Potret Usia 20-an

Apa kau masih hidup? tanya seseorang di dalam diriku, produk imajinasiku sendiri. Aku tak pernah tahu apakah kondisi memble begini masih pantas disebut hidup. Jika acuan itu berdasarkan apa yang mereka bilang bahwa tubuh ini hanyalah cangkang kosong, barangkali aku setengah hidup. Dead inside, begitulah istilah yang mereka yakini.

 


 

Sejak peristiwa suram lima tahun silam, aku terkadang bingung sedang rekreasi ke mana. Apakah aku lagi mencari cara untuk menyembuhkan diri? Ataukah aku terlihat sedang mengikuti tanda X pada peta harta karun yang kutemukan semasa remaja? Aku cuma bisa tetap melangkah menyusuri jejak-jejak kehidupan, sekalipun tak pernah tahu ke manakah ia membawaku. Benarkah ada tujuan di sana? Aku tidak sedang ditipu? Aku pun dengan tololnya mengatakan begini: mulanya piknik ini sungguh menyenangkan. Aku pun meyakini, di dalam peti harta karun itu kelak tersimpan segala keinginan yang telah kuidam-idamkan. Selama perjalanan itu, aku juga berjumpa dengan orang-orang asyik yang bisa kusebut sebagai kawan seperjuangan.


Namun, siapa sangka kalau perlahan-lahan mereka mulai tumbang satu per satu. Apalagi petaku juga mendadak lenyap dari genggaman, terbawa oleh angin alobar. Meski begitu, aku tentu sudah menghafal rutenya. Aku tahu kaki ini mesti melangkah ke mana.

Sialnya, ingatan sesekali gemar berkhianat. Suatu hari ia membuatku tersesat, sehingga aku kelewat bingung, ke manakah tujuanku berikutnya? Aku bahkan tak ingat jalan pulang. Jadi, sembari memulihkan ingatan yang kini dipalsukan oleh Waktu, aku memutuskan berdiam diri. Berkemah di antah-berantah.

Awalnya memang cukup sulit, tapi lama-lama aku pun terbiasa. Saking terbiasanya, aku sampai lupa siapakah aku sebenarnya? Kehilangan dirimu sendiri ternyata horor juga. Oleh sebab itulah, akhir-akhir ini aku kerap tidur diselimuti oleh ketakutan. Aku baru tahu, kecemasan dan ketakutan itu meniupkan hawa dingin yang sulit ditoleransi. Konon, pelukan dari orang terkasih pun belum tentu bisa menghilangkan suhu dingin keparat itu.

Walaupun menggigil, aku tak ada pilihan lain selain bertahan dan menguatkan diri. Pada suatu malam, yang terasa lebih panjang dari biasanya, perutku mendadak berisik, kepalaku berdengung, mulutku meracau, dan aku pikir itu merupakan irama kematian. Mungkinkah waktunya telah tiba?

Tapi, pada saat bersamaan aku mendengar bisikan misterius pula. Seseorang di dalam diriku, yang kukira sudah tewas, berkata lirih: Aku belum mati. Aku adalah wujud suara hati. Akulah yang akan menuntunmu ke tempat tujuan. Jika kau ingin mencoba jalan lain, aku juga akan berusaha menemanimu. Yang penting kau jangan pernah berhenti bertanya dan mencari.

Aku cuma berharap jalan lain yang dia maksud adalah jalan keselamatan, bukan kematian. Selamat memejam.

--

Gambar diperoleh dari: gintama.fandom.com

3 Comments

  1. usia 20 itu usia penuh anxiety
    gimana ya entar
    kok hidup gini2 aja
    kok yang lain udah gini
    fase berat untuk dilalui

    ReplyDelete
  2. Kalau aku komen "Ini aku banget" jadi kayak di Tiktok2 dong.

    Selamat bulan Juli Yogaa, semoga kamu terus baik-baik saja di bulan-bulan selanjutnya.

    ReplyDelete
  3. Akhir 20an, justru itu titik balikku :). Akhirnya nikah setelah ga jelas Luntang Lantung kesana kemari tiap malam :D. Setidaknya nikah bikin aku ada pegangan dan tanggung jawab.

    Semoga akhir 20 an ini menuntun kamu juga ke arah yg baik Yog :). Semangat yaaaa ^o^

    ReplyDelete

—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.