Sajak Akhir Februari

Saya tahu dan sangat sadar kalau saat ini sudah memasuki bulan Mei. Namun, sajak ini memang awalnya saya tulis pada akhir Februari. Pada bulan yang konon penuh cinta itu. Saya memang payah dalam membuat judul. Oleh sebab itu, jadilah saya bikin judul yang mungkin bagimu tidak ada menarik-menariknya. Tapi ada satu pertanyaan yang terus menempel di kepala saya setiap kali membaca judul dan sajak yang saya tulis ini:

Seandainya bulan Februari itu telah berakhir, apakah cinta itu juga tidak lagi terasa penuh?



--

Apakah sejak hari itu kita tumbuh menjadi manusia yang berbeda?
Aku dengan segala keluhan yang telah kubakar habis,
hingga lupa cara bercerita dan mengabarkan berita.

Sedangkan kau dengan segala rahasia yang semakin ditutup.
Sebetulnya, kau telah menggoreskan kisahmu itu di selembar kertas,
lalu kaulipat dan masukkan ke dalam botol. Tapi botol itu sengaja tidak kaututup.

Kau melempar botol itu ke laut,
seakan-akan membuang jiwa yang hampir maut.
Kau biarkan kertasnya menjadi basah,
meleburkan waktuku yang resah.

Jadi, masih adakah kita?
Atau sebatas tumpukan kata yang bingung menyusun kalimat dan paragraf?
Malu terhadap ketololan masing-masing.
Takut kepada kejujuran yang berubah asing.
Dan, apakah puisi ini masih bisa menyelamatkan kesedihan yang bisu, buta, dan tuli?

*

Sumber gambar: https://pixabay.com/id/pesan-dalam-botol-posting-botol-413680/

8 Comments

  1. tunggu yog, saya harus membaca puisi ini berulang-ulang. Sumpah nih, saya belum dapat titik terang maksud dari puisi nih. Please, kasih saya clue dong biar nyambung.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nggak usah dimengerti maksudnya, Mas Bimo. Asyikin aja dan pembaca bebas mengartikannya. Coba nanti baca komentar yang lain, siapa tau dapet clue. :p

      Delete
    2. Ternyata kolom komentarnya sepi. Haha~

      Delete
  2. Udah, kalo nggak cocok jangan maksa. Masing-masing berjuang untuk ego dan bukan untuk bersama. Hahahaha. Sok tau nih..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, hal yang terpaksa nggak enak. :)

      Hahaha. Ya, nggak apa, Din. Kan kamu boleh menyimpulkannya begitu. XD

      Delete
  3. Kesan yang kutangkap dari membaca artikel ini ... sepertinya ini tentang suatu cinta terpendam yang seperti kata takdir kalau cinta tak selamanya memiliki.
    Sebenarnya rasa cinta itu masih ada, tapi jalan yang membuatnya terpisahkan.
    Tak dapat bersatu ..

    Maaf, kalau saya salah mengartikan tulisan artikel ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya nggak ngerti kenapa Mas Himawan minta maaf. Ehehe. Pembaca bebas mengartikannya, kok. Puisi kan juga banyak tafsirnya. Kalau yang Mas tangkap seperti itu, ya tidak apa-apa. :)

      Delete

—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.