Cara Mimpi Buruk Bekerja

Semalam Dazai bermimpi kedatangan seorang perempuan dari luar kota bernama Ayumi. Di realitas, gadis itu merupakan pengagum tulisan-tulisannya. Dua tahun lalu mereka pernah dekat lantaran sering mengobrol via pesan Instagram. Bermula dari keisengan Dazai mengikuti akun Instagram Ayumi karena dia mendadak terpikat dengan foto konyol gadis itu yang muncul di bagian eksplorasi, persisnya ketika sang gadis sedang berpose menjulurkan lidah dan pura-pura bermata jereng, dan siapa sangka Ayumi juga mengikutinya balik hingga gantian terpukau dengan beberapa hasil potret maupun caption yang Dazai unggah.
 
 

 
Bagi Ayumi, caption Dazai yang selalu mengisahkan berbagai hal di balik setiap foto aduhai itu terasa menakjubkan. Sampai-sampai Ayumi mulai rutin memuji ataupun mengomentari hasil potret Dazai lewat pesan, sehingga mereka akhirnya berkenalan. Pada awalnya tentu hal semacam itu terlihat asyik-asyik saja dan obrolannya juga terasa nyambung. Sampai suatu hari Dazai mulai sadar bahwa dia benar-benar menyukai gadis asal Tokyo itu.
 
Sial, jaraknya kejauhan, pikir Dazai yang kini tinggal di Aomori. Dazai mengira-ngira jarak tempuh kedua kota itu bisa sekitar 5 jam jika menggunakan transportasi umum. Sebetulnya jarak itu bukanlah suatu masalah. Yang jadi masalah ialah hal lain: ternyata gadis itu terlalu muda untuknya, sebab Dazai berprinsip tak mau memiliki kekasih yang usianya terpaut lebih dari tiga tahun lantaran takut kalau pola pikirnya masih kekanak-kanakan dan mungkin sulit diajak menjalani hubungan serius. Usia mereka hanya berjarak 5 tahun (Dazai 23 dan Ayumi 18), tapi Dazai menganggap gadis itu bagaikan adiknya sendiri. Setelah merenung 3 hari 2 malam, Dazai pun perlahan-lahan bertekad untuk menjauhi Ayumi.
 

 
 
Selain dua alasan itu, Dazai terpaksa menjauhi Ayumi karena mereka berbeda keyakinan. Oh, tentu bukan karena Dazai yakin gadis berlesung pipi yang tampak jelita itu ditakdirkan untuknya, sementara Ayumi tidak yakin Dazai betulan tampan sebagaimana terlihat di foto dan aslinya justru seorang pria buruk rupa. Di cerita cinta singkat semacam ini, jelas tak elok memasukkan unsur berbeda keyakinan yang semacam itu, sebab bisa-bisa kisahnya akan langsung tamat, melainkan ini adalah keyakinan yang menyangkut religi. Jadi, Dazai beragama Shinto, sedangkan Ayumi beragama Kristen. 
 
Entah karena faktor jarak, perbedaan usia, agama, atau paduan ketiganya, Dazai benar-benar dibuat gila atas pilihan menjauhi gadis manis itu. Tapi Dazai sejak dulu memang sulit menjalin hubungan dengan perempuan yang jauh lebih muda, lalu tak ingin repot-repot berjuang melawan jarak, serta agama di luar Shinto pasti akan sulit diterima oleh kedua orang tuanya. 
 
Singkat cerita, sejak hari perkenalan itu, yang kira-kira dua tahunan silam, mereka kini benar-benar menjauh, bahkan sudah lama putus komunikasi. Ayumi tiba-tiba berhenti mengikuti akun Instagram Dazai, juga memblokir nomor teleponnya. Barangkali karena Dazai telah mengecewakannya, sehingga Ayumi tak sudi buat berkomunikasi, lebih-lebih mengenal Dazai lagi.
 
Namun, Dazai kadang berpikir masih jauh lebih baik begini (sakit di awal) dan mencoba menerima pilihan gadis tersebut ketimbang menjalin hubungan yang pada akhirnya akan pupus juga. Bagusnya memang menyerah sejak awal, bukan? Mereka pun tampaknya sama-sama mengerti kalau hubungan akrab itu sekiranya dilanjutkan kelak akan bertambah rumit. LDR, beda agama, dan dia merupakan gadis yang baru lulus SMA. Itu adalah kombinasi yang seakan-akan langsung membunuh Dazai.
 
Dazai mencoba mengingat-ingat kalau dia pernah iseng berkomentar memuji paras Ayumi di foto terbaru gadis itu, sebelum Ayumi menekan tombol “berhenti mengikuti”, tetapi yang kemudian terjadi malah sang gadis menghapus komentarnya.
 
Malam ini, Dazai sesungguhnya sudah benar-benar lupa dengan sosok Ayumi. Apalagi saat ini dia telah memiliki seorang kekasih. Dengan kata lain: Dazai tak suka memikirkan perempuan lain, selain yang berada di hatinya sekarang. Namun, Ayumi tiba-tiba datang menemuinya lewat mimpi, sehingga Dazai tanpa sadar jadi mengenangnya dan terseret oleh arus kilas balik.
 
 

 
Terus terang saja, mimpi Dazai itu bukanlah mimpi basah. Itu jelas mimpi yang biasa-biasa saja. Mereka hanya bercakap-cakap di rumah Dazai semenjak siang hingga larut malam ketika sang gadis berkata nekat menemui Dazai karena Ayumi tak sanggup lagi buat membohongi dirinya, bahwa dia benar-benar kangen dan sayang kepada Dazai.
 
Dazai jelas tak bisa mengingat apa saja obrolan sepanjang hari itu. Tapi, senyuman manis disertai lesung pipi Ayumi itu entah mengapa masih mengganggunya hingga dia meneteskan air mata. Dazai merasa itu merupakan senyuman manis yang berusaha menyembunyikan banyak luka. Senyuman yang meminta pertanggungjawaban. Senyuman yang seolah-olah berkata, “Hei, Kak Dazai, bisakah kau mengembalikan senyuman asliku? Aku sudah kelewat muak dengan senyum palsu ini!”
 
Sewaktu Dazai baru saja terbangun dari tidurnya, dia mendadak ingin sekali menangis karena perasaan bersalah yang amat menusuknya, sekalipun dia sadar itu hanyalah mimpi. Dazai sudah berusaha menghilangkan bayangan wajah Ayumi, lalu dia juga sudah meyakinkan diri jika itu cuma mimpi buruk dan bukanlah kenyataan, tapi dia benar-benar tak bisa membohongi diri kalau dulu memang pernah jahat kepada gadis itu.
 
Dazai ingin sekali meminta maaf kepada Ayumi lewat pesan Instagram, tapi dia takut nanti menjadi rumit jika sang pacar mengetahuinya. Lebih-lebih Dazai takut dengan respons Ayumi. Jika dipikir-pikir ulang, aneh juga tiba-tiba meminta maaf semacam itu cuma karena terpicu oleh mimpi buruk.
 
Baiklah, pikir Dazai, lebih baik aku mencoba untuk memaafkan diri sendiri saja. Siapa tahu dengan memaafkan diri begini, rasa bersalahnya bakal segera menghilang. Tapi di sisi lain, Dazai juga ingin sekali menyesali keputusan bodohnya dulu. Seharusnya dia bisa membatasi diri sewaktu berkomunikasi dengan Ayumi. Komunikasi dia dengan Ayumi tidak perlu berlebihan dan melibatkan hati. Apalagi Dazai sampai membuatkan Ayumi puisi maupun haiku dengan kata-kata yang terlalu manis. Mestinya hubungan mereka cukup sebatas penulis dengan pembacanya. Bukan malah komunikasi dua insan manusia yang mencoba dekat dengan harapan kelak bisa menjalin hubungan asmara.
 
Ah, entahlah! Dazai menjerit kencang, lantas memaki dirinya sendiri. Kenapa dia dulu bisa setolol itu? Mengapa dia termakan oleh citra buruk sok bajingan yang pernah dibuatnya secara iseng-iseng, padahal dia paham bahwa dirinya betul-betul tak boleh bersikap demikian lantaran merasa lelah disakiti oleh perempuan-perempuan di masa lalu, dan seakan-akan ingin membalas dendam. Sekalipun Dazai pernah berada dalam fase malas berpacaran, tapi dia jelas tak perlu memberikan harapan kepada gadis itu. Dia semestinya tak usah kebanyakan gaya, berpikir betapa asyiknya melajang, dan bisa memiliki banyak gebetan. Apalagi sampai mengamini ucapan sebagian orang terkait semua pria Gemini adalah sosok bajingan keji yang wajahnya pantas diludahi, sebab bisa-bisanya menebar pesona kepada banyak perempuan.
 
*
 
Akibat bermimpi tentang Ayumi sembilan hari lalu, akhir-akhir ini Dazai kerap merasa bersalah karena pernah menyakiti atau mengecewakan beberapa perempuan di masa lalu, sampai-sampai membuat mereka menangis dan patah hati. Dazai spontan merenung dan bertanya kepada dirinya sendiri: Apakah ketika aku sedang berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, kemudian dosa-dosa di masa lalu jadi sering muncul sekaligus menghantuiku, seakan-akan mereka ini sedang berusaha memperingatkanku agar aku tidak mengulanginya lagi suatu hari nanti?
 
Dazai sama sekali tak bisa menjawab pertanyaannya sendiri.
 
Dazai hanya berharap sembari berdoa, bagi siapa pun perempuan yang pernah dia kecewakan, lebih-lebih dia sakiti—baik disengaja ataupun tidak: Berhentilah menghantui aku lagi meskipun itu cuma lewat mimpi, sebab aku benar-benar merasa terkena serangan teror dan terlintas pikiran agar mati saja.
 
Dazai lantas meracau semakin liar, “Aku pernah berpikir untuk mati, dan kini aku jadi kepengin mati lebih dari sebelumnya. Sekarang tak ada kesempatan bagiku untuk memulihkan diri. Tak peduli apa pun yang aku kerjakan, apa yang aku lakukan, itu pasti akan gagal, cuma menambah rasa maluku. Suatu mimpi pergi bersepeda untuk melihat air terjun yang diselubungi oleh dedaunan musim panas—itu bukanlah untuk orang-orang sepertiku. Segala hal yang dapat terjadi sekarang ini adalah suatu dosa kotor yang menghinakan dan menumpuk satu sama lain, dan penderitaanku akan menjadi kian akut. Aku ingin mati. Aku harus mati. Hidup itu sendiri adalah sumber dosa.”
 
--
 
PS: Bagian racauan Dazai pada paragraf akhir itu benar-benar ditulis oleh Osamu Dazai dalam novelanya, Gagal Menjadi Manusia. Saya tak tahu apakah terjemahan itu akurat, sebab saya baru pernah membacanya yang versi Inggris. Selain bagian yang saya kutip itu, semuanya murni tulisan saya. Dalam kisah barusan, saya sengaja menciptakan karakter Dazai seenak jidat tanpa ada maksud merujuk tokoh aslinya yang telah wafat itu. Saya justru bermaksud mengolok-olok diri sendiri atas kegagalan cinta. Intinya, saya cuma sedang kembali berlatih dalam membuat cerpen suka-suka setelah 2-3 bulan silam selalu merasa terbebani dalam menuliskan cerita baru karena berpikir cerpen idealnya kudu begini dan begitu. Kini saya bersikap masa bodohlah. Tulisan ini layak dianggap cerpen atau bukan, saya tak peduli. Bisa memenuhi standar cerpen yang biasanya terbit di koran atau tidak, saya juga tak akan ambil pusing. Yang terpenting: saya dapat bersenang-senang saat menceritakan segala sesuatu walaupun kisah saya itu lazimnya bernuansa sendu.

4 Comments

  1. What? Ini tulisan Osamu Dazai, apa cuma aku yang berpikir ini penulisnya asal Jepang dari cerita yang diangkat. Sok tahu saya, tapi cukup kagum sama tulisannya.

    ReplyDelete
  2. Aku sepemikiran sama Mbak Nisa, tapi aku cuma baca karya Haruki Murakami dan Miyazawa Kenji, Miyazawa ini penulis puisi cuma yang bikin aku salut puisi yang ditulis di saat-saat ia akan mengembuskan napas terakhir.

    ReplyDelete
  3. Foto awalnya pake ekspresi "ahegao", raut wajah pas puncak orgasme, biasanya tag populer di situs JAV atau hentai. Ternyata cerpennya ga 18+, padahal nunggu. 🤭🤭

    Soal beda keyakinan emang kayaknya udah ga ada di kisah romansa Jepang modern, belum pernah baca soalnya. Paling yg soal agama cuma ada di latar abad pertengahan, kayak di novel Shusaku Endo.

    Dazai ternyata punya imouto/little sister complex hmm.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sayang sekali enggak ada yang menjurus. Tadinya di bagian mimpi itu kepikiran mau dibuat cabul, terus tau-tau istigfar dan pikiran segera berubah, makanya diubah bukan mimpi basah, jadi mimpi biasa-biasa aja. XD

      Mestinya emang gitu, Rif. Jepang zaman modern enggak kolot lagi, kalau beda keyakinan bukanlah masalah buat berhubungan. Ini seharusnya emang cerita lokal, cuma bingung pilih nama dan yang terlintas malah Dazai, jadinya sok diubah latarnya di Jepang, padahal mah cuma sebut nama kota aja tanpa ada adegan maupun deskripsi yang mendukung. Bagian yang diambil dari cerita Jepang pada umumnya ini lebih ke sisi psikologis tokoh alias pergumulan batin aja. Haha.

      Delete

—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.