Borges dan Sang Gagak

Esai pendek berikut ini terhimpun di buku Roberto Bolaño, Between Parentheses, hasil terjemahan dari bahasa Spanyol ke Inggris oleh Natasha Wimmer. Pada Januari 2022, yang kurang lebih setahun silam, saya (Yoga Akbar) iseng mengalihbahasakannya ke bahasa Indonesia di blog saya yang lain, dan kini bermaksud menerbitkan ulang di sini.





Aku di Jenewa dan aku mencari kuburan tempat Borges dimakamkan. Saat itu pagi musim gugur yang dingin, meskipun di sebelah timur ada secercah sinar matahari, beberapa sinar yang menyemangati warga Jenewa, orang-orang yang keras kepala dengan tradisi demokrasi yang hebat. Plainpalais, pemakaman tempat Borges dimakamkan, adalah pemakaman yang sempurna: jenis tempat yang dikunjungi setiap sore untuk membaca buku, duduk di seberang makam beberapa menteri pemerintah. Ini benar-benar lebih seperti taman daripada kuburan, taman yang sangat terawat, setiap inci dirawat dengan baik. Ketika aku bertanya kepada penjaga tentang kuburan Borges, dia melihat ke tanah, mengangguk, dan memberi tahuku bagaimana menemukannya, tak ada kata yang terbuang sia-sia. Tidak ada cara untuk tersesat. Dari apa yang dia katakan jelas bahwa pengunjung selalu datang dan pergi. Tapi pagi ini kuburan benar-benar kosong. Dan ketika aku akhirnya mencapai makam Borges, tak ada seorang pun di dekatnya. Aku berpikir tentang Calderon, aku berpikir tentang Romantisisme Inggris dan Jerman, aku berpikir betapa anehnya hidup ini, atau, lebih tepatnya: Aku tidak memikirkan apa pun sama sekali. Aku hanya melihat kuburan, batu bertuliskan nama Jorge Luis Borges, tanggal lahirnya, tanggal kematiannya, dan sebaris syair Inggris Kuno. Dan kemudian aku duduk di bangku menghadap kuburan dan seekor gagak mengatakan sesuatu dengan suara serak, beberapa langkah dariku. Gagak! Seolah-olah bukannya berada di Jenewa, aku sedang berada dalam puisi karya Poe. Baru pada saat itulah aku menyadari bahwa kuburan ini penuh dengan burung gagak, burung gagak hitam besar yang melompat ke atas batu nisan atau cabang-cabang pohon tua atau berlari melalui rerumputan yang dipangkas di Plainpalais. Dan kemudian aku merasa ingin berjalan, melihat lebih banyak kuburan, mungkin jika aku beruntung aku akan menemukan kuburan Calvin, dan itulah yang kulakukan, semakin tumbuh dan kian gelisah, dengan burung gagak mengikutiku, selalu menjaga di dalam batas kuburan, meskipun aku kira salah satunya kadang-kadang terbang dan berdiri di tepi Rhone atau tepi danau untuk menonton angsa dan bebek, tentu saja dengan agak mengejek.

0 Comments