Setelah ini aku akan hilang. Entah untuk berapa lama. Yang jelas, aku ditelan sebuah puisi. Kau tidak perlu lagi melihatku di mana pun. Kau tidak usah lagi membaca omong kosongku. Kau akan terbebas sepenuhnya dari aku, manusia yang hampir memudar.
Aku harap puisi tidak tambah menghancurkanku. Aku pun sebenarnya takut akan kehancuran. Maka, satu-satunya cara agar tidak hancur adalah bertahan hidup dengan harapan. Lalu bagaimana aku bisa kembali kalau puisi sudah telanjur menelanku? Aku tahu, ia belum sempat mengunyahku dan aku hanya perlu mencari cara bagaimana menemukan jalan keluar dari tubuh puisi keparat itu. Dan yang menjadi pertanyaanku: apakah aku sanggup bertahan? Sampai berapa lama?
sumber: Pixabay |
Jika dalam sehari aku hilang, mungkin kau tidak akan peduli. Bahkan, tidak sadar sama sekali. Jika dalam seminggu aku tidak kembali, mungkin akulah yang sadar. Kalau tubuh puisi lebih cocok untuk orang-orang sepertiku. Jika dalam sebulan aku masih belum muncul, berarti aku terjatuh semakin dalam. Seperti hari-hari kelam kala itu. Tenggelam di labirin ususnya. Kadang kupikir, mungkin saja aku memang tidak perlu kembali.
Namun, bagaimana dengan segala upaya yang telah kubangun? Bagaimana dengan segala rencana yang telah kususun? Akankah aku putus asa? Haruskah aku berhenti di sini? Aku masih belum ingin menyerah, tapi aku sudah terlalu lama meneguk kepahitan hidup. Oh, pahit ... dapatkah aku menjadikan rasamu itu ke dalam tubuhku sendiri, lalu membuat puisi yang menelanku ini mual? Kemudian ia muntah, sehingga aku terbebas dari tubuh puisi.
Seandainya puisi itu tidak melepehkanku, berarti ini puisi terakhirku. Dan, kau betul-betul terbebas dari segala hal tentangku. Dunia tanpa aku. Apakah terdengar jauh lebih baik dan membahagiakan?
17 Comments
Ini puisi atau apaan ya?
ReplyDeleteSaya menangkap rasa putus asa, sendirian, kesepian, kegagalan, kelam dan gelap. Ini curhatan kamu tah Cuy?
Ada banyak emosi yang terasa dalam tulisan ini mas, dan rasanya semua emosi itu teecampur aduk dalam keputusasaan. Kamu baik-baik aja kan mas?
ReplyDeleteaku nga bisa nagkap maksudnya :((((
ReplyDeleteBau-baunya seakan mau berhenti menulis (puisi) dan berpuisi. Semoga saja tebakan gue salah~
ReplyDeleteSehari menghilang, sebulan dan seterusnya. Ini maksudnya yang ditelan puisi ini sang penulis kah? Atau curhatan buat seseorang,
ReplyDelete</3
ReplyDeleteLama tak maen sini nih, gimana kabarnya, Mas Yog?
ReplyDeleteIni ceritanya mau berhenti post pusi lagi kah, Mas? Atau?
serem juga ya puisi bisa nelen, ngelepeh, ngunyah, makan, minum
ReplyDeletewah kudu hati2 nih kalo ketemu puisi, takut dimakan
hahahaha jadi itu si puisi, apa si orang atuh ya? XD
DeleteYang membuat kita tetap bisa bertahan, hanyalah harapan. Tanpa harapan, lesulah dihidup kita. Dan mungkin akan cepat ditelan kehidupan. Mati dan tidak akan bisa hidup lagi.
ReplyDeleteDitelan puisi tiba-tiba muncul di YouTube.
ReplyDeleteBy the way ini puisi lo yang pertama kali penuh emosi (menurut gue), emosi dalam artian emosi ya, bukan emosi marah doang.
Keren. Sayang kalau artinya ditelan mau berhenti. Malah ini titik perkembangan. :P
Banyak yang ngira ini curhatan mu dlm bntuk puisi ya yog :). Kalo aku bacanya, ini puisimu yg berbau putus asa, perlu pertolongan, galau akan sesuatu, dan emosinya berasa :). Tp moga2 bukan berarti kamu seputus asa itu yaaa :)
ReplyDeleteSelamat menempuh jalan sunyi, mas.
ReplyDeleteIni mau resign jadi blogger? Wkwkwk
ReplyDeleteMungkin baru memasuki masa-masa "jenuh"....jadi biarkan si Yoga ditelan sama puisinya.
Enggak kak enggak membahagiakan. Jangan pergi, tetaplah disini, bersama kami semua manusia-manusia yang belum pernah saling mengenal secara erat tapi terlaju bagai saudara akrab yang padahal tak ada kaitan dalam urat-urat nadi...
ReplyDeletePuisi atau prosa ini?
ReplyDeleteYoga mau kemana btw? Aku udah lama gak kesini, masa disambut tulisan begini :(
yah mas mau ke mana?
ReplyDeletejangan bilang mau nikah
eh....
—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.