Gadis Macan

“Aku suka BDSM: beribadah, dakwah, salat, mengaji; apalagi ketika bulan puasa.”

Kalimat itu adalah twit milik Agus Purnomo—salah satu teman sekelasku sewaktu kuliah dulu. Kubaca twit itu berulang-ulang kali. Sampai pengulangan yang kelima, aku berhenti membaca dan berpikir, apa arti sebenarnya dari BDSM?

Aku dulu sempat mendengar singkatan itu, tapi karena merasa tidak berfaedah, aku melupakannya begitu saja. Sebelum mencari tahu arti BDSM, aku mengontak Salsabila dan Canda Winarto di WhatsApp. Aku menanyakan mereka sudah sampai mana, sebab aku mulai jengah menunggu di kafe seorang diri seperti ini. Syukurnya, kafe ini menyetel musik Maher Zain yang cukup menenangkan hati.

O iya, mereka berdua juga merupakan teman kuliahku, sama seperti Agus. Rencananya kami bertiga akan reunian dan janjian di Kalisbeng Cafe untuk buka puasa bersama. Momen seperti bulan Ramadan ini memang cocok untuk silaturahmi dengan teman-teman yang sudah lama tidak berjumpa.

Aku sebenarnya sudah hafal kebiasaan mereka yang sering telat kalau setiap janjian. Kami janjian pukul 16.00, tapi sudah 20 menit berlalu, mereka belum nongol juga. Kadang aku pun jadi sebal sendiri dengan diriku yang terbiasa datang tepat waktu. Karena tidak memiliki games apa pun di ponsel, maka kala sedang bosan begini, hiburanku satu-satunya adalah Twitter.

Sayangnya, sejak ada fitur “In case you missed it”, timeline mulai jadi menyebalkan. Aku merasa tidak butuh-butuh amat fitur seperti itu. Aku tidak begitu peduli soal twit-twit yang terlewat olehku. Termasuk twit Agus 22 jam lalu tentang BDSM itu, yang bisa-bisanya terbaca olehku.

Karena sudah telanjur membaca twit itu dan penasaran soal BDSM, aku pun segera mencari tahu artinya di mesin pencarian. Kuketik “arti BDSM”, lalu muncul hasil Wikipedia bahasa Indonesia di paling atas. Aku segera mengekliknya.

Sial! Ternyata arti BDSM itu mengandung unsur pornografi. Syukur saja aku tidak sampai membuka Google Image. Bisa-bisa pahala puasaku berkurang, atau mungkin malah batal. Aku jadi bingung, kenapa beberapa orang suka banget melesetin istilah mesum seperti itu? Ah, tapi kalau Agus mah memang mesum dan norak!

Merasa jengkel setelah mengetahui tentang BDSM, aku menutup web itu dan menaruh ponselku ke meja. Seketika itu, tiba-tiba ada yang menepuk bahuku.

“Udah lama, Heh? Sorry, macet banget tadi.”

Tanpa menoleh, aku sudah mengenali suara itu. Suara milik Canda. Ia pun memilih duduk di hadapanku.

“Taik, ah! Ngaret mulu.”

Ia hanya menyengir mendengar keluhanku. Penampilan Canda tidak banyak berubah. Ia masih berambut gondrong sebahu seperti terakhir kali kami berjumpa pada saat wisuda, sekitar 8 bulan yang lalu. Katanya, sih, ia pengin berambut gondrong biar kayak seniman. Padahal sebutan gembel lebih pantas untuknya.

Kami berdua kemudian basa-basi menanyakan sedang sibuk apa. Ia bercerita tentang pekerjaannya menjadi penulis konten di salah satu perusahaan periklanan digital di Jakarta Selatan. Ia mengeluhkan dirinya yang susah melepaskan diri dari begadang setiap kali dikejar deadline. Aku pun gantian menceritakan pekerjaanku yang biasa-biasa saja menjadi staf admin.

Tidak lama setelah kami mengobrol, Salsa akhirnya datang dan duduk di sebelah kananku. Tiba-tiba aku menghirup wangi bunga lotus, yang kutebak berasal dari parfum miliknya. Ia masih tetap manis dengan rambut ikal yang panjangnya sepunggung dan dibiarkan terurai. Apalagi sekarang ia mengenakan kemeja merah muda yang bagian lengannya dilipat hingga siku. Salsa semakin terlihat memesona di mataku. Setelah memperhatikan ke bawah, kakinya dibalut pakaian serba putih. Bukan. Ia bukan memakai bawahan mukena, tapi memakai celana panjang bahan dan flat shoes yang berwarna sama. Tas wristlet hitam yang tadi disampirkan di bahu, kini diletakkan di atas meja.

“Baru pulang kerja, Sa?” ujarku menyapanya.

Salsa mengangguk. Tanpa disuruh, ia langsung bercerita mengenai pekerjaan barunya saat ini, yang menjadi sebuah tantangan bagi dirinya. Ia sebelumnya bekerja di salah satu bank swasta, lalu sekarang sedang menjalani pelatihan selama 3 bulan di kantor barunya. Ia tidak pernah menduga kalau dirinya akan menjadi staf marketing di sebuah perusahaan asuransi. Ya, pantas saja dirinya bisa lebih luwes saat berbicara. Karena Salsa tadi belum datang, kemudian aku dan Canda mau tak mau harus kembali menjelaskan soal pekerjaan kami kepadanya.

Pukul 17.00, kami mulai memesan menu. Aku memesan es teh manis dan spageti. Canda juga memesan menu yang sama sepertiku, bedanya ia memesan teh hangat. Sedangkan Salsa frappuccino dan chicken wings. Sehabis pramusaji itu mencatat pesanan, kami lanjut mengobrol.

Cukup lama kami bertiga mengobrol tentang betapa konyolnya zaman kuliah dulu dan menertawakannya. Tidak terasa waktu terus bergeser dan pramusaji yang tadi mencatat menu, kini mulai membawakan pesanan kami satu per satu. Aroma saus spageti yang terhirup itu mulai menggoda nafsu laparku. Apalagi embun yang menempel pada gelas beling minuman pesananku, aku sampai menelan ludah dibuatnya.

Tak lama setelah pesanan kami lengkap, suara azan magrib mulai berkumandang. Suara itu bukan berasal dari masjid, melainkan dari sebuah televisi di kafe ini. Aku membaca doa berbuka puasa dalam hati, kemudian menyedot es teh manis itu hingga tersisa setengah. Mereka berdua juga langsung menyantap pesanannya masing-masing.

Ketika asyik menikmati spageti, aku melirik pesanan Canda yang ternyata sudah habis.

“Lu emang kagak sahur, Can?” tanyaku meledek.

Salsa yang lagi fokus melahap makanannya, akhirnya teralihkan dan jadi melihat piring Canda yang tersisa sausnya saja. Ia pun tertawa. Aku kemudian memperhatikan ekspresi Salsa saat tertawa. Giginya yang terlihat putih seperti model iklan pasta gigi, bibirnya yang dipoles lipstik dan masih tampak natural, serta lesung di pipinya yang membuatnya semakin manis. Aku tersenyum memandanginya. Ada debar jantung yang iramanya berbeda.

Canda tidak menggubris pertanyaanku. Ia juga cuek mendengar Salsa tertawa seperti itu. Ia malah bilang kepada kami kalau ingin Magriban duluan. Maka, kami pun sepakat untuk salat secara bergantian.

Saat berdua dengan Salsa begini, entah kenapa aku kepikiran soal twit Agus tadi. Aku kemudian bertanya kepadanya, apakah masih ingat dengan Agus teman sekelas kami dulu? Ia menjawab masih ingat dan bertanya balik kepadaku, ada apa memangnya?

Aku kembali bertanya, kali ini mengenai arti BDSM. Lalu Salsa menjawab kalau dia mengetahui artinya. Aku pun berniat memberi tahu Salsa soal twit Agus itu.

“Agus itu ternyata mesum banget yak,” ujarku ke Salsa seraya memperlihatkan ponselku.

Ia melihat ponselku, membaca twit itu, dan bilang, “Ya udah, sih, suka-suka dia.”

Salsa kemudian menyedot minumannya. Ia mengambil ponselnya dari dalam tas, mengetik entah apa agak beberapa lama, dan sekarang gantian memperlihatkan ponselnya kepadaku. Aku membaca sebuah twit dari Hehe Darmansyah, “Buka puasa paling enak tuh ML: makan lontong”.

Itu ialah twit milikku sekitar 3 tahun silam. Sialan! Kenapa ia malah meledekku? Aku menebak kalau Salsa itu sedang berusaha membela Agus. Mungkin ia pernah menyukainya. Tapi apa iya begitu?

“Kok lu jadi belain dia, sih?” tanyaku protes kepada Salsa. “Lu pernah suka sama Agus ya, Sa? Ciyaaa.”

Pipi Salsa berubah menjadi merah. Aku pun semakin semangat menggodanya, “Hmm... atau lu jangan-jangan pernah jadi korban BDSM Agus, ya? Ciyaaa.”

Salsa pun langsung bangkit dari tempat duduknya. “Heh, jangan sok iyeee deh lu! Gue gampar mulut lu yeee!” Mata Salsa melotot dan tangannya menunjuk ke wajahku.

Aku kaget kenapa ia mendadak jadi seperti itu. Seluruh pengunjung kafe pasti mendengar suara itu dan saat kuperhatikan, mereka memang melihat ke arah kami. Aku segera berdiri dan meminta maaf ke pengunjung kafe di sekitar yang memperhatikan meja kami, “Sori-sori. Tadi temen saya lagi latihan akting.”

“AKTING-AKTING, GUE GAMPAR MULUT LU YEEE! SEKALI LAGI LU BAHAS HAL BURUK SOAL AGUS, BENERAN GUE GAMPAR MULUT LU!”

Kali ini, suara Salsa semakin meninggi. Aku tambah terkejut dengan perempuan di sampingku sekarang ini. Sosok yang selama ini kukenal manis, tau-tau berubah menjadi bengis. Karena masih tidak percaya akan hal itu, aku berdiri mematung. Akhirnya, salah seorang pramusaji datang melerai dan meminta kepada kami untuk tidak ribut karena mengganggu pengunjung yang lain.

Salsa seolah tidak sadar apa yang barusan ia perbuat. Begitu tersadar, ia kemudian duduk dan membenamkan mukanya ke tas miliknya. Aku kembali meminta maaf. Baik kepada pramusaji, maupun pengunjung lain. Lalu Canda datang dari musala dan kembali duduk di tempatnya semula. Wajah Canda terlihat kebingungan saat memperhatikan para pengunjung yang masih memandangi meja kami.

“Tadi ada ribut-ribut apaan, sih?” tanya Canda kepadaku dan Salsa.

Salsa hanya diam. Raut wajahnya masih menunjukkan kekesalan saat kulirik. Ia membalas lirikanku. Sorot matanya begitu tajam hingga menusukku. Aku sendiri merasa sangat bersalah. Canda sepertinya tetap menunggu penjelasan kami. Namun, aku tidak ingin membahas hal itu sekarang. Aku lebih memilih minta maaf kepada Salsa, “Sori, Sa, bercandaan gue tadi kelewatan.”

Salsa tetap tidak menjawab. Akhirnya, aku meminta maaf lagi. Canda bingung melihat kelakuan kami berdua. Ia pun menggaruk-garuk rambut gondrongnya dengan tangan kiri.

“Heh, lu minta maaf kenapa, sih? Bercanda apaan deh?”

Aku tidak memedulikan pertanyaan Canda. Aku cuma ingin mendengar jawaban maaf dari Salsa.

“Maaf banget, Sa. Gue beneran bercanda tadi.”

Pas tiga kali aku meminta maaf kepadanya, dan akhirnya Salsa membuka mulutnya, “Iya, gue juga minta maaf udah bentak-bentak lu tadi.”

Keluar juga kalimat itu. Aku pun mulai merasa lega.

“Yang tadi bentak-bentak itu suara lu, Sa?”

Setelah Canda bertanya begitu, Salsa langsung pamit salat, mengambil ponsel dari dalam tas, dan menitipkan tasnya kepada kami. Canda yang sejak tadi penasaran, masih berusaha mengorek informasi dariku tentang kejadian sewaktu ia salat. Aku sengaja tidak memberitahunya. Aku takut ia tertawa terbahak-bahak kalau kuceritakan. Karena ia merengek, aku akhirnya berjanji untuk memberitahunya nanti saja sepulang dari kafe. Aku juga menyuruhnya berjanji untuk tidak menanyakan soal itu kepada Salsa, kalau nanti kutinggal salat.

Begitu Salsa kembali ke meja, kini gantian aku yang meninggalkan mereka berdua. Setelah aku kembali, suasana di meja kami menjadi canggung. Aku harap Canda benar-benar memenuhi janjinya dan tidak bertanya apa pun kepada Salsa. Keadaan ini semakin kaku dan kami sibuk dengan ponsel masing-masing. Tak lama setelah itu, Salsa mengajak kami pulang. Kami meminta bill kepada pramusaji, lalu mengumpulkan uang sesuai pesanan masing-masing, dan membayarnya. Salsa kemudian pulang ke rumahnya dengan memesan ojek online, sedangkan Canda mengajakku main ke rumahnya.

***

Sesampai di kamar Canda, ia langsung menagih janjiku. Aku kemudian terpaksa menceritakan kejadian di kafe itu secara detail. Belum selesai aku bercerita, ia sudah ngakak tidak keruan seraya memukul-mukul kasurnya. Benar, kan, apa dugaanku. Bagusnya, aku tidak menceritakannya di kafe.

Aku sejujurnya masih bingung bagaimana sikap Salsa nanti kepadaku setelah kejadian tadi. Mungkin Salsa tidak akan mau lagi kalau kuajak bertemu. Entah karena sangat malu, atau benci terhadapku.

“Lu lagian ngapain coba ngeledek Salsa sampe kayak gitu?”

Aku tidak menjawabnya dan hanya menunduk sambil menggaruk hidung.

“Oh, gue tau...,” ujarnya. “Lu suka sama Salsa, ya?”

Ia pun tertawa lagi. Aku tidak ingin Canda sampai mengetahui hal yang sudah kupendam sejak lama ini. Oleh karena itu, aku masih tetap tidak menjawab pertanyaannya. Semoga ia tadi hanya bercanda.

“Udahlah, ngaku aja sama gue. Rahasia aman.”

Aku masih bergeming dan berusaha cuek.

“Ya udah, kalo tetep nggak mau cerita. Mending gue aja yang cerita kalau Salsa sama Agus tuh pernah pacaran.”

“Seriusan lu?” tanyaku penuh emosi.

Canda lagi-lagi tertawa dan kali ini sambil memegangi perutnya. Ia kemudian bilang, “Tuh, kan. Gue pancing dikit, langsung ketahuan.”

Skatmat. Aku kalah. Aku gagal menyembunyikan perasaanku. Dan dengan sangat terpaksa, aku harus curhat kepada Canda tentang perasaan sukaku terhadap Salsa sejak semester 2. Lalu, ia gantian memberitahuku soal Agus dan Salsa yang sempat pacaran sekitar 6 atau 7 bulan sewaktu semester 5.

Entah kenapa aku cemburu mendengar Agus yang sempat mendapatkan hati Salsa. Aku juga tidak rela mengetahui kebenaran ini. Kenapa bisa-bisanya Salsa pacaran sama Gemini keparat itu?! Aku sering mendengar rumor tentang Agus yang mesum. Sehingga, aku jadi berpikir yang bukan-bukan mengenai Salsa. Namun, aku masih berharap kalau Salsa itu memang perempuan yang baik. Aku berusaha menepis hal-hal buruk yang mungkin terjadi kepadanya.

Sayangnya, aku masih tidak percaya kenapa Salsa bisa semenyeramkan di kafe tadi. Itu pertama kalinya kulihat Salsa marah. Apa yang membikin dia bisa jadi seperti itu? Ia seperti kesurupan macan, dan mengingatkanku akan novel Eka Kurniawan, Lelaki Harimau. Seandainya Salsa adalah tokoh sebuah novel, mungkin judulnya yang tepat ialah, Gadis Macan. Aku pun membahas hal itu dengan Canda.



Bukannya mendapatkan dukungan kalau tadi Salsa itu cuma khilaf, ia malah merespons, “Mungkin Salsa tuh sebenernya emang monster yang menjelma jadi manusia, Heh.”

“Taik, ah!”

Canda kembali tertawa.

Setelah itu, cerita semakin mengalir dan menjadi sebuah gibah. Kami membicarakan beberapa kelakukan buruk Agus yang pernah kami dengar sebelumnya; Agus sering gonta-ganti pacar, Agus berhubungan dengan tante girang, Agus suka mengambil keperawanan anak-anak SMA, dan seterusnya, dan seterusnya sampai mulut kami berbusa. Kami pun secara tidak langsung turut membenarkan gosip yang beredar, bahwa Agus itu memang laki-laki mesum sekaligus bajingan.

Selagi mengatakan hal buruk tentang Agus begini bersama Canda, aku membayangkan Salsa muncul tiba-tiba dan langsung menggampar mulut kami berdua. Sebelum pergi, ia kembali mengancam kami, “JANGAN SOK IYEEE DEH LU! SEKALI LAGI LU BAHAS HAL BURUK SOAL AGUS, BENERAN GUE GAMPAR MULUT LU!”

Setelah puas mengobrol dan tertawa ngakak bersama Canda, aku pun pamit pulang.

***

Sesampainya di rumah, aku segera merebahkan diri di kasur. Lelah sekali rasanya aku dengan kegiatan hari ini. Kala sedang menunggu kantuk seraya menatap langit-langit kamarku yang berwarna putih polos, entah kenapa aku jadi memikirkan soal Agus kembali.

Namun, kali ini aku termenung dibuatnya. Kenapa tadi di rumah Canda, aku bisa setega itu menghina Agus? Hanya karena ego dan cemburu, aku sampai merendahkan orang lain. Aku juga merasa jahat banget jadi orang. Aku seolah seperti orang yang lebih bermoral dari Agus. Belum tentu, kan, Agus betul seperti itu? Kalaupun iya, bisa saja saat ini ia sudah berubah seperti twit yang dibuatnya itu.

Lagian, kenapa aku repot-repot menggantikan tugas Tuhan? Aku bahkan tidak berhak untuk menilai amalan orang lain. Seharusnya aku introspeksi diri seperti sekarang ini. Setelah kurenungi, rupanya hatiku masih penuh dengan benci. Dan ternyata aku juga suka BDSM: bergunjing, dengki, suuzan, menghina.

Bedanya, aku tidak membuat kalimat itu menjadi sebuah twit seperti yang Agus lakukan. Jika Agus benar-benar seorang bajingan, aku sebetulnya tidak ada bedanya. Mungkin Agus malah lebih baik dariku. Aku pun merasa belum pantas menjadi laki-laki yang bisa menjaga hati Salsa. Kelopak mataku mendadak panas. Kemudian keringat keluar dari mataku dan mengalir di pipi.

--

Sumber gambar: Pixabay yang kemudian gue tambahin teks.

--

Sebagian cerita di dalam cerpen ini terinspirasi dan diambil dari video Audisi Biskuat yang kemarinan sempat viral.

42 Comments

  1. Cerpennya sangat menarik Sob, sepertinya sobat memang berbakat dalam membuat cerpen, hobby menulis cerpennya bisa dikembangkan terus sehingga nantinya bisa menghasilkan pundi pundi rupiah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wahaha. Belum kepikiran untuk dikomersilkan gitu, sih. Masih belajar. Boleh juga sarannya. Siap nanti bakal gue kembangin, Mas. Supaya bisa jadi pundi-pundi receh, ya. :D

      Delete
  2. Gue jadi tau BSDM itu ... wkwk
    Gus, sebajingan2nya lu tolong jangan php in perempuan *curhat *apasihnaii😅

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ciyaaa sekarang tahu.

      Tuh, dengerin apa kata Yuniar, Gus! Jangan suka PHP.

      Delete
  3. hehe yang aku ingat malah kata "macan" itu manis dan cantik
    jadi gadis macan adalah gadis macan dan cantik
    hehe ...,

    ReplyDelete
  4. Novel lelaki harimau bagus tuh, dan merupakan salah satu novel wajib yang harus dibaca hehe. Unsur kebencian di dalam diri manusia memang sifat lahiriah yang gak bisa dihilangkan, mungkin manusia bisa lebih mengontrol emosi saja ketika menemui hal yang gak disukanya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, sudah baca dan menamatkannya dua kali. :D
      Hahaha. Iya juga, sih. Hal-hal semacam itu pasti ada. Ya, meski cuma sebatas pikiran.

      Jadi berarti pas Salsa lagi ngamuk, itu dia nggak bisa ngontrol emosinya? Padahal baru aja buka puasa, ya. Duh, Salsa. :(

      Delete
  5. Anjer. Huahahahahahaha. Aku gatel pengen edit judulnya jadi, "Gadis Macan Biskuat." HAHAHAHAHAHA. Dan itu nama ceweknya Salsa, emang sengaja biar kayak Salsa peserta audisi Biskuat ya, Yogs? NGAKAK SUMPAH HAHAHAHAHAHAHAHA.

    Ini cerpennya rada gesrek tapi tetep aja perenungannya. Aku yakin sebagian dari kita pernah ngalamin momen ngerasa bersalah, nyesal, atau apalah itu karena udah ngomongin orang sebegitunya. Good job, Yogs! Ending-nya nggak maksa dan nggak menggurui. Yuhuu~

    ReplyDelete
    Replies
    1. JANGAN TERLALU NYEBUT MEREK DI JUDUL WOY! Hahaha. XD
      Karena lagi bosen sama nama Rani. Takut malah nggak bener imajinasinya. Lagi bulan puasa. Wqwq.

      Ya, sekalian bermuhasabah di bulan puasa, Cha. Jangan gesrek semua. Yuhu~

      Delete
  6. Waktu baca judulnya kok malah keinget trio macan. Setelah baca ada cewek yang galaknya kayak macan kalo lagi marah. 😂

    Yah, namanya juga lagi marah. Wajar 😂😂😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. Duh, kok jadi dangdut gitu, sih? :D

      Iya, wajar kan orang marah-marah sampai lupa tempat? :p

      Delete
  7. Cerpennya keren. Paragraf terakhir nyesss banget ya ke hati.
    Aku juga pernah kok ngalamin kayak gitu, ngerasa berdosa udah ngomongin orang. Tapi tetep aja sampai sekarang masih khilaf ngomongin orangnya kwkwkw

    Semangat untuk terus berkarya ya~~~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih, Ren. :) Hahaha. Kayaknya banyak yang pernah bergibah gitu deh. Dan khilaf emang nggak jauh-jauh dari diri ini. :(

      Yoih, semangat juga!

      Delete
  8. ih tapi salsa biskuat sekarang udah agak "bening-an" lho bang *komen tidak berfaedah

    andaikan pas kejadian si salsa ngomong "jangan sok iye lu" beneran terjadi, kayaknya orang-orang itu nggak cuma ngliatin kejadian itu deh bang. dalem ati pasti mereka juga ngakak. haha

    selama puasa aku jadi suka bdsm : bobok, (n)dengkur, selimut dan makan-minum *oke ini maksa sepertinya*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Belum sempet ngikutin lagi nih, Mas. Bahaha. Kupikir juga mereka pasti ngakak. Sayangnya ini cuma fiksi, ya. XD

      Maksa euy! :p

      Delete
  9. Syukurlah endingnya tidak seperti yang kuinginkan. udah lah namanya canda, ada hehe darmansyah. itu tadi kalo ujungnya "hehe.canda" udah siap-siap masang senyum datar ini. xD

    Untung aja kagak ada yang kostum kostum. alhamdulillah ya awloh, semua tugasku sudah selesai...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wuahaha. Senyum datar dan muka ngantuk pas disuruh foto ya, Haw? XD
      Saking malesnya cari nama, Hehe dan Canda un gue pilih jadi tokoh. :)

      Bingung gimana masukin itu ke alur cerita. :(

      Delete
  10. Hahaha ini pada kreatif-kreatif amat dah. Dari kalimat awal nyambungnya ke mana2. :))
    Eh itu tapi yang ngetwit makan lontong si Hehe Darmansyah atau lo pas 3 tahun lalu sih? ._.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini fiksi euy. Bukan gue. Haha. Itu nama tokoh aku, kan, si Hehe Darmansyah, Di. :)

      Delete
  11. keren cerpennya.
    bikin diri ini jadi sadar bahwa kita tak lebih baik dari orang lain.

    ReplyDelete
  12. BSDM paan sih? Wk.

    Sumpah ini Salsa biskuat banget. Tapi aku suka sama perenungan si Hehe di ending ceritanya. Karena itu yang aku suka.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu kan ada tautan ke Wikipedia. :p Iya, emang terinspirasi dari audisi itu dialognya. Wahaha.

      Delete
  13. BSDM anjir, gue penasaran tapi nggak sampai nyari di google, nanti deh habis lebaran nyarinya. wkwk.

    BSDM bukannya nama daerah di Jakarta ya? ini serius beneran nanya.

    Gue ketawa sih pas, dialog audisi biskuat dibawa-bawa, tailah. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Segala nunggu lebaran, Rul. Malam juga bisa. :p BSD maksud lu? Itu di Tangerang. Singkatan dari Bumi Serpong Damai. Hahaha, semoga terhibur dengan ceritanya~

      Btw, blog lu kok nggak bisa dibuka, ya? :|

      Delete
  14. duh ketipu, ternyata cerpen. dikira lagi curhat padahal XD

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hidupku mah nggak sekeren cerpen ini (setidaknya bagiku). Hahaha. XD

      Delete
  15. Itu spageti atau mi aceh, bg? :))

    Salsa kesurupan peserta biskuat. Lebih nyeremin daripada macan. Ini saking seringnya bergaul di grup WIRDY, jadi suuzon: "Ini tokoh aslinya ada di grup WIRDY, lho." Hahaha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Spageti woy!

      Salsa udah makin cantik pas kerja~ :D
      Siapa yang lu maksud dah? Sebut nama!

      Delete
  16. Wanjeeerrr bergunjing, dengki, suuzan, menghina. Mantap soul!
    Akhirnya ada kesimpulan baik yang dpt gue ambil dr tulisan ini, Yog. #MenujuYogaSholeh

    Kirain ini curhatan elu, Yog hahahaha
    SALSA BANGKE BENER. ASLI DAH.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah ya, Ukhti. #MenujuYogaSaleh2017

      Nggak dong, ini murni fiksi. Ehehe.

      Delete
  17. Audisi biskuat apasi mksdnya? Kok saya kudet yah:'D
    Bisa2an aja BDSM kpanjangannya diganti dri yg tntg sex jd keagamaan. Bhahaha.

    Mgkin si salsa emg tdnya mnis kiyut2 gmn gtu, tp slama ini dia sring memendam emosi jd bsa meledak kapan aja kyak bom wktu. Haha. Tp kzl jg kali itu diledekinnya sadis bgtu "lu prnah bdsm sm agus?" Ya ngamuk lah dia wkwkw

    Brrti intinya kita boleh suka BDSM nih? Beribadah, dakwah, sholat, mengaji :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Coba tonton Youtube, terus ketik "Salsa Audisi Biskuat"
      Ehehe. Demi kemaslahatan umat, Lu. Blog ini bertaubat kala bulan puasa. o:) Betul juga itu. Terlalu sering mendam emosi, pas meledak jadi bahaya gitu, ya. Serem anjir.

      Kalau BDSM yang itu, bolehlah~

      Delete
  18. Judulnya membuat saya ingat trio macan, keren mas, memang njenengan berbakat jd penulis, semoga bs terus berkarya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha. Saya baru mulai ngeblog aja 2012 akhir, Mas. Kayaknya bukan bakat. :p Lagian, bakat bisa dikalahkan oleh kerja keras, Mas. :D

      Semoga bisa terus berkarya juga untuk Mas Yosef. :)

      Delete
  19. WIRDY mah jago ya, masih tetap menyempatkan diri untuk berkarya dan....menyesatkan orang. BDSM dibuka dengan singkatan-singkatan yang baik dan terpuji, tapi semakin kebelakang ntah kenapa aura es krim mulai terasa. Ternyata dugaan gue nggak salah kan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hey, jaga mulut kotormu! Kami nggak menyesatkan, ya! Kami ini mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara yang lain. Wqwq. Apaan!

      Aura es krim itu apaan woy?! XD

      Delete
  20. Terharu, ngakak dan terpesona, tapi kenapa gemini disebut2 kalo urusan yg jelek 😭

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu karena netizen memang suka menggeneralisir Gemini itu jelek sifatnya. Padahal kan nggak ada hubungannya sama zodiak. :)

      Delete
  21. Kukira macan penyanyi dangdut itu lho mas..he
    Nah disini dapet lagi nih apa arti BDSM. Tadi di Robby juga dapet..he
    Sempat baca komen di Robby yang searching gitu, eh dapetnya apa. Disni aja yang gak ngawurnya bertingkat..hehe Dan bodohnya, aku sempat searching juga karena penasaran. Untung malam..haha

    Bagus nih cerpennya mas :)
    Bacanya aja sampe abis satu gelas es nih. Ah, emang akunya aja haus :D

    Kalau baca tulisan mas Yoga ini memang harus sembari santai. Lebih bagus lagi ditemani minuman dan cemilan ringan..hehe

    Manusia memang tempatnya salah ya, mas. Pun aku begitu, pernah ngomongin orang. Tapi saat ini sedang belajar untuk bisa tak mengulangi lagi kesalah yang penah kulakukan, meskipun dari hal yang paling kecil :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu mah Trio Macan. Ini Gadis Macan. Hahaha. Kalau bikin judul, saya emang suka rada-rada ngaco gitu, sih. :D Jadi, apa kesimpulannya setelah tahu arti BDSM yang sesungguhnya? :p

      Makasih udah dibilang bagus, Mas. :) Wqwq, itu mah emang haus, ya! Tapi, cerpenku kali ini emang terhitung panjang, sih. Maklumin, yak. :D

      Iya, mulai perbaiki dari hal-hal yang sederhana dulu, Mas. Semoga puasa ini bisa menjadi pribadi yang lebih baik. :)

      Delete

—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.