Tanggal 1 Mei aku berubah menjadi sebuah larik Aan Mansyur di buku Melihat Api Bekerja: “Kemarahan yang setiap saat ingin bunuh diri.” Tanganku membawa semangat para buruh yang berdemo menuntut keadilan atas hak-hak pekerja sebab gajiku juga telat dibayarkan, dan seketika itu jari-jariku melukis wajah puisi yang sedang menangis. Air matanya kubuat merah sebagaimana warna kalender hari itu. Pipinya kutorehkan warna biru seperti memar yang habis dipukuli oleh fakta/realita.
Bunuh diri bukan lagi menjadi frasa yang asing di kepalaku. Dia mungkin sudah menjadi sahabat karib. Mereka telah berteman selama belasan tahun. Kadang-kadang mereka memang tidak berjumpa karena perkara-perkara konyol. Apalagi jika uang dan kegembiraan mulai memblokadenya. Harapan, doa, dan tangis juga sering membuatnya pudar.
Tapi jurnal-jurnal gelap merupakan saksi betapa rindunya dia ingin masuk lagi ke kepalaku, mengecup keningnya, dan berbisik bahwa kematian rasanya sangat manis.
“Apakah semanis es krim?” tanyaku.
“Apakah kematian harus berbentuk es krim agar kamu berani mempercepatnya?”
Tolonglah, berhenti menggodaku. Aku hanyalah manusia yang kelewat lelah memikul neraka di pundak. Hidup sudah susah, jangan membuatku terus berkeluh kesah. Tolonglah, aku hanya ingin membeli es krim dari sisa uang di dompet, dan aku tak ingin Kamus Besar Bahasa Indonesia mencatat es krim sebagai sinonim dari bunuh diri/kematian/kesedihan/apa pun yang melelehkan kebahagiaan.
Aku mau bahagia tetap membeku dan mendinginkan api yang bekerja di kepala maupun hatiku. Biar gaji saja yang cair, dan segera membebaskan angka-angka dari impian yang terluka.
2 Comments
Miris kalo udah denger beberapa staff yang gajinya selaku telat dibayar 😔. Ntahlah apa alasannya. Produksi menurun, jualan sepi, tapi kan gaji pekerja itu salah satu kewajiban yg memang hrs didahulukan. Buatku sama kayak hutang. Takut kalo sampe ga bayar.
ReplyDeleteAku tahu berat sih Yog, tapi jangan sampe tergoda untuk suicide yaaa. Sabar aja, klise memang, tapi jalan Tuhan mungkin suatu saat bakal terang 🤗
Hai, Mbak Fanny, saya alhamdulillah baik, kok. Ini memang telat posting aja. Haha. Baru sempet merevisi racauan seminggu lalu, tapi kalau dibaca ulang memang perasaan saya sempat sesuram itu ya. XD
Delete—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.