Eskapisme Itu Berwujud Tsubasa Honda

Eskapisme itu berwujud Tsubasa Honda. Ketika hari lagi bobrok-bobroknya, entah mengapa hanya dengan melihat wajah dan senyumnya, beban hidup saya perlahan berkurang.



Saya pertama tahu Tsubasa kalau tidak salah saat sedang menonton dorama Great Teacher Onizuka. Dia memerankan tokoh Urumi Kanzaki. Gadis jenius yang kesepian dan bosan hidup. Sehabis menamatkan dan menilai secara keseluruhan serial itu, sejujurnya saya kurang suka sama penggarapannya, tapi sialnya saya telanjur naksir sama karakter Urumi. Betapa tololnya diri ini terlalu sering jatuh cinta sama tokoh fiksi.

Mulanya, saya kurang suka dengan yang memerankannya. Perempuan berambut terlalu pendek bukanlah tipe yang cocok untuk saya kagumi. Saya benar-benar hanya peduli dengan tokoh Urumi yang kesepian, sebab saya cukup paham akan perasaan bedebah tersebut. Di kepala saya pun muncul lirik lagu Mew - Comforting Sounds: Why don't we share our solitude?

Terlepas dari tokoh fiktif itu, pada momen tertentu saya kian memperhatikannya,  dan ternyata Tsubasa manis juga. Sejak itulah saya iseng mencari tahu tentang dirinya lebih jauh. Saya pun mendapati sosoknya di live action Ao Haru Ride serta Radiation House—yang belakangan ini saya tonton lewat Viu. Seiring bergesernya hari, Tsubasa pun tumbuh menjadi sosok aduhai di mata saya.

Hari ini saya kembali merasa jenuh dan kacau banget sama hidup, sehingga memutuskan buat menghibur diri dengan menggambarnya (lebih cocok disebut bikin coretan, sih) dan membuat kisah fiksi tak penting.



Aku dan Tsubasa sedang duduk di rerumputan sembari memandangi danau di Taman Shikina, Okinawa, Jepang. Aku bilang kepadanya bahwa menatap air di sini sama seperti melihat wajahnya. Selalu bisa membuatku tenang. Dia lalu mengucapkan terima kasih. Meskipun begitu, rasa mengganjal di hati ini masih belum hilang juga. Berengsek betul. Biasalah, persoalan cinta. Sepertinya aku butuh bercerita mengenai masalahku itu kepadanya.

“Aku baru-baru ini sedang merindukan seseorang,” kataku.

Tsubasa terkejut dan tampak curiga kalau aku lagi berusaha menggodanya.

“Tenang saja, bukan kamu, kok. Aku sadar diri.”

Tsubasa tertawa. “Lalu siapa? Temanmu?”

Aku mengangguk dan menyebut sebuah nama—tentu saja dia tak mengenalnya.

“Aku capek memendamnya, Sa. Lantas aku nekat bilang kangen kepadanya di WhatsApp. Aku awalnya tak berharap apa-apa, yang penting hatiku terasa plong. Namun, lama-kelamaan aku semakin rindu dan dia malah menghantuiku di alam mimpi. Mimpi buruk pula. Entah kenapa aku jadi sedih karena rinduku tak terbalas sama sekali. Aku berharap dia membalas pesanku. Kami bisa berjumpa dan asyik mengobrol seperti dulu.”

“Enggak apa-apa, Yog,” ujar Tsubasa. “Hampir semua orang pasti pernah mengalami yang semacam itu. Di film Ao Haru Ride cintaku juga sempat tak berbalas.”

“Tapi pada akhirnya kalian bisa bersama, sedangkan aku tidak!”

Melihat parasnya yang ketakutan bercampur menggemaskan, mungkin dia kaget mendengar suaraku yang meninggi, aku jadi merasa bersalah kepadanya. Aku pun meminta maaf. Dia tersenyum dan bilang tak masalah. Dia juga meminta maaf karena mengambil referensi dari film yang jelas-jelas tak patut buat disamakan dengan realitas.

“Lagian, Yog, kisahmu kan belum sampai akhir,” katanya.

“Menurutku, antara aku dan dia sudah selesai. Jadi, kisahku juga sudah sampai akhir.”

“Hm, kenapa kamu yakin sekali?”

Aku menyebut beberapa alasan yang membuatku yakin; aku pernah berbuat kesalahan terhadapnya, kemungkinan dia sudah punya pacar, seandainya belum pun, dia hanya menginginkan pasangan yang bisa segera menikahinya, perasaanku juga mulai memudar.

Tsubasa melemparkan pertanyaan dari tiap-tiap alasan yang kulontarkan:

1. Apa kesalahanmu itu masuk ke kategori yang tak termaafkan?

2. Kamu pernah melihat dia bersama lelaki lain—baik secara langsung maupun foto?

3. Jadi, dia punya target menikah pada umur sekian, ya? Sekalipun akhirnya kalian bisa bersama, kamu tak sanggup menikahinya dalam waktu dekat?

4. Tahu dari mana perasaanmu memudar? Kalaupun iya, yang bikin perasaanmu rontok bukankah dari ketakutan-ketakutanmu sendiri?

Pertama, jelas kesalahanku masih bisa dimaafkan kalau dari sudut pandangku. Aku ketiduran saat membuat janji untuk bertemu dengannya. Dia sudah menungguku hampir satu jam dan aku baru merespons pesannya. Sudah begitu aku berbohong kepadanya, aku tak bilang ketiduran, tapi aku berkata bahwa ada pekerjaan dadakan yang harus diselesaikan saat itu juga dan tak sempat mengabarinya. Yang aku tahu sih, tak semua orang mudah memaafkan, sekecil apa pun bentuk dosa itu. Kedua, belum pernah sama sekali. Aku hanya menduganya karena perempuan semanis dia mustahil tak ada yang menaksir dan mendekatinya. Ketiga, karena dia lebih tua setahun dariku. Mungkin bagi perempuan usia segitu sudah terlalu tua. Soal menikah, tentu saja. Aku belum siap lahir dan batin. Kamu tahu betul kondisi keuanganku jauh dari kata stabil. Mentalku juga belum kuat buat melangkah ke tahap itu. Keempat, yah, namanya perasaan. Tapi jika kupikir-pikir lagi, logikaku biasanya tumpul ketika benar-benar menyayangi seseorang. Saat aku mulai banyak pertimbangan, aku mulai sadar bahwa aku rupanya enggak sesayang itu sama dia. Bisa jadi aku banyak takutnya karena harapanku kepadanya juga terlalu banyak. Setahuku, cinta itu menguatkan. Terus, mengapa upayaku untuk mendapatkan dan bisa bersamanya lagi begitu lemah? Mungkin yang kemarinan itu cuma obsesi semata.

Tsubasa mengutip kalimat Futaba di anime Ao Haru Ride: Tapi, memang wajar kalau apa yang kita harapkan, sesekali tidak sesuai dengan keinginan, kan? Karena itu, aku akan memulainya dari awal lagi. Kurasa itu pilihan terbaik.

“Maksudku mengutip yang barusan begini, kalau kamu bisa menyebutkan alasan sebanyak itu dan merasa tak ada harapan lagi dengan dia, kamu kan masih bisa memulainya bersama orang baru.”

“Aku memang ingin sekali melupakannya. Mencoba lagi dengan orang baru. Anehnya, semakin aku berusaha menghapusnya dari kepalaku, dia justru muncul pada setiap malam menjelang tidur. Sewaktu aku membuka diri kepada orang baru, kadang-kadang muncul perasaan membandingkan. Sejauh ini belum ada yang semanis dan sebaik si anu. Aku ingin bisa terlepas dari bayang-bayang dirinya yang sungguh menggangguku.”

“Semua butuh proses, kan? Nikmati saja. Nanti gangguannya juga selesai. Sebagaimana saat menggambarku, kamu sering bilang kalau kemampuan dalam menggambar ataupun mendesain itu payah, jadi kamu bikinnya pasti pelan-pelan. Tidak bisa langsung jadi. Tapi, lihatlah sekarang, gambarmu rampung. Begitu pula dengan berakhirnya obrolan bodoh dalam kisah fiksi yang kamu anggap sampah ini.”

Aku belum sempat menanggapi kalimatnya sebab cerita mesti berakhir di paragraf ini. Aku kini sibuk memikirkan bagaimana cara menutupnya. Selembar daun  yang belum kukenali jenisnya terbang di depan wajahku. Angin musim gugur terasa begitu sejuk. Aku menoleh ke arah Tsubasa dan melihat dirinya memejamkan mata seraya menghirup udara segar di taman ini.



Apa yang Tsubasa ucapkan dalam kalimat terakhirnya itu benar. Dia memang benar-benar eskapisme. Dia bisa mengecoh kesepian saya. Mana bisa-bisanya saya membayangkan sedang mengobrol bersamanya dalam bahasa Indonesia dan topiknya tentang cinta. Saya bahkan tak tahu siapa sosok perempuan yang kami bahas dalam cerita itu. Yang saya tahu, dia telah berhasil membuat saya menulis lagi sekaligus bersenang-senang dalam mengisi blog ini.

--

PS: Iseng memodifikasi tulisan satu tahun lalu. Setelah membaca ulang, saya sepertinya paham mengapa akhir-akhir ini sulit membuka diri kepada orang baru, khususnya lawan jenis. Barangkali karena sebagian tulisan itu ada benarnya. Beberapa perempuan yang saya temui menginginkan hubungan yang cepat-cepat menikah, sedangkan protagonis masih payah dalam menjalani hidupnya sendiri. Alasan lainnya, ada gadis manis yang tak bisa saya hapus dari kepala, walaupun saya sadar betul bahwa sosoknya mirip seperti tokoh fiktif alias saya tak akan pernah bisa meraihnya karena berbagai alasan. Yang terpenting dari semua itu sih, hidup tanpa kekasih dalam dua tahun terakhir ini juga tak buruk-buruk amat selama saya dapat mencari eskapisme.

28 Comments

  1. Yang jelas cantik mas.. apalagi pada foto paling atas. Imut bingitzz..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalian masih level rendah hmm
      Aku sudah menciptakan 2 lagu spesial untuknya

      My Wings 1(Watashi No Tsubasa)
      My Wings 2 Amai Egao (belum di Upload)

      Delete
  2. Baca ini senyum-senyum sendiri. Ini mah halunya sudah tingkat akut. Ha ha ha.

    Tapi seru juga sih, ada toko fiktif yang bisa jadi teman imajinasi. Macam nonton Fight Club. Referensi film dan serialnya juga kayaknya menarik. Noted.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tapi orang halu mah ngaku-ngaku itu nyata, Hul. Saya kan jelas masih sadar dan memberi tahu ini kisah fiktif tolol. Haha.

      Menarik buat melihat Tsubasa lebih banyak?

      Delete
    2. Iya, beberapa tahun lalu ternyata juga saya sempat bikin pos macam ini; pacar angan-angan. 😅

      Belum kepincut sih. Mau nonton yang di Viu dulu. Mumpung akunnya masih aktif.

      Delete
  3. baca tulisan ini saya jadi pengen bikin video kayak yang cees agia bikin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Serius lu mau ikutan lipsync juga? Haha. Kirain mau bikin video musik terkonsep kayak akun si cyborg yang ngambil dari film-film keren gitu.

      Delete
  4. Ini lucu sih saya sempat salah paham di postingan sebelumnya haha. Saya pikir Tsubasa Honda itu merek produk, karena ada hondanya. Saya pikir di Retrofili itu Lalisa Manoban naik honda gitu, kayak artis jadi brand ambassador.

    Mohon dimaklumi karena seumur hidup saya cuman 2 kali nonton film jepang, dan satu2nya artis jepang yg saya tahu cuman Yui yang nyayiin lagu Goodbye Days, itu pun entah kamu tau apa nggak.

    Ngomongin nggak punya pacar, nggak punya pacar itu enak kok, nikmati aja. Hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Di Jepang nama Honda mah banyak dipakai. Nama kendaraan produk Jepang yang kamu temukan di sini, di sana biasanya mah jadi nama orang juga.

      Yui saya tahu. Lagunya yang berjudul Again, termasuk salah satu OST anime yang asyik didengar.

      Iya. Saya hanya memberi tahu diri saya dulu yang beranggapan enggak punya pacar dalam jangka waktu lama bakal merasa buruk, sebab sejak usia 17-23 terbiasa punya pacar melulu dan jedanya kurang lebih satu semester.

      Delete
  5. Halu memang seru. Saya juga sering melamun bisa duduk dan ngopi bareng Aan Mansyur, Arman Dhani, Dea Anugrah, Dewi Setya, Ziggy Zezsya, buat membahas dan mentertawakan banyak hal.

    Baru ngeh Tsubasa Honda itu yang jadi Kanzaki di GTO. Cakep memang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya cukup sering bermimpi lagi mengobrol sama beberapa penulis. Minta pendapat tentang tulisan dan sebagainya. Tapi kalau membayangkan dalam keadaan sadar justru belum pernah.

      Dulu sih di GTO belum terlalu. Sekarang kian memukau.

      Delete
  6. Tahun segitu pada semester pertama saya masih punya pacar deh. Jadi enggak perlu melamunkan perempuan lain. :p

    Apa aja sih yang saya tulis di Fragmen? Apa ada menyebutkan nama perempuan Jepang juga? Haha.

    Saya sampai hari ini belum bisa memilih yang nomor satu. Saya suka Akari Hayami, Haruna Kawaguchi, Maika Yamamoto. :3

    ReplyDelete
  7. Jadi inget dulu nonton dorama Great Teacher Onizuka pas KKN (saya, cewek kedokteran, sama cowok anak Fisip jadi geng trio binge-watching), bukannya memberikan pengabdian pada desa setempat malah asyik. Emang klise dan agak cringe, tapi justru itu yg bikin ketawa. Sampe hapal gaya salamnya itu dan diperagain tiap akhir episode, malah keterusan.

    Waktu itu ga ngeh ada Tsubasa Honda ini. Padahal saya suka tipe cewek rambut pendek, di Sunda ada istilahnya: Bupon (buuk pondok).

    Seleb Jepang crush saya belakangan ini sih kebanyakan para seiyuu (pengisi suara anime), ada tiga: Kana Hanazawa, Miyuki Sawashiro sama Maaya Uchida. Kepincut karena suara mereka, pas kepo ternyata parasnya ga kalah cantik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gokil juga itu sih, Rif. Sampai meragain salamnya segala.

      Dulu saya enggak tertarik karena aneh aja gitu dilihat, eh sejak Tsubasa bisa menggeser standar itu jelas mulai suka. Selama bentuk wajahnya cocok mah tetap menyenangkan buat dilihat. Oke, saya dapat istilah baru.

      Maaya Uchida doang saya tahunya. Dia memang oke dan bikin kepincut. Itu Futaba versi anime yang mengisi kan dia juga, ya?

      Kalau yang Miyuki saya coba cari tadi rupanya pengisi suara di Kakegurui sebagai ketua osis toh. Kalau saya lebih sreg sama suara Saori Hayami yang mengisi Yumeko.

      Delete
  8. You lost me at Tsubasa dipanggil Sa. Haha. Cerita bagus btw, gue yang gak suka hal-hal berbau Jepang ini ternyata bisa ikut larut juga. Bagus!

    Anyway, are you that lonely, Yog?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha. Terus apaan? Masa Tsu atau Bas?

      Latar Jepangnya kan nyaris enggak ada, Man, selain sebut tempat di taman itu. Deskripsinya juga enggak gue jabarkan, secara fokusnya ini lebih ke dialog tolol. Haha.

      Lihat saja deskripsi blog ini yang terang-terangan bilang mengecoh kesepian. Tapi sejak gandrung menulis memang lebih banyak mengobrol sama diri sendiri dan karakter khayalan--yang mungkin bisa jadi kisah fiksi--daripada manusia. Karena seperti lirik lagu apa gitu, kadang di tengah keramaian pun aku masih tetap merasa sendiri. Wqwq. Apalagi situasi pandemi begini. Kian jarang bertemu manusia dan bercengkrama. >.<

      Delete
    2. Anjir, dipanggil Bas malah yang kebayang mukanya Baskara. Otak gue kayaknya lagi error deh.

      Iya juga ya. Tapi gara-gara foto dan nama tokohnya, semuanya mendadak Jepang di dalam kepala. Ah kacau!

      Delete
    3. wkwkw gue jg sempet salah fokus dengan nama Tsubasa yg dipanggil ujungnya jd "Sa" cakep sih, ketauan kayak buat cewek bgt gtu, malah bayangan gue jd "Sa" itu Lisa. Kalo scra lengkap manggil Tsubasa gue masih terbayang Tsubasa Ozora si pemain bola :(

      jd inget di yutubnya Jerome, tmen dia org Jepang namanya Takuya, dia manggil ujungnya doang jd "Tak", lebih aneh lg klo dipanggil "Kuy" sih :'D

      Delete
    4. Kalau Lisa, gue panggilnya 'Lis'. Haha.

      Orang Jepang kalau manggil memang satu nama gitu ya, kan? Takuya aja langsung. Enggak ada itu satu nama dipotong lagi jadi Tak, Kuy, atau Ya. Haha. Makanya ini apaan banget gue berkhayal mengobrol sama orang Jepang pakai bahasa sini.

      Delete
  9. Awal baca judulnya saya belum ngerti maksudnya mau kemana, pas udah beres cukup tertegun sendiri karena ada beberapa hal yang mirip mengganggu pikiran sendiri. Tapi kreatif sih menciptakan cerita dari idola. Keep it up!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Cuma ini konyol sih, masa mengobrol sama idola tapi dia yang mendengarkan cerita penggemarnya. Konsepnya terbalik dari yang biasanya. Ahaha. Yah, namanya juga berkhayal.

      Delete
  10. Oho.. Ada unsur Kisah nyata ternyata. Saya mau kasih saran, tapi saya sendiri juga nggak pinter soal cinta. Jadi kasih semangat aja💪
    Btw saya juga sering lihat tsubasa honda di film jepang, salah satunya ao haru ride, tapi nggak tahu kalau namanya tsubasa honda.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kisah nyata yang berdasarkan keresahan saat itu. Memang ada ya orang yang pinter soal cinta? Dalam urusan cinta, yang udah berpengalaman pun bisa mendadak jadi pemula lagi.

      Delete
  11. Lgs ngebrowsing utk tau arti eskapisme LBH jelas :D. Kamu mah bisaaaa aja ya, bikin cerita dari tokoh pujaan segala.

    Eh tapi kalo dipikir2, sbnrnya dulu aku srg ngelakuin ini Yog. Mungkin pas kls 5-1 smp kali yaaa. Tiap mau tidur, aku ngebayangin dulu 1 cerita yg aku rangkai sendiri nanti akhirnya gimana. Kebanyakan dari buku cerita favoritku. Tokoh2nya ku ambil dari situ. Hanya saja aku masuk dan ngebayangin sendiri akhir ceritanya :). Even kalo sukaaaa bgt Ama kisah si tokoh, aku bisa loh ngebyangin ceritanya trus2an sebelum tidur sampe berbulan2. Ibarat sinetron itu udah panjang lah episodenya hahahaha.

    Ga ngerti juga kenapa aku srg gitu dulu . Bisa jd karena aku terlalu suka baca, ga sering gaul Ama temen2, jd tokoh2 di buku cerita berasa jadi temenku :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tapi kenapa sekarang Mbak Fanny enggak mencoba bikin tulisan fiksi dari kebiasan bikin tokoh khayalan pada zaman bocah itu? Apakah kian dewasa maunya realistis aja? Kurang suka bikin cerita fiktif? Lebih doyan menikmatinya sebagai pembaca? Haha.

      Waktu kecil saya juga suka membayangkan jadi tokoh di film-film kartun atau Power Rangers gitu. Siapa sangka hal ini justru kebawa sampai kemudian hari dan saya bisa mengaplikasikannya lewat cerpen tak jelas semacam ini.

      Delete
  12. jadi.. anggap saja nama prmpuan yg sdang diceritakan adalah si Anu. hahaha.
    Bikin tulisan halu gini bkin bahagia psti yaa.. berasa sih. bacanya ikut membayangkan. tp tentu gue ga ngebayangin sm tsubasa honda ye! Membayangkan bsa ngobrol barengg idola.. artis indo sih oke, klo artis luar jd imajinasinya makin liar krna hrs membayangkan org trsebut ngobrol sama kita pake bhs indo :'D Gue kpikiran bkin ginian sama aktor koreyah, ntr lah yah.. Haha. Kok bisaan sih modip draft jadul smpe rampung? gue klo udh feelingnya ilang ya bingung mau ngubah dri mana..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bahagianya sementara sih, karena saat itu seperti berandai punya teman mengobrol yang kawaii. Intinya mah cuma untuk menghibur atau menyenangkan diri sendiri tanpa merugikan orang lain.

      Mungkin karena belum ada aktris Indonesia yang gue kagumi lebih dari Tsubasa. Mungkin juga waktu itu lagi suka-sukanya sama dia, atau biar berkhayalnya sekalian yang enggak bisa jadi kenyataan. Kalau lokal mah mungkin aja suatu hari kesampaian. Haha.

      Monggo dibuat sama aktor Korea atau siapa pun yang lu pengin. Asyik, kok. Haha.

      Jika mau jawaban serius, gue punya kegemaran khusus ketika lagi enggak bisa tidur buat membaca tulisan lawas minimal setahun lalu, niatnya sih untuk evaluasi diri. Pengin tahu juga, apakah ada perubahan dalam gaya atau teknik menulis.

      Toh, sebetulnya ini pernah ditaruh buat caption IG. Lu pernah komentar juga kayaknya deh. Sekarang udah diarsipkan fotonya, terus kemarinan iseng mengedit mumpung blognya belum ada tulisan baru. Jadi, kadang-kadang punya stok draf yang belum kelar ada enaknya juga buat tabungan dan bisa dirampungkan suatu hari kelak.

      Soal rasa yang hilang itu, bisa disiasati dengan mengenang. Cuma risikonya kalau memunculkan rasa sedih di tulisan, ya bisa berlarut. Kalau persoalan mau mengubah dari mana, baca ulang aja apa yang menurut lu kurang atau bahkan enggak enak dibaca. Biasanya bakal ada ide-ide baru bermunculan. Setelahnya juga bakal mengalir sendiri kayak bikin tulisan baru.

      Delete

—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.