Manik Depresi

Dua fragmen berikut diambil dari akun Tumblr manikdepresi. Berdasarkan gosip yang beredar di dunia bawah, pemilik akun itu konon sudah tewas bunuh diri ditelan penyakit mentalnya pada malam tahun baru 2019. Sejauh ini, tak ada satu pun yang tahu siapa nama aslinya. Di benak saya sendiri juga belum pernah terlintas pikiran buat mengungkap siapa dirinya, bahkan tak berminat mencari tahu tentang detail kematiannya—dengan cara apa dia menjemput maut. Saya bermaksud menampilkan curahan hatinya di sini hanya buat mengenang sosoknya. Dari beberapa tulisan kelamnya, dia pernah mewakilkan perasaan saya. Hingga dapat menyelamatkan diri saya. Saya sih cuma berharap semoga dia mendapatkan tempat yang layak. Aamiin.

--



Jurnal 23 November 2018

Aku sering merasa takut. Terutama takut kalau suatu hari menulis tidak bisa menyelamatkanku lagi. Aku tidak ingin membayangkan yang buruk-buruk, tapi perasaan terasing dan terdampar ini masih belum hilang juga dari diriku.

Ketika aku mulai sadar bahwa hidup tidak lagi membawaku ke mana pun, rongga dadaku tiba-tiba terasa sangat sesak. Sampai aku menangis. Sampai aku berhenti menangis. Sialnya, kecemasan itu tidak kunjung lenyap dari dalam diriku.

Apalagi sewaktu para bajingan tengik itu terus bilang kalau pengidap depresi adalah orang lemah adalah orang lemah adalah orang lemah. Mereka cuma bisa berbicara tanpa mau mengerti sedikit pun tentang kami. Lebih-lebih untuk menawarkan bantuan dan mendengarkan cerita tanpa menginterupsi maupun menceramahi. Lama-lama, kupikir hidup ini bagaikan seonggok tahi tikus. Sama sekali tak ada gunanya. Jelas berbeda dengan kotoran sapi dan kambing yang dapat diubah menjadi pupuk kompos, memiliki nilai jual. Aku benar-benar tak berharga secuil pun. Lantas, apakah hidup tanpa makna yang dipenuhi dengan rasa cemas dan takut ini masih layak untuk dijalani? Semakin ke sini, aku seakan-akan tak sanggup lagi memikul neraka di pundak. Tapi yang menjadi pertanyaanku, apakah aku sudah siap menghadapi neraka yang sesungguhnya?


Jurnal 30 Desember 2018

Fiksi membuatku hidup di dalam banyak dunia. Aku bisa menjadi siapa pun, termasuk engkau, tapi selalu gagal menemukan diri sendiri. Aku mendalami dirimu dengan sempurna, sampai-sampai lupa bahwa aku telah kehilangan tubuh. Pikiran begitu bebas dan liar. Meskipun sebenarnya aku terkurung di selembar dokumen, sebuah neraka yang kurancang sendiri untuk menghukum sisi jahat lainnya.

6 Comments

  1. Baca ini jadi ingat videonya Hana Madeness yg judulnya seni, depresi dan bunuh diri. Dimana menjadi depresi dan mengalami mental illness itu susah di Indonesia, duluuu sekali saya juga gitu ketika temen SMP saya bunuh diri, dalam hati saya bilang " Apaansi, gara-gara itu doang" dan banyak kata2 judmental lainnya saya lontarkan, sampai sekarang saya menyesal sudah berkomentar seprti itu. Sampai satu waktu saya juga mengalaminya, mencaci maki Tuhan dan ingin menghilang saja. Sekarang saya baru paham tidak ada yg benar2 mengerti diri kita selain diri kita sendiri, depresi itu gak bisa dijelaskan, jika seandainya kita gak bisa memberi solusi ringankanlah perasaan mereka dengan tidak menghakimi.

    ReplyDelete
  2. Bacanya kok merinding, tapi juga sedih :(. Seandainya ada orang yg LBH peka dan mau mengerti , terlebih mau mendengarkan ajaaa, udah cukup sbnrnya utk orang2 depresi ini :(. Ga perlu nasehat yg memojokkan mereka.. :(.

    ReplyDelete
  3. Yog... ini apa?
    Asli gue merinding sih bacanya, mau nangis juga. Nggak kebayang... Gue nggak tau...
    Semoga penulisnya mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan.

    ReplyDelete
  4. Depresi itu butuh pelampiasan, minimal pelampiasan untuk mengeluarkan isi hati dan pikiran yang membuat depresi. Tapi sayangnya di Indonesia malah di bully, dan ketika ke Psikiater juga dianggap tabu dan menakutkan karena dianggap orang gila.

    ReplyDelete
  5. Memang bahaya kalau sudah mengidap depresi atau merasa punya penyakit mental illness. Gimana ya.. mental illness efek buruknya enggak cuma ke diri sendiri, bisa ke orang lain yang dekat sama pengidap depresi.

    Sedikit cerita, setelah gue 3 tahun pacaran, gue baru dikasih tau sama mantan kalo doi punya penyakit depresi. Dan ternyata benar dugaan gue selama 3 tahun pacaran, gue selalu stress setiap kali dalam hubungan ada masalah. Gue tertekan, mental gue dibuat jatuh sejatuh-jatuhnya karena mantan gue pun sedang merasakan depresi saat kita lagi dalam masalah (ini konteksnya pas pacaran ya). Dan berat badan gue ga bisa naik dong. Stay di 42 dari sejak 3 tahun lalu, padahal pola makan gue bagus bagus aja, dan selalu banyak makan. Dan setelah putus, gue gak sadar berat badan gue naik pesat 8 kilo. Waw! Efeknya dari pengidap depresi enggak gue sadari saat kita menjalin relasi, tapi gue sadar kalau gue tertekan dan ternyata ngaruh ke pencernaan tubuh (ini fakta ternyata).

    Mungkin obatnya untuk pengidap depresi itu harus ada di sekitar lingkungan positif ya, sering-sering denger motivator bicara. Dan memang balik lagi ke mental, harus di gembleng sekuat baja sih karena hidup pastinya selalu bermasalah.

    ReplyDelete

—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.