Seperti Utang, Rindu Harus Dibayar Lunas

Saat saya baru saja mengunggah foto makanan di Instagram, sekitar satu menit setelah itu, Rani—salah seorang teman perempuan—memberikan komentar, “Gaaa, lu nggak kangen apa sama gue?” Membaca komentarnya itu, jelas saya langsung terkejut. Tapi saya nggak kaget tentang perempuan yang bilang kangen terlebih dahulu kepada laki-laki semacam itu. Saya justru mendukung sekali kalau perempuan mau bilang duluan. Karena “Masa cewek ngomong duluan, sih?” alias patriarki adalah hal bodoh dan kolot buat saya.

Mungkin saya kelewat percaya diri menebak Rani lagi kangen, sebab tiba-tiba bertanya seperti itu. Namun, saya juga punya hak untuk menganggap pertanyaan itu secara nggak langsung ialah ungkapan hatinya kepada saya, yang ia coba siasati agar tidak terlalu menjurus, kan? Terlepas dari hal itu, saya hanya heran apa hubungannya sebuah makanan dengan perasaan rindu yang ia tanyakan di kolom komentar tersebut. 

Anggaplah ketika itu ia mengomentari foto sosis yang saya unggah. Apa yang dia pikirkan tentang sosis sampai-sampai bertanya perihal kangen? Seingat saya, kami nggak pernah makan sosis bareng. Apalagi untuk sosis yang memiliki konotasi negatif “anu”. Astagfirullah. Pembukaan cerita macam apa ini, sih?

Intinya, saya jadi kepikiran suatu hal: gimana caranya bilang kangen dengan sebuah siasat kayak yang Rani lakukan? 

sumber: https://pixabay.com/id/tangan-persahabatan-teman-teman-2847508/

Sialnya, siapa coba orang yang bisa saya rindukan? Saya lagi nggak punya kekasih. Gebetan juga belum ada karena saya masih males mencarinya. Saya pun bingung sendiri. Tapi sejujurnya, sekarang ini terdapat dua hal yang entah mengapa membuat saya kangen. Pertama, saya sedang rindu momen menulis saat terbangun dari tidur pada pagi hari. Lalu yang kedua, saya kangen menulis dengan tema tertentu bersama teman-teman saya yang tergabung dalam grup WIRDY. Mungkin bisa dibilang hal itu sekaligus perasaan rindu saya terhadap mereka. 

Untuk urusan yang pertama, saya memang sudah lama sekali nggak menulis begitu terbangun dari tidur, padahal kegiatan itu lebih berfaedah daripada mengecek ponsel dan membuka media sosial. Lagian, menulis pagi-pagi itu rasanya asyik sekali. Keadaan di sekitar yang begitu hening bagi saya sangatlah cocok untuk menulis. Biasanya, apa yang saya tulis setelah bangun tidur itu spontan. Di mana isi kepala langsung memberi tugas kepada tangan untuk menceritakan segala hal tanpa berpikir macam-macam. Seringnya, sih, saya menuliskan sebagian mimpi yang saya ingat sesudah terbangun. Barangkali ke depannya bisa berguna untuk suatu adegan dalam sebuah cerpen.

Jika ingin menulis setelah bangun tidur seperti itu lagi, mungkin dalam waktu dekat saya bisa melakukannya. Saya cuma perlu berniat dengan sungguh-sungguh, tidur lebih awal, lalu memasang alarm sebelum subuh, dan begitu terbangun saya akan langsung menyalakan laptop. Jadi, cukup mudah menuntaskan rasa kangen untuk hal yang pertama.

Persoalan kedua inilah yang bagi saya agak menyebalkan. Menulis untuk diri sendiri saja kadang sulitnya bukan main, apalagi mengajak orang lain. Saya kemudian berpikir, mending ambil cara tergampangnya dulu dengan bilang kangen kepada mereka. Barulah setelah itu mengajak menulis bertema lagi. 

Terus, gimana caranya saya bilang kangen kepada mereka di grup WhatsApp? Terkadang, ngomong rindu kepada teman sendiri di teks seperti itu pun saya masih suka malu—atau mungkin gengsi? Saya akhirnya memikirkan berbagai cara supaya hasrat kangen ini cepat tersalurkan.

Dari mulai mengikuti petuah untuk jujur dan apa adanya saja dengan bilang, “Hai, teman-teman! Apa kabar? Saya rindu nih sama kalian”, tapi kok rasanya nggak banget. Kemudian mau sok-sok romantis bikin puisi, malah takut mereka nanya, “Itu maksudnya apaan ya, Yog? Gue kurang ngerti soal puisi”, ujung-ujungnya saya balik ke cara pertama. Setelah itu, kalau mau coba kirim pesan suara, tapi keadaannya saya lagi batuk. Takutnya pas saya ngomong jadi begini, “Haiuhukuhukuhuk, gueuhukuhuk kanguhukuhuken” justru terdengar goblok dan aneh banget. Bisa-bisa saya dikira mau mati. 

Lalu, bagaimana menuntaskan kangen kepada mereka dengan cara yang tidak biasa? Nggak mungkin juga saya samperin mereka satu-satu ke rumahnya. Kalau bisa teleportasi atau punya pintu ke mana saja mah nggak masalah. Alah, berimajinasi kok segitunya. Akhirnya, saya berniat bikin sebuah cerpen tentang persahabatan. Saya sudah ada gambaran cerita akan bergulir ke arah mana, serta gagasan apa yang mau saya utarakan. Lebih-lebih saya juga habis membaca novel Tsukuru Tazaki Tanpa Warna dan Tahun Ziarahnya (Haruki Murakami). Novel itu kisahnya cukup relevan dengan grup kecil saya. Apalagi sama-sama lima orang; 3 laki-laki dan 2 perempuan. Pokoknya, persiapan saya untuk membuat cerpen udah mantap betul. Saya tinggal menuliskannya.



Kampretnya, ceritanya nggak kelar-kelar juga ketika sudah berjalan dua minggu. Bukan karena saya menunda-nunda dan malas. Saya tentu sudah menuliskannya, tapi entah kenapa saya selalu nggak sreg ketika menyuntingnya. Saya bahkan sampai bikin tiga versi dari premis yang sama. Tapi tetep aja nggak ada satu pun yang cocok. Saking keselnya, semua cerpen itu saya hapus. Sedihnya, di folder Recycle Bin cerpen itu udah nggak ada ketika saya cek. Mungkin saya hapus secara pemanen dengan menekan tombol “Shift” dan “Del” secara bersamaan. Setelahnya saya langsung sadar, betapa gobloknya diri saya kala itu.

Mau nggak mau, sudi nggak sudi, saya mesti merelakannya. Namun, saya telah kehilangan minat untuk bikin cerpen dari ulang. Saya juga sudah malas mencari cara lainnya. Alhasil, saya cuma bisa membatin, nanti aja kalau gitu bilang kangennya sambil maaf-maafan pas Lebaran.

Menunggu sekitar satu minggu itu cukup melelahkan dan menjengkelkan. Saya pun tau-tau kepikiran, bagaimana kalau rasa rindu itu akhirnya memudar? Hingga saya nggak lagi kepengin untuk bikin tulisan bertema bersama mereka? Oleh sebab itu, saya berusaha menjaga rasa kangen itu agar tidak hilang.

Saya mulai dari mengunjungi blog mereka satu per satu, lantas saya mengeklik label “WIRDY” dan membaca setiap tulisannya. Begitu selesai, saya baca ulang tulisan saya sendiri tentang mereka. Mata saya mendadak panas dan sedikit keringat keluar dari sudut-sudutnya. Momen yang berengsek sekali untuk dikenang.

Singkat cerita, masjid-masjid di dekat rumah sudah mengumandangkan takbir. Besok sudah Idulfitri. Penantian untuk bilang kangen dan maaf ini akhirnya selesai juga. Saya pun tidur cepat, lalu terbangun menjelang waktu azan Subuh. Seusai Subuhan, saya nggak tahu harus melakukan apa sembari menunggu waktunya salat Id. Saat saya bersiap-siap mau mandi dan mengalungkan handuk, rupanya kamar mandi sudah diisi terlebih dahulu oleh ibu saya.

Saya akhirnya membuka laptop, lalu membuka Ms. Word. Niatnya, agar memenuhi janji kepada diri sendiri untuk menulis setelah bangun tidur di pagi hari. Saya awalnya hanya ingin menulis singkat saja seraya menanti ibu saya selesai mandi. Anehnya, tiba-tiba tangan saya malah mengetik tentang perasaan yang telah saya pendam selama ini kepada WIRDY.

Begitu selesai membaca ulang dan mengedit tulisan tersebut, saya betul-betul nggak menyangka. Ternyata saya bisa memadukan kedua hal yang tengah saya rindukan itu ke dalam satu tulisan. Saya puas dan bahagia sekali. Janji (yang lazimnya sudah seperti utang) kepada diri sendiri untuk jujur, mau curhat lagi di blog, dan menulis pada pagi hari akhirnya dapat terpenuhi. Rasa rindu kepada mereka untuk bilang kangen pun sudah terbayar lunas. Ya, meskipun belum kesampaian untuk bikin tulisan bertema bersama mereka. Tapi semoga saja tulisan bertemanya itu segera menyusul. Aamiin.

--

PS: Kamu bisa membaca tulisan yang saya maksud itu di blog Kafe WIRDY: Selamat Lebaran dan Permintaan Maaf.

Tulisan ini awalnya diketik pada bulan Ramadan kemarin, lalu baru saya edit lagi hari ini.

32 Comments

  1. Wah, udah baca novel itu dia. Saya baru baca sedikit. Kalau dipikir, iya juga ya. Komposisi pertemanan di WIRDY sama kayak di novel itu. Pertanyaannya: siapa di antara kita yang 'tanpa warna'? Huahaha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Udah dari awal puasa. Semoga tidak kesal ketika selesai baca, ya. Saya mungkin yang tanpa warna. :)

      Delete
  2. Ajak aja lagi coba itu. Pada sibuk kerja ya kafe wirdy? Baru tahu bahkan gue kalo ada blognya. *ke mana aja lo di

    ReplyDelete
    Replies
    1. Blognya nggak penting. Haha. Bikinnya juga karena waktu itu Darma ikutan nulis di Tumblr, tapi setiap pertanyaan dan jawabannya kepisah. Saya buat satu tulisan aja karena takutnya nyusahin orang yang mau baca.

      Delete
  3. Nampaknya belakangan ini Yoga sedang banyak rindu. Dan berhasil membuat gue masuk ke dunianya, turut ngerasain apa yang dirasain penulis.

    Mungkin perlu open member baru, Yog, buat ramein. Kayak dulu kan Robby masuk jadi idup lagi tuh. Tarik aja siapa gitu buat penyemangatnya. Hehe

    Karena tulisan Yoga lagi banyak rindunya, beberapa bulan ke depan bakal ada postingan rindu mantan kayaknya. Hahahaha ✌

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terus gimana dunia saya? Apakah penuh kerinduan dan nostalgia?

      Nggak akan nambah lagi, Gip. Udah kesepakatan bersama. Kalau nambah terus lama-lama jadi kesebelasan sepak bola. Wqwq.

      Sayangnya, saya malah nggak rindu mantan sama sekali. :(

      Delete
  4. Ayoo .. semangat menulis lagi,mas Yoga.
    Jangan biarin kangen nulis jadi ngendap doang dipikiran 😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Rindu menulis di pagi hari dan bertema bareng temen. Kalau nulis kayak biasa mah, masih jalan terus.

      Delete
  5. gue baru tau kalau cowok gemini bisa semelo ini.

    ReplyDelete
  6. biarkan jari anda berjalan sendiri di atas kibor..
    jangan pandu dia..
    kalau anda berhasil membiarkan jari anda menekan - nekan sendiri tombol kibor..
    berarti anda sedang kerasukan

    #nah

    kakve-santi(dot)blogspot.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kenapa harus kerasukan? Monyetsukan atau gorilasukan boleh?

      Delete
  7. Oh begini ungkapan rindu seorang Yoga. Hehehe
    Mungkin kalo cowok beda sih ya, aku sih kalo kangen blak-blakan aja. Tapi seumur-umur belum pernah bilang kangen ke orang tua :(

    Lah Wirdy ada blog nya juga ya 😬

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya, simpulkan sendiri bagaimana saya rindu. Haha. Saya belum pernah merasakan kangen sama orang tua lagi, sebab masih tinggal satu rumah. :)

      Padahal udah dari setahun yang lalu blognya. Emang nggak diisi aja.

      Delete
  8. Biasanya kalo lagi rindu chatnya begini, "woi, diem-diem bae, ngopi ngapa ngopi."

    Akhirnya pada muncul, dan merencanakan sesuatu dan akhirnya bisa jadi wacana bisa jadi kenyataan.

    Habit yang bagus sih itu bang, menulis. Karna dengan menulis bisa merubah sesuatu bahkan peradaban. Mungkin saya bakal ngikutin ah, tapi gak pagi juga, gak bisa mikir kalo pagi.

    Mungkin malem sebelum tidur. Entahlah. Betewe, semangat rindunya! *Lho

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya nggak suka ngopi masalahnya. Haha.

      Belum bisa nulis bertema lagi sepertinya kami. Menyempatkan diri buat menulis masing-masing pun sulit. :)

      Biasanya saya juga malem. Tapi kalau kebablasan yang ada malah begadang. :(

      Delete
  9. dijaman milenial seperti sekarang, hal yang sangat sahhhhhhhhhhhh jika perempuan tak lagi takut untuk bilang rindu dan cintam lebih dulu. come on ini gak akan lantas menjadikan seseorang (utamanya wanita) menjadi tak berharga bukan?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dari dulu juga mestinya sah-sah aja, Mas. Nggak perlu gengsi untuk jujur. :)
      Biasanya karena takut dibilang agresif kali, ya? Padahal mengutarakan perasaan hak semua orang. Siapa pun boleh bilang duluan dan nggak ada larangan~ Haha.

      Delete
  10. Wah aku blm pernah baca tuh buku.. Eh trus kalau aku bilang kangen ke kamu juga wajar nih? *kabuur

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wajar aja, La. Mesti entah apa yang kamu kangenin.

      Delete
  11. Antara mau balikan atau gimana yah ? Gua mah lihat posisi aja, apakah ada kesempatan atau dana umum hehe

    ReplyDelete
  12. Mau juga dong dikangenin :( hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Uwuwu, saya kangen Fasya juga dan jadi ingin main ke Bandung~

      Delete
  13. Kayaknya aku komennya jd di blog kafewirdy :p. Td buka link itu dulu, saking penasaran kamu tulis apa hihihi :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, komen di sana juga nggak apa-apa, Mbak. :) Sudah saya balas di blog Kafe WIRDY~

      Delete
  14. Kamu bisa jugaaa yaaaa Yog, nulis pas bangun pagi ._. rajin amaaaat. wgwgw, saya tipikal yang nulisnya tengah malem, baru habis itu ngeditnya keesokan hari di waktu siangnya wgwgw :D

    Yaaaaaa, mana nih nakanak Wirdy, dirinduin iniiiiiiiih~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa kalo bangunnya sebelum subuh. Terus, kondisinya hari Minggu ketika Nyokap juga lagi nggak dagang atau pas libur gitulah. Kalau hari biasa, kayaknya susah karena bangun-bangun kudu ke pasar. Haha.

      Dulu juga sering nulis malem dan begadang, sekarang saya gampang ngantuk. Sebelum pukul 12 udah tidur. Wqwq.

      Delete
  15. sebelum dunia nyata menyambar (baca: anak-anak sekolah udah masuk)
    aku puasin kengen2an nulis bareng teman2 bolang (blogger kompasiana malang)
    entah nanti gimana kabar...

    bangun pagi nulis? hebat kamu
    aku mah senam poco2 aja wkwkwk

    eh buat anak wirdy maaf lahir batin ya semua

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nggak hebat kok, karena saya jarang melakukannya. Saya malah nggak pernah senam lagi. Terakhir zaman SMK. Wahaha.

      Sama-sama ya, Mas Ikrom~

      Delete
  16. Wkwkwk. Apa saya harus mengetik pesan WhatsApp ke Anda dengan kalimat pembuka, "Yooooog, lu ga kangen apa sama gue? Meet up yuk."

    Saya kepada teman—baik laki2 atau perempuan—saya nggak canggung bilang kangen kalo emang kangen. Tapi kalo sama gebetan sih lain lagi. Gengsinya tinggi hahaha.

    Dan soal nulis pas bangun tidur, saya pengen banget bisa begitu. Seperti ngasih makan blog tiap pagi. Tapi bagus juga buat saya kayak nuangin hal yang udah kepenuhan. Tapi mager gitu gugima ya. :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha. Lagian udah ketemu kemarenan bareng Kak Agus dan sodaramu, Wi.

      Hm, sebetulnya saya jarang gengsi kayak gitu. Mungkin karena udah lama nggak ngobrol-ngobrol atau bikin proyekan bareng lagi. Jadi saya merasa canggung.

      Nggak mesti langsung buat blog, kan. Nulis di catatan ponsel juga udah lumayan. Ya, emang lebih enak ngulet daripada bangun pagi terus nulis. Wqwq.

      Delete

—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.