Noktah dalam Kerinduan

Pejamkan matamu, dan lihatlah di kegelapan itu sebetulnya ada ornamen warna-warni yang tercipta dari benang rinduku kepadamu malam ini. Bisakah kau melihatnya? Jauh di seberang sana, aku sedang memeluk guling, benda substitusi yang kuharap bisa menyembuhkan kerinduanku. Namun, apakah kangen perlu diobati?

Aku tak keberatan dengan berbagai gejala kangen, asalkan ia tak merampas jam tidur dan mimpi kita. Saat kau beranjak tidur, pernahkah kau berandai-andai ingin memimpikanku sebagai apa?




Aku ingin menjadi payung ataupun jas hujan yang kaubeli pada jam pulang kantor ketika hujan mendadak turun. Kau barangkali akan menyalahkan cuaca yang sulit ditebak, bagai sedang menerka segala pertanyaan dan keinginan klien. Tapi aku akan selalu bisa menjadi jawabanmu.

Aku mau menjadi seekor kucing kesayanganmu, yang lupa kaukandangkan tadi pagi sebelum berangkat ke kantor, sehingga di kereta komuter jantungmu dicakari oleh sedikit kecemasan, dan jauh di lubuk hatimu itu, kau mulai berdoa agar aku tidak nakal dan baik-baik saja.

Aku ingin menjadi buku cerita anak-anak yang tiap ilustrasinya digambar olehmu, dan ia akan menjadi buku yang sering dipilih dari rak buku oleh para orang tua untuk mendongengi bocahnya pada setiap jam tidur siang maupun malam.

Aku mau menjadi telaga yang mengembalikan warna asli langit, yang permukaan airnya bisa kaupakai becermin dan mampu berkata bahwa dirimu adalah perempuan berparas manis. Tiap tetes air dari telaga itu sanggup menerjemahkan kode biner, angka-angka yang kauanggap rumit, yang sempat dipakai oleh kekasihmu untuk bilang kangen dan “I love you” sebab tak kuasa menahan malu.

Terakhir, aku ingin menjadi sajak cinta yang sedang menunggu dirinya dituliskan oleh sepasang insan kasmaran yang baru saja teleponan selama dua jam, tapi rasanya bagai baru dua puluh menit. Bisa dibilang aku mau menjadi puisi yang kedap cuaca dan tak mengenal konsep Waktu.




“Halo, apakah kau masih di sana?” Pertanyaan itu untukmu atau aku sedang bertanya kepada diri sendiri? Tampaknya puisi ini mulai linglung, Sayangku. Ia kini sedang mencari jejak-jejaknya yang hilang. Tapi sudah satu jam berlalu dan ia tetap tak menemukan apa pun, kecuali aku yang sedang berdiri menghadap tembok sambil menggambar ulang senyummu, seakan-akan ingin memberi tahu kepada dunia bahwa di sinilah bahasa cinta dilahirkan.

9 Comments

  1. Anjir, salah bener memutuskan ngebaca ini, jadi keinget awal2 deket ama seseorang duluuuuuuu. Pernah berbalas puisi.

    Dulu pengandaiannya seperti bulan (taulah kalo dulu bulan itu romantis). Kerasa salah karena udah gak deket tapi masih mau deket, tapi juga sudah gaboleh. 🥲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dulu saya juga sering bikin puisi bawa-bawa bulan dan bintang, Haw. Haha.

      Enggak bolehnya karena apa? Memang dilarang sama orang tuanya dia? Atau dia malah udah nikah? 😶

      Delete
  2. Baca ini bikin flashback jadi keinget kisah kasih dulu jaman-jaman ku rindu dan gak tau kabar dia yang entah dimana. Jaman sosial media belum gencar, cuma berharap ada kabar dari pesan masuk sms. Rasanya kayak... aku hilang arah tentangnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dulu, ketika zaman belum ada medsos dan aplikasi pesan instan, emang sulit sih buat cari tahu kabar seseorang. Bingung apakah saat itu pesannya udah dibaca atau belum. Enggak tau juga kapan terakhir dia online. Haha.

      Delete
  3. Bentar... gue jadi kepikiran kapan gue merasa kangen seperti yang lo tulis di paragraf pertama, dan ternyata udah lama banget gue tidak merasakan itu. Apakah gue masih manusia? Atau gue sudah jadi AI? Ah, mungkin memang gue keturunan Vulcan yang baru sadar aja kali ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lu dan pasangan udah satu rumah, hey~ Sementara gue kan kadang dua minggu aja bisa enggak ketemuan. Jadi wajar banget ada rasa kangen. Wqwq.

      Delete
  4. Aku langsung mikirin, pernah ga ya mantan2 ku yg seromantis ini bikinin puisi atau tulisan kayak giniii 😄😄. Kebayang kayak apa itu perasaan cewenya hahahah.

    Tapi baguuus Yog, kayaknya kegambar bangettt perasaan dari si pasangan buat partnernya 😍. Kalo dia tipe yg suka dibikinin prosa romantis gini ,pasti udh susah tidur abis baca 😄👍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya justru berharap dia enggak muak atau mabok puisi, Mbak. Soalnya waktu itu entah berapa kali saya bikin tulisan buat dia. Haha.

      Itu sih saya yang susah tidur karena saking bahagianya. Makanya berusaha mengubah perasaan malam itu jadi puisi/prosa begini deh biar isi kepala ikut istirahat, enggak berisik lagi.

      Delete

—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.