Instrumentasi Bersejarah dari Segala Puisi Cinta yang Pernah Ada

1
 
Aku memperhatikan koneksi di antara kita yang mirip seperti instrumentasi bersejarah dari segala puisi cinta yang pernah ada, lantas direvisi sebaik-baiknya, sehinga kini menjadi sebuah fail bernama: “Soneta-cinta-ini-pokoknya-udah-mantep-banget-dan-fix-gak-perlu-ganti-ganti-lagi.doc.”
 
Tapi terkadang realitas bisa menjadi suatu masalah bagi kita, dan sesekali membuatku bertanya-tanya apakah koneksinya akan selalu sinkron?



Sebuah detik dalam setiap Waktu, betapa pun kerasnya ia berusaha bekerja, akan selalu menjadi yang terkecil. Apakah diriku juga akan seperti itu? Aku tentu sulit menahan diri untuk memikirkan rencana besar yang telah kususun, serta berupaya menjalankannya. Namun, tagihan-tagihan jahanam, perbedaan hari libur, jarak tempuh satu jam, seorang Nenek Sihir yang menyimpan mantra buruk dan bisa merapalkannya kapan saja, masih akan terus menjadi duri di setiap jalan yang sedang kutempuh.

Sampai akhirnya, pada suatu sore yang bosan menampilkan warna jingga, aku berkata kepada diriku sendiri: “Berhentilah bertanya-tanya akan masa depan, sebab hidup adalah perjudian yang penuh ketidakpastian. Aku memang pernah hidup sebagai seorang pecundang yang sering kalah, tapi saat bersama dia, aku kini mulai dikelilingi rasa senang dan merasa menjadi sosok pemenang.”


2

Kekasihku tersayang, kau entah mengapa menginspirasiku untuk kembali menulis racauan yang kerap kuanggap sebagai puisi. Kala kita sedang jauh, aku mengenang momen-momen itu. Betapa aku menyukai caramu berbicara dan tertawa.

Kangen ini gemar menyerang pikiranku sepanjang hari, sehingga pada Rabu malam itu aku rela menerjang kemacetan gila di Gatot Subroto hingga Cawang selepas jam pulang kerja. Angin Oktober mencambuk ranting-ranting dan dedaunan, bagai sebuah alunan lagu yang setia menemani perjalananku dari Jakarta ke Bekasi, begitu pula sebaliknya.
 
Pernahkah kau iseng bertanya, “Mengapa aku menyayangimu?” Jika ingin membicarakan fisik, tentu aku sangatlah suka mata, bibir, dan senyumanmu yang memikat. Mengingat parasmu itu pun mampu mengisi hari-hariku dengan nada riang. Tapi jelas ada hal lain yang mampu membuatku sesayang ini kepadamu. Salah satunya: kau bagai puisi aduhai, yang asyik untuk diterjemahkan.

Waktu keberangkatan dan kepulanganku kalau ditotal rasanya sama seperti durasi saat kita berjumpa. Hanya dua jam.
 
“Lantas, apakah itu layak?” tanya isi kepalaku yang keterlaluan bacot.

Hati pun mengambil alih dan bilang, “Andai pertemuan ini juga hanya sepuluh menit, aku rasa itu sudah lebih dari cukup, bahkan sanggup mengisi energimu yang tadinya sekarat itu hingga penuh. Penuh dengan kegembiraan.”



Kini kita memang terpaksa harus bersahabat dengan rindu yang semakin menggebu, tapi di setiap kali kita berjauhan, coba ingatlah mantra sakti ini: Semoga kita bisa terus kuat dari waktu ke waktu, dan kelak menjadi satu.

4 Comments

  1. Jarak yg lumayan jauh kadang langsung ga berarti begitu udah ketemu ya Yog ☺️. Aku ngerasain zaman pacaran dulu. Antara Bintaro (aku), dan Rawamangun (dia), ga ush tanya macetnya hahahaha.malah suamiku dulu ga sesabar kamu kalo udh masalah gini.

    Krn capek di jalan, akhirnya kami sepakat ketemunya di tengah. Ntah itu semanggi atau ratuplaza 😂. Sampe akhirnya aku jadi mutusin pindah kos ke Setiabudi wkwkwkwkwk. Biar ga capek soalnya.

    Tapi kalo ga memungkinkan begitu , mau ga mau biasanya tetep cowo yg nyamperin kan.. ya udhlaah anggab ujian dulu, sebelum nantinya bisa jodoh 👍☺️.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mbak Fanny. Setelah ketemu ya rasa lelahnya cukup terobati. Jarak jauh juga bisa terasa lebih dekat aja gitu. Haha.

      Memang beda kota tuh cobaan banget, sih. Walau masih Jabodetabek ya.

      Wih, gokil. Mbak Fanny sampai rela ngekos. Saya sih belum bisa. Mending uangnya ditabung buat masa depan. Hehe.

      Sewaktu jadwal libur kami masih sama sih sering juga ketemu di tengah gitu. Tapi kan sekarang ketemunya malam, kasihan juga kalau dia maksain diri, jadi mending biar saya aja yang main ke sana.

      Aamiin.

      Delete
    2. Bener nih. Jarak yang jauh jadi terbayar kalau udah ketemu, Yog. Dua jam pulang pergi hajar aja, yang penting pastiin setelahnya senang dan bahagia. Memangnya nyari apa lagi, kan?

      Delete
  2. So sweet banget nih, Kak hihi. Semoga selalu bareng dan langgeng terus, Kak hehe

    ReplyDelete

—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.