Dari ketujuh puisingkat ini, mana yang kamu suka?
Gue rasanya langsung pengin jawab sendiri, “Sumpah deh, nggak ada. Ehehe.”
*
/1/
“Tujuanmu membaca buku untuk apa?” tanyamu kepadaku suatu hari.
Aku menjawab santai, “Untuk menyelamatkanku dari pertanyaan yang kauberi.”
/2/
Kau mengaku menjadi penyembah Tuhan. Juga penyembuh di Bumi. Tapi kau membakar hutan, serta memicu datangnya tsunami.
/3/
Kenapa mereka mulai protes, kala darah sudah telanjur menetes? Tidak ada lagi setitik cahaya. Yang ada hanyalah bahaya.
/4/
Tolong rapalkan mantra-mantra saktimu. Yang paling ampuh untuk menghilangkan sakitku.
/5/
Rindu, baik itu dikatakan atau tidak, ia akan tetap ada.
Untuk benar-benar merasakannya, kita butuh yang namanya jeda.
Lalu jika rindu itu terlalu menyesakkan dada?
Kau anggap saja seperti hujan, mungkin saat ini deras, tapi nanti juga akan mereda.
/6/
Jangan paksa aku menulis lagi. Sebab ini masih terlalu pagi. Tapi kalau boleh bertanya, apa selama ini kau tidak keberatan saat aku berbagi? Padahal, tulisanku cuma makanan yang mengandung elegi.
/7/
Daripada repot-repot menulis, orang lebih peduli untuk mencari harta. Sialnya, aku masih terus bercerita. Aku tanpa cerita yang ada nanti hanyalah derita. Akulah ikan yang membutuhkan tirta.
--
Sejujurnya, puisi-puisi itu sudah pernah gue tuliskan di Twitter atau caption Instagram. Begitu mengingat kalau blog ini udah lama nggak ada puisinya, maka gue coba taruh saja di blog. Siapa tahu bisa mendapatkan pembaca yang lebih luas. Halah.
Beberapa puisi singkat barusan juga ada yang pernah gue ikutkan kuis. Namun, nggak ada satu pun yang bisa meraih kemenangan. Mungkin itu belum rezeki gue. Atau, yang gue anggap puisi tersebut malah nggak pantas disebut sebuah puisi? Entahlah.
Sewaktu bikin puisi, gue sebenarnya hanya mencoba untuk menulis dengan cara yang lain. Mungkin gue sedang bosan dengan curhatan dan cerpen. Terkadang, gue cukup menikmati dan bersenang-senang ketika merangkai diksi seperti itu. Apalagi mencari kata yang berima juga menjadi sebuah tantangan.
Jadi, kayaknya gue nggak akan berhenti menulis puisi. Walaupun puisi-puisinya itu setiap kali gue ikutkan kuis atau lomba sering banget kalah. Dan, belum pernah menang. Anehnya, puisi yang gue coba tuliskan itu malah jadi pendek-pendek seperti puisingkat pada tulisan ini. Gue memang jarang banget menampilkannya. Sebab, gue pikir lebih asyik untuk membacanya sendirian. Alias, gue malu dengan puisi-puisi yang gue ciptakan itu.
Buktinya, gue terakhir kali menampilkannya di tulisan puasa-puisi, itu pun segala pura-pura menemukan bloknot milik Hehe Darmansyah. Seakan-akan nggak mau mengakui puisi buatan sendiri. Berarti sudah lima bulanan gue nggak pernah mengisi blog ini dengan puisi. Ya, mungkin sekarang sudah saatnya. Sesekali blog ini dihiasi oleh puisi lagi.
Mungkin kamu akan berpikir kalau tulisan ini udah kayak orang yang nggak tahu mau update apa. Itu benar sekali. Gue sedang bingung dan nggak tahu blog ini mau gue isi tulisan apa lagi. Gue seolah lupa untuk curhat. Kebanyakan tulisan-tulisan belakangan ini justru berbentuk fiksi melulu. Tapi ya udah, itu tidak apa-apa. Kayaknya gue sendiri juga jenuh baca curhatan di blog ini. Paling tidak, untuk sementara waktu sampai gue merasa nyaman lagi buat curhat tanpa embel-embel fiksi.
Lah, terus kalimat penutup ini bukannya juga curhatan kalau lagi males curhat, ya? Oke, abaikan. Lupakan. Baca lagi aja puisinya dari awal. Sebab, curhatan di bawahnya nggak penting sama sekali.
*
Gambar gue comot dari Pixabay.
39 Comments
Suka nomer 2! Soalnya ada sentuhan ke menjaga lingkungannnya. Hahaha. Dasar anak IPA, apa-apa yang berkaitan sama alam langsung suka. :D
ReplyDeleteGue juga lagi bingung mau diisi tulisan jenis apa di blog. Mau curhat, tapi yang dicurhatin punya risiko yang malesin kalau orang-orang banyak nanya kenapa. Hahaha. Menghindar dulu dari yang kayak gitu. Sebenernya lebih ke alasan gak sempet buka laptop buat nyalin curhatan di notes, sih. :(
Mantaplah! Setidaknya, yang berkaitan dengan alam itu bukan merusak alam, yak. :p
DeleteCurhatannya berarti cukup lu pendam sendiri di notes untuk sementara ini. Wqwq.
Ttp semangat bro buat ikutan kuisnya, ntar kalo ada lagi langsung takis :D
ReplyDeleteYOGS banget nih bilangnya takis. :D
Deletenomer satu sama nomer lima lah. kalo gue.
ReplyDeletegue malah juga pernah nulis puisi singkat gini. singkat banget. disuruh panjangin. aneh emang ya.
dicoba lagi lah ikutan lombanya. lu ga kalah, belom menang aja cuy.
Iya, Zi. Kadang nggak semuanya harus dituliskan panjang. :))
DeleteOke, akan gue ingat frasa "belum menang". Suatu hari bisalah jadi pemenang~ Tapi kayaknya lomba yang biasa-biasa dulu deh. Soal puisi gini mah belum bisa bikin bagus.
belom mulai aja udah ngomong "Belum bisa bikin bagus"
Deleteyaelah
coba dulu, cuy. ikutan lombanya kan bayar
Karena belum terbiasa juga buat bikin puisi. :)
DeleteBayar apaan deh?
Puisi nomor 3 yang sya suka
ReplyDeletesaya malah enggak bisa nulis puisi
klo nulis puisi malah kacau, amburadul
Nomor tiga berbahaya~ Kalau begitu jangan dipaksakan.
DeleteYaps. Sesungguhnya tulisan puisi singkat ini juga ada curhatannya. Yoga memang tak lepas dari yang namanya curhat. Bedanya dulu eksplisit, sekarang nggak lagi. Itu kali ya.
ReplyDeleteKarena aku cewek melankolis, aku suka yang nomor 5. Rindu dipadukan dengan hujan tapi tidak menye-menye. Suka, Yogs~
((dulu eksplisit))
DeleteHahaha. Mungkin, Cha. Atau ini proses melepas bloger curhatan? :|
Sebab rindu memang tidak menye-menye, ia menguatkan~
Sekarang lagi banyak banget loh lomba nulis puisi ,
ReplyDeletekalo yoga ikut tiap bulan pasti menang terus tuh
lumayan duitnya buat beli rumah di meikarta.
Nggak tau info tentang lomba itu, Rul. Daripada beli rumah di sana, mending renov yang sekarang. :))
DeleteNyari celah ya yog, menutupi curhat dengan tameng puisi.
ReplyDeleteAjigile, keren banget yak diksi gue, bawa2 tameng gitu.
Btw gue kebalikan dari lo kayaknya deh. Gue kalo nulis yg galau2 yg menye2 gitu malah selalu betakhit panjang dan menjijikan. Makanya kebanyakan gue tari di portal media lain. Kayak tumblr. Semacam pelarian aja.
Karena gue percaya, semua orang yang suka nulis, suka curhat, suka komedi, suka fiksi, pasti punya sisi gelapnya masing2
*mantap san*
Wqwqwq. Ini orang muji diri sendiri begitu percaya diri sekali.
DeleteSetiap orang memang punya sisi gelap yang jarang, atau bahkan nggak pengin diperlihatkan. :))
Nomer dua aku suka, Mas.
ReplyDeleteSecara tidak langsung mengingatkan kita untuk menjaga alam..
Suka kesel kalau ngajak teman baru mendaki, kalau dia suka corat-coret di alam, misalnya di bebatuan lah, ataupun yang lain.
Padahal gak ada faedahnya coretan itu, hanya saja love love gitu..haha
Padahal sudah ada kode etik untuk para pendaki, ya. Keterlaluan amat. Yang coret-coret di kertas, terus sampahnya ditinggal juga banyak. :))
DeleteGw gak bisa nulis puisi, hiks
ReplyDeleteBelajar, Mas, kalau pengin bisa~
Deleteaku suka nomer 3
ReplyDeleteapalagi klo ditambah luka yang terus menganga atau nanah yang menyala2 (luebai)
tapi aku gak bisa berpuisi
buah mangga buah durian
segini saja dan sekian
Sampai bernanah itu emang tetanus? Hahaha.
DeleteNggak bisa berpuisi, tapi bisa berpantun~
aku paling suka puisi no.3 dan 5. good.
ReplyDeleteThanks, Nuhi. :)
DeleteYang paling disuka itu nomor 5, rindu yang bagaikan hujan. Memang saat ini deras tapi nanti akan reda.
ReplyDeleteMantap djiwa bang yoga :D
Wah, nomor 5 banyak yang suka, ya. Makasih, Mas Asep~
DeleteNomer satu. Gue pikir, puisi itu....ditujukan, atau terasa...bagi orang yang ingin menjaga pride. Tapi lebih dari itu, namanya puisi bila sudah tertuang oleh sang penulis, maka pemaknaannya menjadi miliki sang pembaca. Wallahualam.
ReplyDeleteMenyelamatkan dari pertanyaanmu. Berarti suapaya bisa menjawab, kenapa? Biar terlihat pandai dan berwawasan luas? Tidak.....biar ada obrolan.
Jadi ngomong sendiri. Heuh....
Yap, betul. Pembaca bebas menafsirkan puisi itu. Hahaha. Jawaban itu sendiri ternyata mengandung jawaban yang luas di mata Zahrah.
DeleteGue suka nomer 2, mewakili keluh kesah golongan peduli lingkungan.
ReplyDeleteAsyik, nomor 2 ada yang milih lagi. Cuma nomor 4, 6, 7 nih yang sama sekali belum dipilih. Wahaha.
DeleteGua suka yang pertama, yog. Gak tau kenapa, enak aja gitu. Hahaha..
ReplyDeleteSeenak apa, Ta? Hahaha.
DeleteAdakah aku di ingatanmu,
ReplyDeleteKala dia sudah menjadi aku?
Adakah rindu di sela harimu,
Kala pagimu bukan aku?
Ahhh jadi kangen bikin tulisan-tulisan begitu kaaan. :((
Iya sih Yog kok sekarang lo banyakan tulisan fiksi? Beda banget kemaren pas jarang buka blog liat blog lo isinya cerita semua gak ada curhatan.
Kalau kangen, bikin dong, Rih. Terus taruh di blog kayak gue gini. Wqwq.
DeleteMungkin pengaruh bacaan gue. Gue udah jarang baca tulisan memoar atau curhatan gitu. Ya, paling baca tulisan para bloger. Akhir-akhir ini novel atau kumcer fiksi mulu yang gue lahap. :(
saya paling suka puisi yang pertamaa! Puisi-puisi singkat gini emang dicari-cari sih untuk caption instagram atau twitter mas :))
ReplyDeleteMain Twitter atau Instagram kayaknya buat saya bisa sembari latihan menulis puisi. Haha.
DeletePenuh intuisi apaan, May? Padahal mah. Wqwq. Tapi curhatan emang gitu, sih. :))
ReplyDeleteSegala dikasih credit. XD
Gue suka nomer 1, 5 dan 6. Hehee
ReplyDeleteLagi males curhat, tapi ya kan itu udah curhaaaaattt bhang. Yawlaa
Borong aja semuanya, Lan. Tanggung. :p Iya, ya. Mungkin buat latihan curhat penuh kayak biasanya.
Delete—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.