Gue nggak tau, hari-hari Haris Firmansyah dalam setahun itu seperti apa. Entah dia setiap hari suka menyendiri di kamar (menurut “Tentang Penulis” di salah satu novelnya), nonton sinetron, atau masih sering galau mikirin mantan. Atau bisa jadi paduan ketiganya; menyendiri di kamar sambil nonton sinetron cinta-cintaan, yang akhirnya bikin dia inget sama mantan kemudian galau. Tapi yang jelas, Haris ini sudah menelurkan (melahirkan jika Haris menganggap dirinya mamalia) beberapa buku, di antaranya: 1) 3 Koplak Mengejar Cinta 2) Wrecking Eleven, dan 3) Unforgettable Baper Moments.


Koleksi pribadi

Sebenernya masih ada lagi, tapi gue baru punya tiga itu. Hahaha. Btw, katanya Haris ini sedang syukuran satu tahunan blog-nya. Terus bikin GA yang sedang gue ikutin ini.

Eh, ini serius baru setahun nge-blog? Kok udah punya karya 8 buku (termasuk antologi)? Yang artinya: dia produktif banget. Ternyata, sebelum kenal blog, Haris emang udah rajin nulis di notes Facebook. Tapi tetep aja nggak kayak gue. Nge-blog udah 3 tahun, eh belum ada satu pun novel, bahkan antologi yang berhasil gue tulis. Ya, Tuhan....

Oke, jadi ceritanya gue lagi coba review tulisan-tulisannya, baik blog maupun buku.

***

Pertama, gue mau review tulisan di blog-nya.

Sejujurnya, gue lupa kapan pertama kali blogwalking ke blog dia. Awalnya, gue memang agak jarang berkunjung, sih. Soalnya, di awal-awal main ke blog dia, Haris ini kalo diperhatiin (ciye perhatian) termasuk blogger yang jarang bales komentar (kayak lu sendirinya rajin aja, Yog!). Nggak tau kenapa, gue kadang males gitu kalo nggak dibales. Cinta yang tidak terbalas itu sakit, kan? Nah, blog juga gitu. Apaan?! Kesannya kalo belum kenal, kan, terlihat sombong gitu. Halah.

Tapi belakangan ini gue udah mulai sadar, dibalas atau nggaknya komentar ketika blogwalking, gue bakal tetep berkunjung kalo tulisannya emang menarik. Dan nggak perlu berharap untuk dikunjungin balik. Gue main ke blog orang karena pengin baca dan silaturahmi, bukan cuma biar dapet feedback.

Lah, malah curhat.

Sekarang, sih, kalo diperhatiin (ciye perhatian lagi) Haris udah mulai rajin bales-balesin komen. Gue juga udah mulai sering baca tulisan di blog-nya. Apalagi terakhir pas baca tulisannya yang "Sinetron Anak Jalanan". Sebuah kritik terhadap acara televisi yang dibumbui komedi. Jujur, gue memang pernah beberapa kali nggak sengaja nonton sinetron itu. Ya, ini gara-gara adik gue yang sering nonton, dan gue jadi ikutan nimbrung. Maka, pas baca tulisan Haris itu pun langsung cekikikan. Apalagi kalimat terakhirnya,

“KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) nggak berani menghentikan tayangan Anak Jalanan. Sebab menurut undang-undang, fakir miskin dan anak jalanan dipelihara oleh negara.”

Bangkhe. Rahang gue pegel.

Gue juga pernah ngakak banget di tulisan “5 Rekomendasi Kru Baru Topi Jerami”. Gue udah serius banget kalo ada tulisan yang berbau One Piece. Soalnya, gue memang mengikuti ceritanya dan itu termasuk anime favorit gue.

Tapi pas baru baca nomor satunya, gue langsung teriak sambil ketawa-tawa, “SEMPAAAKKKKK! GUE DITIPU!”

Kampret emang. Gue lupa kalo dia ini penulis komedi. Dari nomor 1 sampe 5, rekomendasinya itu bener-bener bikin ngakak. Kalo diperhatiin (ciye perhatian amat, sih, udah tiga kali loh ini) dengan cermat, Haris ini rajin banget observasi untuk bahan tulisan.

Selain itu, gue juga suka gaya review-nya di blog. Ketika review buku, film, dll, dia jujur. Kalo bagus bilang bagus, dan jelek bilang jelek. Review-nya padet dan nggak bertele-tele. Nggak kayak tulisan gue sekarang ini.

Yang penasaran sama tulisan-tulisan di blog-nya, langsung aja mampir ke Hari-Hari Haris.

Kedua, tulisan di bukunya.

Wrecking Eleven

Novel yang memiliki sub judul "Kick n Rusuh" ini ialah buku Haris yang gue baca pertama kali. Novel ini menceritakan tentang Seto, anak laki-laki yang menjadi korban TV. Sebenernya bukan itu, sih, tapi karena bagian pembukanya menceritakan Seto yang mencoba segala jenis permainan yang pernah ditayangkan di televisi. Dari mulai Beyblade, dia ikutan beli dan main sampai berimajinasi keluar roh naga; Crush Gear juga sama, ikut-ikutan seperti di TV, memainkannya dengan dilempar sampe akhirnya rusak; dan Tamiya pun juga demikian.

Anjir, ini kok menceritakan masa kecil gue banget. Maka, gue pun langsung cengar-cengir ketika membacanya.

Sampai akhirnya, Seto menonton kartun Captain Tsubasa. Ia pun kembali ikut-ikutan bermain sepak bola hanya karena acara TV. Namun, kali ini ia tidak labil lagi. Ia sudah memilih jalan hidupnya. Apalagi beberapa temannya bilang kalau Seto ini berbakat bermain bola. Maka, sejak itu ia mulai menekuninya.

Tapi sayang, di masa SMK-nya, Seto tidak bisa bermain bola seperti biasanya karena nggak ada ekskul sepak bola. Ekskul itu dibekukan karena sebuah alasan. Justru ekskul dance ala boyband yang populer di sekolahnya. Karena kecintaannya terhadap sepak bola begitu besar, maka Seto tidak menyerah begitu saja. Ia berusaha membangkitkan lagi ekskul itu. Bagaimanakah perjuangan Seto menghidupkan kembali ekskul yang telah lama mati suri itu? Berhasil atau tidak?

Penasaran gimana ceritanya lengkapnya, silakan beli sendiri. Hohoho.

Waktu itu, gue sempet bilang kalo karakter-karakternya kurang ngena di hati pembaca di kolom komentar blog Haris. Iya, mungkin karena di buku ini kebanyakan tokoh. Jadi fokusnya kebagi-bagi. Dari banyaknya tokoh di novel ini, satu-satunya yang gue paling inget (selain Seto) adalah Bang Jep. Tokoh Bang Jep yang tadinya kapten kesebelasan sepak bola, tapi kemudian malah ikut ekskul boyband ini apa banget. Hal ini sepertinya yang menurut gue paling lucu dan gampang diingat. Gue jadi keingetan sama selebtwit yang kebetulan memiliki nama panggilan yang sama. Imajinasi gue emang agak liar, jadi gue otomatis ketawa pas bayanginnya kalo dia beneran jadi boyband.

Fokus dengan banyak karakter memang sulit, tapi Haris cukup berani mengambil risiko ini. Salut!

Sejujurnya, gue suka banget sama temanya; olahraga, komedi, dan cinta. Baru kali ini baca beberapa campuran genre dalam satu novel. Namun, gue kurang setuju dengan tulisan yang ada di cover bukunya, “Novel romance komedi gokil campur sepak bola”. Karena menurut gue, di buku ini lebih kuat cerita sepak bolanya, cerita cintanya malah kayak sebuah selingan. Sehingga terasa kurang cocok untuk disebut romance. Kisah cintanya bagi gue juga terasa kurang manis. Ng... nggak tau juga, sih, tapi kayaknya ini masalah selera aja, ya? Ehehe.

Overall, novel ini bagi gue udah bagus. Apalagi ada beberapa pesan yang disampaikan Haris, kalau olahraga itu nggak perlu rusuh. Jangan cuma gara-gara sepak bola, pertemanan malah jadi pecah belah. Lalu, terima dengan lapang dada sebuah kekalahan. Selalu ada pembelajaran dari sebuah kekalahan atau kegagalan. Mengutip dari kalimat terakhir novel ini,

“Ketika diberi kekalahan, sebenarnya Sang Pencipta sedang menyiapkan kemenangan dalam bentuk berbeda.”

3 Koplak Mengejar Cinta

Novel ini menceritakan tiga orang sahabat yang berstatus jomlo; Ardan, Ibam, dan Pasai yang sedang mencari cinta sejati. Di mana ketiganya malah menyukai perempuan yang sama, Aida.

Harus diakui, gue belum baca buku ini sampai habis. Kalo nggak salah baru sampe bab 4 atau 5. Novel ini sama seperti Wrecking Eleven, menggunakan sudut pandang orang pertama (aku, saya, gue). Nggak ada yang salah, sih, sama sudut pandang. Tapi, gaya bercerita atau narator di buku ini menurut gue lebih ke Personal Literature (PeLit). Gue emang keseringan banget baca buku jenis PeLit. Dan sebelumnya Haris juga sempat menulis novel nonfiksi. IMHO, karena ini sepertinya banyak pengalaman asli dari Haris, nggak tau kenapa kayaknya lebih asyik jadi novel PeLit daripada fiksi. Ehehe.

Karena belum baca sampe habis, maka gue belum bisa review banyak. Yang bisa disimpulkan selama membacanya sampe bab 5, gue cukup terhibur. Walaupun ceritanya agak kurang padet. Iya, menurut gue gitu. Padahal sudah sampai bab 5, tapi konflik percintaannya belum juga panas. Masih terlalu fokus ke cerita persahabatan atau sedang menguatkan karakter ketiga tokoh yang absurd ini. Oh, atau mungkin masih ingin bermain-main dengan beberapa jokes dengan kisah koplak ketiga sahabat ini? Semoga saja gue salah. Namanya juga belum baca sampe habis. Hehe. Tapi setau gue, alur cerita itu emang lebih penting daripada komedi. Mungkin Haris agak khilaf ketika memasukkan komedinya.

Ah, biar bagaimanapun dia telah berhasil menyelesaikan novel-novelnya, sedangkan gue apa? Baca buku yang ini aja belum sampe kelar. Maaf.

Unforgettable Baper Moments

Di buku ini, Haris berkolaborasi dengan @justparodi. Haris menulis 2 bab, “Gue Mah Apa Atuh” dan “Para Pencari Nafkah”.

Di bab “Gue Mah Apa Atuh”, ia menceritakan tentang kisah cintanya. Saat gue baca, kisah cinta Haris memang cukup menyedihkan. Tapi anehnya, nggak tau kenapa gue ngerasa kurang dapet feel sedihnya. Entah karena ceritanya yang seperti ditahan-tahan dan tidak diluapkan semua, atau karena kisah cinta gue yang jauh lebih kelam dari dia (kok malah jadi gue yang ngerasa ngenes gini?). Kalo lucunya, sih, lumayan dapet. Yep, self depreciating memang paling ampuh dijadikan komedi.

Kalo di “Para Pencari Nafkah”, tulisannya lebih keren. Gue juga merasa related. Meskipun gue udah lupa rasanya gimana ditolak perusahaan, tapi ketika baca itu, gue beneran ngerasain pahitnya mencari kerja. Feel-nya dapet. Setuju banget deh gimana rasanya di-PHP-in perusahaan. Hahaha. Sakit coy! Makanya gue masih nganggur nih sampe sekarang. Njir, sempet aja curhat.

Namun, meskipun telah gagal beberapa kali dan teman-temannya juga mulai pada bekerja, Haris tetap tidak menyerah dan berusaha semaksimal mungkin. Sampai akhirnya, usahanya itu membuahkan hasil. Yeah, sebuah hasil memang tidak mengkhianati prosesnya. Selain lucu sama ceritanya, bab yang ini bagi gue sungguh memotivasi. Mantap.

Oke, kayaknya segitu aja review gue.

Kalo menurut gue pribadi, sih, gue lebih suka tulisannya di blog atau kisah aslinya (nonfiksi), terasa lebih jujur. Pesan yang ingin disampaikannya itu lebih ngena ketika di blog. Mungkin karena penulisan di blog lebih bebas kali, ya. Sebelumnya, mohon maaf kalau ada penilaian yang sotoy dan beberapa kritik yang tidak enak dibaca. Gue memang baru belajar dan paling takut kalo nulis review. Huhu.