“Terjadi kebakaran di Pasar Palhijau, Jakarta Barat, pada Minggu (22/10/2017) sekitar pukul 03.15 WIB,” tulis berita di koran yang sedang kubaca.
Padahal, dua hari yang lalu aku baru saja ke sana menemani temanku, Agus, yang sedang mencari sebuah kemeja, celana bahan hitam, dan pantofel untuk dipakainya minggu depan. Sebab Agus baru saja diterima kerja. Aku masih ingat betul hari ketika kami ke pasar itu. Apalagi sempat ada kejadian konyol yang menimpa kami. Aku pun berusaha mengumpulkan gambaran demi gambaran pada hari itu.
*
Begitu sudah selesai berbelanja, kami segera memutuskan untuk pulang. Sesampainya di tempat parkir, Agus langsung berjalan ke arah motornya dan menyalakan motor, sedangkan aku menyerahkan selembar uang dua ribuan kepada tukang parkir.
“Parkir dari jam berapa?” tanya Abang Tukang Parkir itu.
“Dari tadi sore sekitar habis magrib,” jawabku, sejujurnya.
“Tambahin dong duitnya. Udah kemaleman banget nih pasar sampai sepi.”
Aku melihat jam di pergelangan tangan kananku, waktu menunjukkan pukul 22.21. Tidak terasa sudah sekitar 4 jam kami parkir. Aku kemudian merogoh kantong celana kanan dan kiri mencari uang untuk menambah ongkos parkir itu. Sebab, uang di dompetku—yang kutaruh tas—hanya selembar uang 50 ribu. Aku tidak akan memecah uang itu cuma untuk bayar parkir. Akhirnya, aku menemukan sekeping uang logam bernilai seribu di kantong jaket dan memberikannya kepada tukang parkir. Setelah itu, aku pun segera naik ke motor untuk membonceng di belakang Agus.
“Loh, kenapa cuma segini? Aturan dua ribu lagi,” protes Abang Tukang Parkir dan bermaksud mengembalikan uang seribuan logam itu kepadaku.
Sayangnya, aku tidak mau mengambil uang itu lagi. Apa yang sudah kuberikan, pantang rasanya menerimanya kembali. Apalagi menambahkannya menjadi dua ribu. Sungguh, aku tidak sudi. Aku sudah biasa parkir di sini ketika menemani ibuku berbelanja sayuran. Entah itu sebentar atau lama, upah parkirnya selalu dua ribu rupiah. Tidak pernah lebih.
“Emang sekarang di sini bayarnya per jam, Bang?” tanya Agus. “Kok udah ditambahin masih bilang kurang?”