langsung mau dijual murah? Kenapa wey? Hahaha.

      Delete

—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.