Roberto Bolaño

Aku adalah dia yang berkata:
Realisme magis bau tai.
Aku menghadirkan realisme jeroan
sebagai lawan tanding
walaupun aku sepenuhnya paham
bahwa apa pun yang kulakukan,
pada akhirnya akan kalah,
tetapi pilihanku hanya satu: melawan.

Aku adalah dia yang bermimpi hidup
sebagai penyair sejahtera,
tetapi seterang apa pun puisi
yang kucinta dan cipta,
akan selalu tampak redup
di mata mereka.



Aku adalah dia yang mencari makan
lewat puisi dan yang kudapat
justru perut tak terisi.

Aku adalah dia yang bekerja pada siang hari
dan membaca-menulis pada malam hari.
Demi menghidupi sosok bocah di dalam diriku
yang kerap disebut seorang penulis,
aku berusaha bertahan dengan realistis:
sebagai pencuci piring, pramusaji, penjaga perkemahan,
ataupun tukang palak,
dan di mata uang atau kapitalis,
aku tak akan pernah bisa mengelak.

Aku adalah dia yang berdiri di paling depan
bersama Mario Santiago, sahabatku,
memberontak ke garis pertempuran
demi mengejek para penulis mapan.

Aku adalah dia yang lebih senang membaca
ketimbang menulis atau bercerita.
Aku adalah dia yang paling banyak berutang
kepada karya Borges, Cortazar, dan Parra.

Aku adalah dia yang kini sekarat,
tapi tetap memiliki banyak hal
untuk dikatakan, bahkan
aku masih meragukan
adanya akhirat.

Aku adalah dia yang sakit liver kronis
dan sesuka hati membuat kredo ironis:
kesusastraan + sakit = sakit.

Aku adalah dia yang menyendiri
sekaligus mengabdikan diri
untuk membaca dan berenang
di jurang maut.
Jika aku bereinkarnasi,
aku ingin bekerja menjadi detektif kriminal
atau malah tetap nekat
menjadi penulis sekali lagi,
sekalipun kelak tidak terkenal.




Aku adalah dia yang pergi ke tahun 2666
untuk melihat kuburan yang terlupakan
di bawah kelopak mata mati,
yang bermandikan tangis,
sebab ingin melupakan sesuatu
yang telah berakhir
dan melepas ingatan dari segalanya.

Aku adalah puisi itu sendiri.

0 Comments