Empat Bagaimana yang Harusnya Tidak Dipertanyakan

/1/
Bagaimana aku bisa membeli rasa tidak mengantuk,
kalau utang tidur dalam seminggu ini belum dapat kulunasi.
Terlalu banyak cerita yang wajib kubaca,
tapi aku amat sedikit menabung waktu.

sumber: https://pixabay.com/id/bayi-anak-lucu-ayah-keluarga-22194/


/2/
Bagaimana aku bisa menanti kesedihan,
jika setiap manusia berlomba-lomba
untuk mengejar kebahagiaan.
Apakah ketika dia datang,
aku hanya akan duduk berdua dengannya?
Seandainya hal itu betul terjadi,
bisakah kami tetap menjadi makna
dalam dunia yang kejam sekaligus indah ini,
lalu melupakan keberadaan fana.

/3/
Bagaimana aku bisa menjual kesepian,
kala hidup setiap harinya selalu bertambah ramai.
Suara klakson kendaraan, jerit pepohonan yang ditebang,
pidato dusta pejabat, ujaran kebencian pendukungnya,
tangisan warga miskin, alunan lagu-lagu cengeng,
dosa-dosa yang bergumam; semuanya begitu mengusik. 
Bahkan bunyi kacau itu berasal dari jarak yang paling dekat:
isi kepala sendiri yang aduhai berisik.

/4/
Bagaimana racauan ini bisa disebut puisi,
jika kata-kata yang kususun sudah busuk dan basi.
“Bukankah kau selalu peduli setan dengan hal itu?” ujarmu.
“Cerpen (yang entah akan dianggap curahan hati atau fiksi), 
sajak, ulasan, tulisan iklan; semuanya sama saja.”
“Sama bagaimana?” tanyaku.

“Hanya omong kosong di mata pembaca yang menuhankan trafik.
Tidak ada kisah yang menarik. Tidak ada kutipan yang bisa dipetik.
Mungkin juga tidak ada niat silaturahmi yang baik.
Adanya cuma harapan supaya mendapat kunjungan balik.”

“Tapi bagaimana ketika aku sendiri membacanya,
mampukah aku menganggap tulisan ini ada?”
Lalu kau berkata, “Itu bukan urusanku.”

Terkadang, aku menilai ini sebuah sampah
yang patutnya segera dibuang.
Tapi terkadang pula, aku mengingat ucapanmu
yang mengatakan kalau karya
ialah seorang anak yang mesti disayang.
sumber: https://pixabay.com/id/ayah-putra-berjalan-keluarga-anak-909510/

Namun, saat ini aku telanjur resah dan gelisah
sebab muncul gejolak untuk menghapusnya.
Apakah aku seorang ayah yang sulit mencintai anak tirinya?

15 Comments

  1. Its so deep. Tapi penulisan angkanya kok begitu, kayak bukan Yoga. Tapi mungkin ini rebranding ato semacamnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Penulisan angka kayak gitu wajar-wajar aja dalam puisi, Hul. Nggak ada hubungan sama rebranding. Ehe.

      Delete
  2. Pemilihan kata-katanya bagus ...

    ReplyDelete
  3. Hubungannya sama pembaca yang menuhankan trafik apaan? Maksudnya nulis banyak karena ngejar view tanpa mikirin isi? Gue kurang nangkep di bagian ini 😅

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nggak usah ditangkap kalau gitu. Biarkan dia bebas~ Wqwqwq.

      Delete
  4. Dalem kata-katanya.
    Terutama di point nomor 2.

    Selepas itu,
    Scroll kuarahkan ke bawah sampai ke kolom About me.
    Ada tulisan menggelitik kubaca di keterangan About me ..., tadinya mau jadi playboy.
    Hahahhahaaha ... jangaan ... jangaan jadi playboy, Yock 😅
    Ntar kamu dikeroyok para wanita gegara kesal sama kamu, loooh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalimat itu udah ada dari 2014, Mas. Sejauh ini belum ada yang mengeroyok saya. :)

      Delete
  5. Wowww. Apakah yoga seorang ayah yang seperti itu? Cerpen yang dikira curhat atau fiksi. Pembaca yang datang hanya sekedar mengharap kunjungan balik (tapi umumnya benar seperti ini). Tulisan yang sudah membusuk teruslah disimpan saja, karena akan menjadi memoriam tersendiri di ruangan masing-masing untuk diingat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tapi siapakah anak itu? :)

      Ya, tulisan sampah itu pun kadang masih bisa didaur ulang. Ahaha.

      Delete
  6. "Adanya cuma harapan supaya mendapat kunjungan balik."
    Awalnya saya gak mau komen pas baca bagian ini, bwahahaha. (ujung-ujungnya tetep komen juga)

    Makin kesini kok gaya nulis kmu mulai brubah ya yog. Trakhir baca pstingan kmu yg melakonlia itu. Deep. Baca ini juga deepnya lebih menyindir2 gitu. Spertinya lagi trtarik dngan dunia2 melakonlis ya yog?

    ReplyDelete
  7. Pembaca yang menuhankan trafik itu yang seperti :

    Keren. kunjungan balik ya gan. mantap.

    ehe.

    ReplyDelete
  8. Paling ngena tuh yang nomer 4 XD

    Saya juga kadang merasa kalau tulisan di blog (apalagi tulisan yang saya label'i dengan "mongopoh"--yang notabene berisi curhatan) berasa tulisan sampah yang (sepertinya) tidak ada faedahnya. Hehe...

    ReplyDelete
  9. Tulisan lo dalem, tapi gelap. elo orang dalemnya DC ya?!

    ReplyDelete

—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.