Tokoh Kesukaan Sepanjang 2021

Aku menjawab Berlin dari serial Money Heist dan Nozomi dari anime Sonny Boy ketika ada sebuah cuitan yang bertanya siapa tokoh kesukaanmu sepanjang 2021? Alih-alih memberikan jawaban empat sesuai batas maksimal mengunggah foto di Twitter dalam satu twit, atau bahkan lebih dari itu seperti beberapa orang yang cukup menyebutkan nama setiap karakter favorit mereka, aku pun heran mengapa cuma memilih dua. Kalau dipikir-pikir ulang, menjawab satu tokoh justru bagiku lebih masuk akal berdasarkan alasan dialah satu-satunya karakter gacoan. Namun, masa bodohlah soal berapa jumlah karakter kesukaanku pada 2021 ini. Anggap saja alam bawah sadarku ingin menjawab masing-masing satu untuk setiap jenis kelamin dan akhirnya menghasilkan dua nama tersebut. Maka, setelahnya tentu melahirkan pertanyaan baru: Apa alasanmu menyukainya?
 
Aku bisa saja dengan mudah bilang, memang suka atau cinta terhadap sesuatu memerlukan alasan? Sebagaimana yang kita ketahui, adakalanya kita bingung buat menjabarkan alasan-alasan semacam itu kepada seseorang, sebab suka atau cinta itu merupakan efek alam bawah sadar. Bisa juga karena kata hati benar-benar sulit untuk diterjemahkan lewat lisan maupun tulisan. Tapi sesaat kemudian aku merasa itu hanyalah jawaban orang yang malas berpikir, dan diriku tidaklah semalas itu.
 
Sepuluh menit telah berlalu dan aku tak tahu apa alasanku menyukai mereka. Sialan, rupanya susah juga menjawab pertanyaan yang mulanya tampak remeh ini. Aku bahkan jadi ingin menonton ulang demi bisa mengemukakan alasan-alasannya. Masalahnya, jika aku perlu melihat ulang aksi kedua karakter itu, aku jadi mulai meragukan jawabanku sendiri. Betulkah aku benar-benar menyukai mereka berdua? Setahuku, rasa suka yang mendalam itu biasanya akan mengendap lama. Aku hanya perlu membuka arsip memori dan mengenangnya dengan baik sembari berpikir “Kenapa Berlin dan Nozomi bisa membuatku terkesan dan mengalahkan karakter lainnya?”
 
Silakan lanjut membaca jika kamu juga mengikuti serial itu atau tak peduli dengan bocoran cerita.
 
 
Berlin
 

 
 
Ada sejumlah karakter fiksi yang mulanya aku benci, lantas pada pertengahan cerita atau seiring bertambahnya usia, tiba-tiba bisa berubah menjadi suka. Nama Squidward, Pangeran Zuko, Uchiha Itachi, dan Severus Snape jelas langsung muncul di kepalaku. Aku mencoba berpikir sekaligus mengingat-ingat lagi berbagai tontonan hingga mendapatkan nama Kikyo dan Sesshomaru dari serial Inuyasha. Kemudian Mama Isabella (dari anime The Promised Neverland) serta Ben Randall (dari film The Guardian) merupakan dua terakhir yang mampu aku gali dari memori. Intinya, deretan nama itu sejenis pemicu alam bawah sadarku untuk memfavoritkan tokoh Andres de Fonollosa Gonzalves alias Berlin, karena dari sekian banyak karakter fiksi yang kutonton pada 2021, hanya Berlin lah yang mengalami perubahan ekstrem di mataku.
 
Aku tak tahu kenapa karakter yang bisa menjungkirbalikkan persepsiku pada menjelang akhir film terasa amat menakjubkan. Mungkin kondisi ini mirip seperti terkena plot twist, ya?
 
Kebencianku terhadap Berlin bermula saat sang pemimpin perampokan ini sedang menceramahi Rio (tokoh yang paling muda di geng perampokan) terkait kisah asmaranya bersama Tokyo. Berlin katanya pernah bercerai lima kali—atau dengan kata lain: sudah banyak pengalaman, sehingga perlu menyampaikan nasihat bahwa cinta lokasi saat merampok bukanlah hal yang bagus. Itu bahkan bisa merusak rencana ataupun kerja tim. Sebetulnya, itu jelas ujaran yang bijak, tapi entah kenapa aku berpihak kepada Rio yang hasratnya memang sedang menggebu-gebu. Aku mungkin sewaktu menonton adegan itu juga membatin begini: Biarlah Rio menikmati masa-masa kasmarannya, Om, kayak kau sendiri enggak pernah muda aja. Kebencian itu pun bertambah saat melihat sikapnya yang sok pemimpin, ketika dia memperlakukan seorang sandera wanita dengan kasar, serta hukuman dia buat Tokyo yang sungguh keterlaluan.
 
Money Heist musim ketiga sampai kelima sering membuatku terkejut, khususnya tentang ide perampokan selanjutnya yang berasal dari kepala Berlin. Kebencianku kepada tokoh itu pun tanpa sadar luntur begitu saja, dan seakan-akan memaksaku untuk mulai menyukainya. Kekaguman meluap-luap ini pertama kali kusadari saat momen Berlin mengamuk di restoran (merangkap bar) karena baru saja patah hati. Gagasan tentang penjahat yang biasanya selalu lolos dari penangkapan polisi dan sekalinya masuk penjara cuma gara-gara cinta mungkin terdengar klise, tetapi adegan Berlin melampiaskan kemurkaannya dan kemudian rela ditangkap benar-benar terasa memikat. Apalagi lagu latar yang mengiringinya juga cocok.
 
 
 
 
Tokoh Berlin yang tewas di akhir musim kedua mestinya membuat para penonton mulai melupakannya atau lebih fokus dengan karakter-karakter yang masih hidup. Namun, banyaknya kilas balik tentang Berlin yang sedang memaparkan rencana perampokan maupun melakukan aksi merampok pada musim-musim setelahnya jadi menyita perhatian dan tampak memukau di mataku. Lagian, kematian Berlin itu juga akibat mengorbankan diri saat menghambat serbuan polisi demi keselamatan ataupun keberhasilan gengnya. Sekalipun Berlin mengidap penyakit dan pernah berujar “hidup tua itu enggak cocok untukku”, tetap saja mengorbankan diri adalah tugas yang berat. Siapa coba yang sanggup jadi tumbal dan menahan godaan merayakan suksesnya perampokan?
 
Apalagi sewaktu aku terkenang pada musim awal saat Berlin difitnah oleh pihak kepolisian. Cara dia mengembalikan kehormatannya selepas mendapatkan fitnah keji itu brilian banget. Dia berkata jujur kepada reporter soal penyakit langkanya yang kemungkinan besar tak tersembuhkan dan usianya bakal tak lama lagi, menunjukkan saat ini juga ada kawannya yang lagi geger otak sekaligus kritis sehabis kepalanya dihantam oleh salah seorang sandera yang melarikan diri, hingga di titik puncaknya ketika dia mengakui bahwa dirinya memang perampok bajingan, tapi dia enggak pernah sekali pun melakukan perdagangan wanita, pemerkosaan, lebih-lebih pedofil—menyampaikan fakta sebenarnya atas fitnah yang disampaikan oleh pihak kepolisian. Itu sungguh serangan balik yang mematikan buat para polisi, dan kala itulah aku langsung menaruh respek.
 
Sikap Berlin yang kasar kepada seorang sandera wanita itu juga perlahan-lahan kurenungkan lagi. Sekilas dia tergambarkan sebagai manusia bedebah busuk yang kejam terhadap cewek. Lantas, bagaimana dengan si sandera itu sendiri yang sejak awal memang menggoda Berlin agar dirinya selamat atau diperlakukan spesial atau nanti dapat jatah duit hasil perampokan? Tampaknya ada konsensual di hubungan mereka yang singkat dan menyedihkan itu.
 
Hukuman Berlin buat Tokyo juga mulai masuk akal lantaran Tokyo itu sendiri berusaha memecah belah tim, bahkan mencoba membahayakan nyawa sesama geng. Kesimpulkanku: Memang begitulah sikap pemimpin yang bijak: mesti tegas terhadap anggota. Ah, kenapa hal-hal yang tadinya salah jadi terasa benar buatku? Apakah aku terus-terusan mencoba mencari pembenaran atas segala tingkah Berlin? Intinya, Berlin memang bangsat dan layak aku jadikan tokoh favorit sepanjang 2021!
 
 
Nozomi
 
 
 
Tokoh cewek dengan status anak pindahan dari sekolah lain yang pertama kali menyapa sang protagonis (yang gemar menyendiri) di anime Sonny Boy mengingatkanku pada pengalaman diri sendiri. Di episode pertamanya, Nozomi berkata bahwa si protagonis merupakan satu-satunya orang yang dapat dia ajak bicara. Aku tak tahu apa alasan dia bilang begitu, selain coba berasumsi tentang perasaan di dalam diri yang merasa terasingkan dari kelompok—teman satu sekolah, bahkan teman sekelas. Jadi, si anak baru yang mungkin sulit bergaul pun berusaha mendekati seseorang yang senasib dengannya.
 
Pada masa SD (sekitar kelas 1-4), aku adalah seorang pemalu yang kerap menutup diri dan otomatis terkucilkan. Jika kukenang masa lawas itu, aku sepertinya terkenal sebagai bocah paling pendiam dan pemalu di kelas. Aku pun tak mengerti kenapa saat itu benar-benar sulit akrab dengan teman-teman sekelas sekalipun muridnya juga itu-itu aja. Begitu rasa cemas mulai hinggap di dalam diri (apakah aku seterusnya akan begini?), kala itulah muncul murid pindahan yang duduk sebangku denganku dan secara perlahan bisa mengubah sifatku. Walaupun Nozomi bagiku tampak kawaii, sementara cewek yang duduk sebangku denganku jauh dari diksi itu, atau dengan kata lain paras mereka bertolak belakang, setidaknya karakter mereka yang sama-sama menjadi penggerak atau alasan agar si protagonis memperbaiki diri sangatlah mirip.
 
Aku sempat merenung, apakah keberadaan seseorang di dalam hidup kita memang ada arti atau maknanya meskipun mereka cuma hadir dalam waktu yang singkat? Jawabanku saat ini: tentu saja, sebab kalau saja hari itu teman sebangkuku tidak cerewet atau berupaya memecah kebekuan di antara kami dengan bilang, “Kamu kenapa, sih, diam aja dari tadi?” yang dilanjutkan dengan kalimat paling anjing berupa “Enggak pernah duduk sama cewek cakep, ya?”, aku kira diriku pada masa itu pasti tak akan tergerak untuk lebih percaya diri.
 
Aku jelas tak ingat apa yang ada di kepala bocah kelas 4 SD saat dia mendengar kalimat dengan kepercayaan diri berlebih semacam itu dilontarkan oleh sosok manusia dengan ciri fisik yang mestinya minderan, tapi aku menduga dia belajar bahwa nilai diri kita ditentukan oleh diri sendiri, bukan orang lain. Teman sebangku yang berstatus siswa pindahan itu cukup sering menerima ejekan “gosong” oleh beberapa teman sekelas lantaran warna kulitnya yang hitam. Meski begitu, dia ternyata berusaha tegar dan menyikapinya dengan rileks seakan-akan hal itu sudah biasa baginya. Apalagi pada penerimaan rapor dia langsung membungkam murid-murid lain dengan menempati peringkat kedua atau ketiga di kelas. Belakangan diketahui, dia di sekolah lamanya memang sering mendapatkan peringkat satu. Kami pun bertambah akrab setelah dia tahu aku yang menjadi juara kelas, bahkan dia menganggapku sebagai rival. Sayangnya, pertemanan kami hanya berumur singkat karena dia kembali pindah sekolah pada kenaikan kelas 5.
 
Gambaran kisah terkait kebersamaan yang usianya pendek itu muncul kembali sewaktu aku menonton anime Sonny Boy, lalu aku melihat tokoh Nozomi sebagai sosok yang spesial dan terasa sentimental lantaran dia mengingatkanku kepada kawan lama yang keberadaannya nyaris terlupakan. Di anime itu, para siswa beserta gedung sekolahnya terdampar (istilah di serialnya: terapung) ke dunia lain. Sebagian dari mereka tiba-tiba memiliki kekuatan super, dan kemampuan Nozomi ialah dapat melihat sebuah cahaya yang tak bisa dilihat murid lain. Dia menginterpretasikan cahaya tersebut sebagai jalan keluar alias dialah si kompas penunjuk jalan yang akan menuntunmu balik ke dunia asal. Kesimpulanku: kehadiran Nozomi sungguh penting bagi protagonis.
 
 

 
Selain itu, ada beberapa adegan yang bikin aku takjub terhadap Nozomi semenjak episode satu. Selepas Nozomi dipanggil ke ruang guru dan mendengar nasihat mereka, dia pergi ke loteng sekolah buat merobek-robek sebuah buku dan menciptakan hujan kertas. Aku jelas tak tahu apa motifnya dan cuma bisa menebak itu bentuk perlawanan seorang remaja SMP kelas 3. Nozomi juga merupakan satu-satunya murid yang tidak memiliki ponsel dan bilang enggak membutuhkannya. Kala murid-murid terapung ke dunia asing tanpa kehadiran para guru, kondisi sekolah itu pun berubah kacau. Terlebih lagi sebagian siswa yang memiliki kekuatan super mulai pamer kehebatannya sampai-sampai merusak fasilitas sekolah. Alhasil, para OSIS berinisiatif mengundang setiap siswa ke dalam group chat dan menyebarkan peraturan tertulis agar mereka mematuhinya sekaligus berharap keadaan bisa lebih teratur dan kondusif. Lantas, bagaimanakah nasib Nozomi yang enggak punya ponsel? Perwakilan OSIS mencoba memberikan ponsel kepadanya dan menjelaskan perangkat itu penting buat berkomunikasi antarmurid walaupun dia bilang tak butuh. Tanggapan Nozomi sungguh fantastis: menerima ponsel itu dengan senyuman serta ucapan terima kasih, dan tak lama kemudian membantingnya di depan mereka. Nozomi benar-benar memikatku sejak kemunculan pertamanya.

4 Comments

  1. Kok aku lebih tertarik Ama tokoh Nozomi yaaa 😂. Ngebayangin muka si ketua pas ngasih hp, terus ditrima hanya utk dibanting 🤣.

    Dua duanya aku belum nonton sih Yog. Money heist walo banyak yg bilang buaguus banget, tapi aku ngerasa udh telat, Krn seasonnya udah banyak kan ya? Aku tipe yg ga suka kalo season udh banyak, capek nontonnya wkwkwkwk. Mending baca spoiler.

    Tapi kalo soal tokoh fav, akupun dari dulu cendrung suka Ama tokoh antagonis. Kayak harry potter LBH naksir Ama Draco nya. Pas nonton Drakor My name, aku lebih suka Ama si penjahat drpd tokoh baiknya 😄.

    Udah bawaan, dari dulu selalu suka bad boy daripada yg baik2 😂..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa coba tonton Sonny Boy, Mbak, sekiranya mau jajal anime. Ada belasan episode (per episode sekitar 20 menit).

      Iya, Money Heist sampai 5 musim dan tamat Desember lalu. Ahaha. Saya pun sebetulnya telat ngikutin, tapi cukup nagih dan enggak peduli berapa banyak episode.

      Selama antagonisnya memang punya prinsip atau alasan kenapa dia berbuat jahat, saya pasti suka. Misalnya, antagonis yang paling menempel di kepala jelas langsung Joker di Dark Knight Trilogy.

      Berarti Money Heist ini cocok karena tokoh utamanya yang jahat kan. Mereka kan perampok. Atau kayak serial Peaky Blinders. XD

      Delete
  2. Gue belum nonton Money Heist season terakhir karena lupa terus. Selain itu karena udah kelamaan dan mulai bosan sama ceritanya sih. Kayak kok gak kelar-kelar haha. Gue juga udah mulai lupa sama ceritanya. Tapi gue juga paling suka sama tokoh Berlin karena dia punya jiwa kepemimpinan di antara semua yang terlibat perampokan. Sosoknya juga karismatik, jadi memang cocok memimpin geng. Kalau di sekolah mungkin dia cocok jadi Ketua OSIS, atau sekalian jadi Ketua Geng Anti OSIS.

    Ngomong-ngomong ada yang favoritin Arturo gak di trit Twitter itu?

    Kalau tokoh yang kedua, sumpah, gue gak kenal sama sekali. Tapi kalimat penutupnya sangat bangsat, gue jadi pengen mencoba hal yang sama di dunia nyata. Rasanya kok keren kalau bisa melakukan hal semacam itu kepada orang-orang yang menyebalkan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waktu di akhir Season 3 gue juga udah bosen sambil mikir, kayaknya ini mendingan berhenti sampai yang kedua aja deh. Tapi karena denger bakal tamat di akhir 2021, ya akhirnya lanjut nonton aja ketimbang penasaran, Man.

      Iya, karismanya memukau. Di musim terakhirnya juga semakin cemerlang itu sosoknya di mata gue.

      Wah, enggak menelusuri sampai jauh thread-nya. Semoga mah enggak ada. Itu karakter paling tai dan bikin jengkel. Mana enggak mati-mati pula. Ahaha.

      Gue juga pengin coba. Tapi butuh keberanian dan rasa bodo amat yang tinggi buat menerapkan hal itu di dunia nyata. Mungkin butuh alasan kuat juga biar enggak perlu ganti rugi atas barang yang dirusak, atau punya banyak uang dulu. Wqwq.

      Delete

—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.