Kenapa Tulisan Saya Berubah?

Sejak Desember 2017, saya terlihat semakin mengubah gaya penceritaan di blog ini. Dari yang biasanya menggunakan “gue”, lalu menjadi “saya”. Bahkan Arul dan Farih, salah dua bloger yang main ke blog saya, pernah mengomentari hal tersebut dan menanyakannya. Kira-kira beginilah komentar mereka kalau digabungkan: “Lama nggak main ke blog ini, kenapa tulisan Yoga berubah? Jadi ‘saya-saya’ gitu. Terus, dulu awal-awal masih komedi, sekarang kayaknya beda banget. Bacaan lo berubah, ya?”



Saya agak lupa kenapa awalnya memutuskan untuk mengubah gaya tulisan. Seingat saya, sih, karena suatu hari ketika asyik baca tulisan sendiri, saya ngerasa kok cuma begitu-begitu aja, ya? Kalau nggak salah, yang saya baca itu arsip tahun 2015-2016. Hampir semua tulisan selalu berbentuk curhatan yang saya berikan bumbu komedi.

Sejak era meledaknya tulisan komedi yang kebanyakan bloger berusaha “ke-Radit-Radit-an”. Kemudian, para penerbit juga mencari naskah-naskah lucu. Saya pun jadi ikut nyemplung ke dalamnya. Saya yang dari awal nggak paham menulis komedi, akhirnya mulai mempelajari strukturnya, yaitu set up dan punchline. Dan, di blog ini saya paling sering menerapkan rule of three

Contohnya di tulisan lama saya yang kini sudah dihapus, saya sempat menyelipkan lelucon:

Yang jadi masalahnya, setelah temen-temen gue pada pulang, gue bakalan sendirian lagi. Tidur-tiduran doang di kamar, mainan hape, garuk-garuk koreng.

Entahlah bagian “garuk-garuk koreng” itu lucu atau nggak untuk pembaca. Yang penting saya dapat tertawa ketika membacanya dan nggak berusaha terlalu keras untuk melucu. Pada masa itu, saya sangat senang kalau ada orang yang komentarin tulisan saya dengan embel-embel lucu, ngakak, atau apalah itu yang menjelaskan kalau mereka terhibur.

Namun, karena itu saya tiba-tiba malah tertuntut untuk lucu terus-terusan. Padahal, saya sadar kalau saya bukan seorang komedian. Saya pikir, komedi itu bukan keutamaan dalam menulis. Niat awalnya saya cuma pengin bercerita atau curhat aja di blog. Bodohnya, saya sudah telanjur terjerumus untuk mengisi blog ini dengan tulisan lucu. Terus, untuk menyiasati hal itu saya pakai deh komedi mesum. Sedikit-sedikit nyerempet ke bokep. Komedi jorok konon emang mudah ditertawakan, sih. Jurus itu seolah menjadi andalan saya. 

Bahkan, ada beberapa pembaca yang bilang ciri khas saya itu pokoknya ada mesum-mesumnya. Saya nggak tahu apakah mereka berkelakar atau serius, tapi saya menganggapnya itu suatu bentuk kritikan. Lagian, hal yang dilakukan terus-menerus tentunya nggak enak. Mengandalkan komedi mesum, berarti saya cuma bisa main di garis aman. Saya juga mendadak males kalau nama saya yang diingat nanti malah buruknya.

Oleh sebab itu, kira-kira sejak 2017 hal-hal jorok di blog ini perlahan menghilang. Walaupun sesekali saya masih menggunakan lelucon mesum itu, seenggaknya saya tidak memakainya serajin dulu. Saya nggak pengin kalau perkembangan konten di blog ini mulai tidak kentara lagi. Saya mau bertumbuh. Ya, pertumbuhan dalam berkarya itu penting. Saat saya membaca tulisan awal-awal di blog, jelas itu jelek banget jika dibandingkan dengan yang sekarang. Kalau memperhatikan gaya tulisan setahun yang lalu aja tentunya berbeda.

Nah, saya memang suka mengevaluasi tulisan sendiri. Tahun ini dengan tahun sebelumnya ada perkembangan atau nggak. Untuk menjawab pertanyaan kenapa tulisan saya berubah, karena saya memang bermaksud untuk melakukan perubahan di tahun 2018 ini. 

Awalnya, saya merasa aneh kala menuliskan “gue” untuk menuturkan cerita. Entah seakan-akan nggak pantas lagi atau itu cara termudah untuk terlihat berbeda dari sebelumnya. Saya sendiri pun bingung. Yang jelas, sih, biar sekalian kalau ngirim ke media atau ikutan lomba, saya nggak perlu repot menyesuaikan atau mengubah-ubahnya lagi. Alasan saya mulai menerapkannya dari Desember 2017 itu agar semakin terbiasa. Supaya nggak kaku pas nanti saya coba mempraktikkannya di 2018. Ya, semoga saja tulisan saya sekarang ini emang nggak kaku.

Selain urusan “saya-saya” itu, akhir-akhir ini saya lagi demen bereksperimen. Saya terpengaruh perkataan Agus Noor, “Menulis itu bagaikan bercinta. Supaya nggak bosan, kita perlu gonta-ganti gaya.”

Sejujurnya, saya belum pernah bercinta (kamu boleh tidak percaya) dan masih perjaka (tapi anggap saja sudah hilang dengan tangan sendiri), tapi saya tahu betul maksud Agus Noor tersebut. Saya memang perlu coba-coba gaya lainnya dalam menulis. Misalnya, saya beberapa bulan lalu entah mengapa sangat bosan dengan menuliskan curhatan. Makanya, akhir-akhir ini tulisan saya berbentuk fiksi. Yap, saya sedang mencoba bereksperimen seraya belajar bikin cerpen dan puisi.

Namun, tentu saja tidak semua hasil eksperimen saya bagus. Lagi pula, biarpun pada akhirnya menghasilkan kegagalan, saya cuma mau mengetahui eksperimen itu bisa jadi seperti apa. Tanpa adanya percobaan seperti itu, saya pasti tidak tahu bagian mana yang buruk, juga apa saja yang perlu saya perbaiki dalam bikin cerpen dan puisi. Ya, kira-kira kayak gitulah.

Soal bacaan yang memengaruhi tulisan di blog ini, saya memang sudah lama sekali meninggalkan buku-buku nonfiksi komedi. Terakhir kali baca buku kumpulan cerita komedi sampai tamat, saya malah berpikir, ini komedinya di mana? Atau itu justru komedinya? Bagian lucunya adalah nggak ada yang lucu. Kan konyol. Saya nggak mau sampai murka dan bilang, “Taik, ngeluarin uang banyak untuk sebuah omong kosong nggak penting.”

Saat ini, saya perlahan-lahan melahap bacaan apa saja yang menurut saya termasuk buku bagus. Saya betul-betul ingin mengubah diri saya yang 2013-2015 selalu terbelenggu dalam genre komedi. Tulisan saya nanti sulit berkembang kalau referensinya itu doang. Berusaha terlalu keras melucu juga nggak baik buat saya. Saya pun nggak mau kayak Heru alias Pangeran Wortel yang sampai menyatakan kalimat: “Berusaha cerita lucu, tapi aslinya gue sedang meneteskan air mata.”

Meskipun demikian, saya masih tetap memberikan sedikit bumbu humor di blog ini. Entahlah lucunya bisa tersampaikan atau nggak kepada pembaca. Saya cuma nggak pengin memaksakannya lagi. Kalau ada yang bisa diselipkan, ya pakai. Kalau nggak ada, santai aja. Asalkan diri saya bisa tertawa saat membaca ulang, rasanya sudah cukup.

Jadilah tulisan saya yang seperti ini. Yang penting saya bahagia ketika menuliskannya. Kalaupun pembaca blog ini tidak menyukai gaya tulisan saya lagi, ya tidak apa-apa. Mungkin tulisan saya bukanlah seleranya. Saya juga nggak takut kehilangan pembaca. Toh, setiap tulisan akan tetap ada pembacanya masing-masing. Jadi, kenapa tulisan saya berubah? Saya cuma ingin terus bertumbuh—ke arah yang lebih baik. Untuk itu, kamu jangan pernah ragu-ragu untuk memberikan kritik dan saran.

--

Gambar saya comot dari Pixabay, lalu edit seenaknya.

53 Comments

  1. Hahaha, (((menulis itu bagaikan bercinta, supaya nggak bosan makannya ganti2 gaya))).. Boleh lah boleh, hhh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Asal jangan gonta ganti pasangan aja mbak ell wkwkwkwk

      Delete
    2. Ella: Boleh apa nih, Mbak Ella? Kalau nganu, nggak bolehlah. Dosa. Lah~

      Nugraha Nggak apa-apa asal pakai pengaman. Eh, bentar. Kayaknya otak saya korslet.

      Delete
  2. Jadilah tulisan saya yang seperti ini. Yang penting saya bahagia ketika menuliskannya. Kalaupun pembaca blog ini tidak menyukai gaya tulisan saya lagi, ya tidak apa-apa.

    Gue kutip nih, gue setuja kali dg kalimat ini. Ya seperti jargon blog gue, nulis apa yang ada di hati. Umm kayaknya ini sebuah masa yg bakalan hadir di setiap blogger sih bang, tanpa kita sadari.

    Pake kata saya, um boleh juga nih ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setiap manusia juga bisa, sih. Mereka tentu akan berubah sifat atau sikap jika masanya tiba.

      Delete
  3. Bapak sudah sukses, alhamdulillah.

    ReplyDelete
  4. Bulan januari udah bw 2 blog yang menyatakan tulisan berubah. Wah. Jadi kepengen. ehe. Tapi gue masih menikmati tulisan gak jelas gue. HAHAHA.. Mungkin yang gue rubah sih agak lebih informatif kali yak. wkwkwkw

    ReplyDelete
    Replies
    1. Berubah karena emang mau berubah, bukan ikut-ikutan aja, Kak. Ya, terserah yang punya blog mau diubah gimana. :p

      Delete
  5. Menurut gue, lucu nggaknya tergantung pembaca juga sih preferensinya sejauh mana. Lu nggak bisa menyamakan semuanya. Kayak tulisan lu di atas, mungkin ada beberapa selipan yang lu pikir lucu, tapi, jujur aja, sepanjang tulisan gue hanya tertawa (kencang banget) pas baca kalimat terakhir di paragraf ketiga dari bawah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebetulnya saya nggak menyelipkan komedi, sih. Karena ini emang tulisan serius. Tapi ya begitulah, Man. Saya mah nulis saja, membiarkan pembaca bebas menilai. :D

      Delete
  6. Kalau boleh bilang, aku kayaknya ngalamin gini juga sih, Yogs. Awal tahun 2017. Aku ingat komennya Renggo yang bilang kalau aku lama-lama bakal jadi movie blogger, dan ya memang sejak itu aku jadi lebih suka nulis soal film daripada cerita keseharian. Tulisanku berubah, aku jadi lebih "tertutup" soal masalah pribadi di blog. Aku ngerasa sih kalau gak semuanya suka tulisan review film (apalagi yang tulisannya panjang kayak aku huhuhuhu, itupun film yang di-review juga mungkin gak sesuai dengan selera semua orang, tapi aku senang nulisnya. Itu yang aku rasakan kayak kamu sekarang, Yogs. Ya walaupun aku juga nggak bisa dibilang sebagai movie blogger sih. Aku masih ngerasa nggak pantes hahahaha.

    Anjir lah malah curhat wkakakaka.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ehe, saya malah baru inget sama Renggo. Itu orang terakhir saya buka blognya lama nggak update gitu. Wqwq.

      Tapi tetep ada pembacanya, kan, walaupun kamu nggak cerita keseharian dan milih nulis film? Yang menilai itu orang lain, Cha. Kalau nilai diri sendiri mah, saya juga selalu merasa nggak pantas tulisannya dibilang bagus atau apalah itu pujian-pujian. :)

      Delete
  7. Hai mas yoga salam kenal. Memang perubahan itu perlu ya mas, supaya enggak ada di lingkaran Pe-We selaluuu! Gue setuju mempertanyakan soal kenapa menunjukkan keromantisan harus dengan hujan kopi senja, lagi lagi itu mulu, kalaupun berbeda sedikit biasanya menggunakan teh hangat, gak beda jauh seperti kopi.

    Btw mbanana abis follow blog ini, boleh followbacknya mas yogs? :)
    willynana.blogspot.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai, Nana! Sudah, ya~

      Iya, hidup mesti terus bergerak. Jangan diam di tempat. Ehehe.

      Delete
  8. Saya pakai kata ganti "saya" di blog itu malah per awal-awal tahun lalu kalau nggak salah. Awalnya bingung sih mau pakai kata apa? Habis bw ke blog temen yang sempet "ngompor-ngompor'i" saya buat aktif ngeblog lagi waktu itu, dia pakai kata "aku" Oke, saya ikutan pakai aku. Terus kalau pas tak baca-baca lagi kok saya pribadi kurang sreg pas pakai kata itu. Pernah pengen banget pakai kata "gue" layaknya blogger - blogger lainnya, tapi takut dibilang sok-sok'an. *Orang kampung ini, pakai loe gue - loe gue*. Apalagi dulu pembaca blog saya kebanyakan masih temen-temen SMA / kuliah. Hahaha. Dan finally, sampai sekarang masih nyaman-nyaman aja pakai "saya".

    Sebenernya saya juga salah satu "penggemar" humor mesum, tapi emang jarang menulisnya di blog (apa malah ngga pernah ya?). Takut dosa, secara kan blog kita bisa dibaca orang banyak. Yaaa, cukup jadi penikmat saja. XD

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aneh sekali kalau ada orang yang melarang atau mengejek orang kampung menulis atau berbicara "lo-gue". Wqwqwq. Yap, yang penting nyaman ya, Mas Wisnu~

      Itu juga termasuk alasan. Kalau saya nanti nikah dan punya anak, takut anak saya baca blog ini dan menemukan hal yang nggak baik. Duh, Yoga mikirnya kejauhan bener.

      Delete
  9. saya juga sudah beberapa kali ganti gaya penulisan
    dari aku, gue dan saya, dari enggak jadi tidak
    Tapi saya biasanya menyesuaikan tulisan apa yang sedang saya tulis aja
    kalo lagi nulis serius ya pake saya, kalo lagi nulis tentang curhatan tetep pake aku..
    karena memang kesannya sedikit beda penekanan

    Jadi sudah tidak ada lagi humor mesum nih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau untuk cerpen tentu berubah-ubah kalau saya mah. Artikel biasa insyaAllah akan konsisten gunain "saya" nih. Hoho. Saya rasa akan tetap ada, tapi jarang banget.

      Delete
    2. Padahal sudah jadi ciri khas lo mas yoga
      saya baca beberapa tulisan lama nya

      Delete
  10. Sama. Dulu juga saya pake kata ganti "Gue", entah kenapa, berasa bebas berekspresi aja. Tapi seiring berjalannya waktu, diganti menjadi "Saya", gatau juga kenapa, serasa lebih elegan aja. hehe

    Saya pernah baca postingan beberapa temen yg bertransformas gaya penulisan, walaupun ya diawal terasa aneh, tapi semakin kesini ya kek udah biasa aja.

    Bener berarti, tulisan itu bakalan berkembang dan dewasa seiring dengan waktu dan pengalaman.

    Nice sharing mas ^-^

    ReplyDelete
    Replies
    1. ((lebih elegan))

      Kalau saya karena merasa lebih matang. Haha. Yap, semua soal kebiasaan saja. Hm, kalau nggak ada perkembangan, wah bahaya sekali itu, Mas. :)

      Delete
  11. Tulislah yang membuat penulisnya nyaman dalam menuliskannya.

    Semoga sukses dengan perubahannya mas ☺

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yoi, yang penting asyik selama ngeblog dan nulis. Terima kasih, Mas. :D

      Delete
  12. Kamu ngeh jg gaua tulisanmu berubah. Tapi krn aku membacanya masih enak, masih bagus cerita yg ditulis, jd buatku ga ada masalah.. :) .malah memang tulisanmu skr jd lbh bagus dibanding dulu.

    Aku sendiri mungkin krn blm mau terlalu serius di bidang tulis menulis, jd ga kepikiran jg ganti gaya tulisan yog, ato menulis yg lbh dewasa :D. Yg terpenting skr, aku bisa nyaman dan nyambung ajalah dgn apa yg ditulis. Kalo dipaksain utk menulis hal yg lbh faedah, takutnya ntr malah ga asyik utk dibaca :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Duuuh itu typo bgt kalimat pertamanya. Mksdku, aku juga ngeh kalo tulisanmu berubah :D

      Delete
    2. Alhamdulillah kalau ternyata lebih bagus. Berarti perubahan saya memang sedang menuju ke arah yang lebih baik. Ehehe.

      Iya, selagi kita nyaman nulisnya mah teruskan saja~ Saya juga nggak mau maksain untuk nulis yang berfaedah atau motivasi gitu, sih. Paling seringnya motivasi buat diri sendiri aja, Mbak. Kalau pembacan secara nggak langsung juga kena efeknya, ya itu lebih mantap. Wqwq.

      Delete
  13. Ya, emang dulu rasanya saya ngandelin jurus itu melulu. :( Candu juga lagian yang mesum-mesum. Wqwq.

    Syukurlah kalau tetap ada yang suka tulisan di blog ini. Berarti, emang ada pembacanya masing-masing, kan~ :) Gaya 69 nanti saya coba sama istri.

    ReplyDelete
  14. enggak ada yang salah juga sih kalaupun tulisan lu berubah. apalagi untuk bereksperimen.
    tapi sejujurnya ngena ke gue sih. gue beberapa kali baca tulisan lama gue, dan kayaknya emang engga ada peningkatan. wkwkw
    stuck aja gitu. bahasanya gitu-gitu aja.
    tapi udah kepikiran juga, tahun ini pelan'' mau menulis dengan gaya lain. senggaknya dengan tema yang berbeda, bukan sekedar curhatan. eh ini kenapa gue malah jadi curhat yak.

    dan sepertinya mulai sekarang, gue juga harus memperbanyak bacaan lain. enggak cuman sekedar novel'' romance atau buku'' komedi.
    butuh proses, yog. nantinya juga bakalan keren.
    tapi setuju sih, kalau akhirnya lu kefikiran, ga ma lagi di cap blogger mesum karena tulisan lu yang mengarah'' ksana. ga enak juga lah, kalau orang-orang mengenang diri kita dari hal'' yg buruknya.
    walaupun gitu, tetep ya, bakala selalu ada si heru. hahah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya, emang tidak ada yang salah. Kecuali perubahan saya merugikan umat. ((umat)) Hahaha.

      Mantap. Coba baca horor atau detektif, Zi~

      Iya, ingin dikenang sebagai orang baik. Hoho. Saya mengutip kalimat Heru itu tidak bermaksud buruk. Saya betul-betul gunainnya untuk referensi orang yang memutuskan berubah gaya tulisannya gitu.

      Delete
  15. Seringnya maen kesini juga aku merasakan, Mas. Akan perubahan tulisan. Tapi aku rasa wajar, aku juga gitu pernah ngalamin. Awal-awal kenal tulsian mas Yoga kan masih gue-gue gitu, sempet sih ngikutin. Tapi aku susah dan kaku, terlebih untuk membacanya.

    Persis nulis diary disisipi dengan candaan gitu, terkadang ada yang aku sendiri ngerasa lucu, kadang juga ada yang garing. Rasanya nggak nyaman gitu. Akhirnya kembali lagi sesuai apa yang aku inginkan. Untuk ganti kata "aku" di blog jadi "saya" mungkin akan terjadi, tapi nggak tahu kenapa. Aku rasa dari aku ke saya masih masuk untuk tulisanku. Nggak tau kalau gue-lu itu agak susah. Mungkin karena nggak biasa aja sih.

    Sejauh ini jarang nemuin orang yang kalau ngomong pake gue-gue, adapun rasanya gimana gitu :D

    Ikut seneng sih, perubahannya ke arah yang lebih baik. Dan aku rasa para pembaca setia nggak akan menghilang begitu saja, beda gaya kan bisa aja. Sesekali ganti suasana kan boleh, nggak melulu tampilannya mulu yang diganti..hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Emang Mas Andi pernah menerapkan "gue" untuk bercerita, ya? Saya nggak engah. Ya, kalau nggak nyaman "gue-lu" tidak perlu dipaksakan, Mas.

      Nanti kalau ketemu saya langsung, mungkin saja berbicaranya dengan "gue". Tapi saya biasanya menyesuaikan dengan lawan bicara, sih. Kayak pas ke Bandung, saya sering jadi "aku". :)

      Yoih, pembaca setia akan tetap setia~

      Delete
  16. Kalo saya..

    Random sih kadang aku, saya, gue atau gua, tergantung tulisan itu untuk apa bang. Tapi untuk bercanda emang lawakan mesum paling bisa bikin ketawa ya minimal diri sendiri yang ketawa wkwkwk.

    Yap setiap orang memang harus tumbuh dan mengembangkan diri, kalo stay terus takutnya bosen. Kalo saya mah masih Para Pencari style sih :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, diri sendiri mudah sekali tertawa dengan lelucon mesum. Atau emang selera komedi saya dulu begitu menyedihkan. Entah. :(

      Semoga segera ketemu gayanya~

      Delete
  17. curhat dikit ya wkwk. dulu aku pengen pake kata ganti "gue". tapi aku resah gara-gara setiap harinya aku nggak pernah pake kata ganti "gue". akhirnya aku pake kata ganti "aku" atau "saya". masalah kaku apa enggak menurutku tergantung pengolahannha. nah blog itu aku jadiin media untuk melihat tulisanku, apakah udah rapi atau belum, masih kaku atau udah ngalir, dan apakah gaya berceritanya perlu di ubah apa enggak.

    aku seneng sih kalo ada yang mau keluar dari keradit-raditan. malah bakal lebih banyak gaya kepenulisan yang muncul. sepakat dengan agus noor kalo kita perlu merubah-ubah gaya kita dalam menulis. itu menurutku namanya perkembangan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Banyak yang bilang sebetulnya menulis itu yang enak seperti berbicara di keseharian. Namun, pas saya coba terapin untuk ngomong "saya" di bahasa percakapan, temen saya bilang aneh. Haha. Ya udah, "saya" digunakan untuk tulisan saja.

      Saya sudah lama sekali melepas "ke-Radit-an" itu. Referensi bacaan semakin bertambah, sih. Hehe.

      Delete
  18. Wah, mau ngobrol-ngobrol ah nanti sama kak yoga. Muhehehehe.

    ReplyDelete
  19. Ini mungkin yang namanya resolusi tahun 2018. Kalo tahun lalu gaya penulisannya gitu-gitu doang . Awal tahun ini mungkin terubah. yang terpenting tulisannya bisa menginspirasi yah mas.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tidak harus menginspirasi juga, sih. Yang penting saya bahagia. :p

      Delete
  20. Kalimat: Sejujurnya, saya belum pernah bercinta (kamu boleh tidak percaya) dan masih perjaka (tapi anggap saja sudah hilang dengan tangan sendiri). ITU YOG KOMEDI MESUM LO! HAHA.

    Pada sadar nggak sih, kalo ngirim naskah ke penerbit itu, udah jarang naskah komedi yang diterima, keculai emang yang udah jadi penulis di penerbit itu dari lama.

    Gara-gara itu, gue sebenernya pengin juga Yog nyoba bentuk tulisan lain, bukan meninggalkan komedi ya, tapi mencoba, soalnya komedi udah jadi bagian dari keseharian gue. Kalo nggak ada yang lucu sehari, rasanya nggak enak. Tapi suatu saat pasti gue akan mencoba nulis dengan gaya yang berbeda.

    Yang kurang dari tulisan ini, sih, buku-buku yang lo baca sekarang Yog, jadi nggak tau buku apa yang lo baca, sampe berubah gitu.

    EH TEMAN-TEMAN ITU NAMAKU LOH YANG DISEBUT DI PARAGRAF AWAL "ARUL" YAKIN NIH, NGGAK MAU BLOGWALKING?!!!! *MAKSA

    ReplyDelete
    Replies
    1. Padahal itu nggak dimaksudkan buat komedi tau. Tapi ya gitu, menyerempet ke mesum. Hahaha. Saya, sih, udah nggak ngikutin dunia penerbitan lagi, Rul.

      Ya, dalam tulisan apa pun sebetulnya humor memang perlu~ Namun, maksud saya bukan yang penuh haha-hihi seperti lazimnya genre komedi. Soal bacaan saya, nanti saya bikin tulisan khusus buku-buku yang saya baca deh. :D

      Hayo, yang pengin BW coba kunjungi blog Mas Arul~

      Delete
  21. Entah kenapa saya nyaman aja baca tulisan kayak gini. huehehe.
    Iya sih, setahunan belakangan mampir ke blog ini memang isi tulisannya bisa bikin ketawa. Tapi lama-lama memang saya juga merasa porsi humornya dikurangin sama ka Yoga.
    Nah, dan yang seperti ini yang bikin blogwalking seru. Terutama untuk saya. Saya seperti disadarkan gitu. Pun merasa malu sendiri ngelihat perjalanan para blogger yang tulisannya sudah bermacam gaya, sedangkan tulisan saya masih begitu-begitu saja. Terima kasih kak Yoga, sudah menyadarkan si anak bawang ini untuk tidak selalu berada di zona nyaman.
    Oiya mengenai gaya tulisan, memang sepertinya berpengaruh banget dari bacaan yang kita makan. Soalnya saya juga merasakannya sendiri. Huehehehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Asyik masih nyaman dibaca. Makasih, Nur~ Efek bacaan saya emang lagi serius-serius nih, efeknya jadi kurang humor deh. Muahaha. Duhileh segala menyadarkan. :D

      Iya, banyak yang bilang kalau apa yang kita tulis adalah apa yang kita baca.

      Delete
  22. Kalau aku tergantung mood nulis, suka berubah-ubah macam bunglon xD

    ReplyDelete
    Replies
    1. Atau seperti air, yang selalu mengikuti wadah~

      Delete
  23. idem c....dlu suka pake 'aku', sekarang 'saya', kayaknya kalo pake 'gue' gak cocok wkwkkwkkw....
    tulisan emang perlu berubah c,,,yg susah itu merangkai kata, kadang kehabisan kata-kata...

    salam kenal :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Orang Bandung biasanya emang menggunakan aku gitu. Pengganti "gue" itu "aing", bukan?

      Jangan sampai kehabisan kata-kata. Untuk menyiasati itu, perbanyak bacaan. :D

      Delete
  24. Dari awal ngeblog 6 tahun lalu, aku tetep menggunakan kata "saya" untuk menulis, dan menggunakan kata "aku" untuk berkomentar. Kalau pemilihan kata "saya" karena itu lebih enak dibaca oleh semua kalangan (menurutku), sedangkan pemilihan kata "aku" karena komentar itu seperti chat - dua arah bicaranya, jadi untuk memudahkan berkomunikasi lewat komentar, aku memilih kata "aku".

    Demikian sekilas info. Wkkk.

    Tapi Yog, aku lebih nikmatin tulisan2 mu ini sih, lebih seger dan tidak dipaksakan hehehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, beberapa orang juga ada yang di tulisan blog menggunakan "saya", sedangkan di kolom komentarnya disesuaikan sama yang komen. Ada yang "gue" atau "aku" seperti kamu, Sya.

      Saya juga lebih mengalir kala menulis karena tidak terbebani ini-itu~ Omong-omong, nuhun. :D

      Delete
  25. hmm gimana ya mau berkomentar, hanya saja perubahan emang perlu tapi jangan sampai kehilangan jati diri. saat ini banyak blog yang ku lihat kehilangan jati diri. kalo kamu dulu nyaman dengan yang dilakukan misal yang mesum-mesum gitu ya silahkan, itu akan jadi ciri khas kamu. sebab kita gak bisa menyenangkan semua orang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau kehilangan jati diri, syukurnya belum dan jangan sampai. Saya cuma mau menulis yang saya suka atau cinta. Nggak semua tawaran kerja sama atau tulisan pesenan saya iyakan. Haha.

      Kalau untuk mesum, saya berusaha mengurangi karena ciri khas itu kesannya negatif. Walaupun sebetulnya untuk lelucon. Ehe. Yap, kita nggak bisa bikin semua pembaca suka tulisan kita. Jadi, kritik dan saran tetap saya terima demi kebaikan tulisan. Namun, saya nggak peduli seandainya ada yang nyinyirin tulisan saya gimana-gimana tanpa solusi. Wq.

      Delete

—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.